6 Perusahaan (yang Kita Kira Milik) Asing #4

Dunkin Donuts, IKEA, Louis Vuitton, kamu mungkin pernah mendengar nama-nama ini. Bagaimana dengan Edward Forrer, J.Co, OlympicEdward Forrer memiliki banyak gerai di Bandung, Jakarta, dan banyak kota besar lainnya, J.Co juga sama besarnya, pemandangan antrian bermeter-meter dapat kita temui di gerai-gerai J.Co, begitu pula Olympic yang namanya tak asing lagi di telinga kita. Kamu pasti pernah mendengarnya. Namun tahukah kamu bahwa tiga perusahaan yang disebut terakhir didirikjhan dan dimiliki orang Indonesia?

Selain tiga perusahaan tersebut kita juga mengenal Wings, ABC, sertaCeres. Semuanya merupakan produk asli Indonesia yang pasarannya sangat luas, bahkan hingga ke luar negeri. Sampai-sampai banyak orang Indonesia yang menyangka merek tersebut dimiliki orang asing. Artikel ini dan beberapa artikel selanjutnya akan membahas bagaimana mereka bisa membangun usahanya hingga mendunia.

J.Co


Siapa tidak kenal J.Co? Gerai donat asli lokal yang selalu menamai produknya dengan nama eksentrik seperti Da Vin Cheez, MONA PIZA, Alcapone, atau Why nut. Ketika gerai J.co Donuts and Coffee pertama dibuka pada 26 Juli 2005, banyak yang menyangka bahwa gerai donat ini merupakan waralaba asing. Maklum, sebab saat itu toko donat yang memiliki konsep open kitchen belum ada di Indonesia.

Perkembangan J.co bisa dibilang sangat pesat. Dua tahun semenjak gerai pertamanya di Supermal Karawaci dibuka, J.co telah memiliki 24 gerai dan memiliki 2 gerai di luar negeri, satu di Malaysia dan lainnya di Singapura. Tahun ini diperkirakan gerai J.Co akan mencapai 100 gerai.

Prestasi ini tak lepas dari peran besar pendiri J.Co, Johnny Andrean. Johnny adalah anak perantauan yang berasal dari Singkawang, Kalimantan Barat. Orang tuanya adalah penjual hasil bumi dan pengelola salon. Johnnyberangkat ke Jakarta pada tahun 80-an berbekal ilmu salon dari ibunya dan mampu bertahan hidup dengan mendirikan salon kecil di Jakarta Utara. Bisnis salonnya itu kemudian berkembang menjadi besar dan sangat terkenal. Selain salon, ia juga membeli izin waralaba BreadTalk dan mengembangkannya di Indonesia.

Suatu hari muncul ide untuk masuk ke bisnis donat. Johnny awalnya hendak menggunakan konsep yang sama dengan BreadTalk, di mana ia membeli hak waralaba dari luar negeri. Namun, donat yang hendak dibeli waralabanya itu ternyata memiliki banyak kelemahan mulai dari bahan baku hingga proses produksi yang kurang menjaga kualitas. Jhonny pun berusaha mengembangkan sendiri resep donatnya, dan sukses. Ia kemudian mengambil beberapa konsep penjualan donat di luar negeri; mencontoh Eropa untuk urusan penyajian, serta mencontoh jepang untuk urusan display.

Donat-donat buatan Johnny dibuat dengan menggunakan mesin modern, mulai dari adonan, cara memasak, hingga pengglasuran dan menutup permukaan donat dengan bahan-bahan yang menjadi ciri-ciri setiap jenis donatnya. Hampir separuh bahan baku diimpor, cokelat dari Belgia dan susu didatangkan dari Selandia baru. Biji kopi untuk minuman didatangkan dari Italia dan Kosta Rika.

Johnny juga mendatangkan spesialis-spesialis donat dan kopi untuk membuat menu baru, dan tak segan mengirimkan tim risetnya ke luar negeri untuk mempelajari resep-resep baru. Untuk pemasaran, Johnny lebih percaya pada kekuatan public relations daripada iklan-iklan mahal di televisi dan koran.

Ke depannya, Johnny hendak mengembangkan kafe J.Lato, sebuah kafe gelato. Johnny hendak mengembangkan jenis gelato baru dengan rasa makanan Indonesia, seperti ketan hitam. Bila berhasil, ini akan menjadi bisnis ke empat Johnny yang semakin mengokohkan kemampuan Johnny menggabungkan dandanan dan makanan dalam satu gaya hidup.

Referensi

  • M. Ma’ruf. 2009. “50 Great Business Ideas From Indonesia”. Jakarta Selatan: Hikmah

Leave a Comment