Jika Anda menjadi warga negara non Indonesia, maka apa yang akan muncul di pikiran Anda ketika mendengar kata Indonesia? keragaman budaya, pusat pariwisata dunia, populasi yang sangat banyak, konflik sosial, pelaksanaan public governance yang sangat buruk, kemiskinan, tragedi social, bencana alam dan sebagainya. Namun, pastinya jika Anda adalah warga negara asing, maka tidak mungkin kata korupsi akan luput dalam pemikiran Anda. Berbicara tentang korupsi, maka Indonesia memang tidak lepas dari bahaya laten korupsi. Kenapa disebut bahaya laten, karena keberadaannya yang telah mengakar dan seakan “menjadi tradisi”, yang sewaktu-waktu bisa menghilang namun keberadaannya akan selalu muncul ketika ada momen yang memungkinkan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah korupsi telah menjadi produk budaya dan akan terus membudaya di Indonesia?
Pengertian korupsi
Dari segi bahasa, korupsi berasal dari Bahasa Latin yakni corruptio. Kata tersebut mempunyai corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarkan atau menyogok. Pengertian korupsi menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan illegal memperkaya diri atau memperkaya orang-orang di dekatnya, dengan jalan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut hukum di Indonesia, pengertian korupsi dijelaskan dalam tiga belas pasal UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 21 Tahun 2001. Dalam peraturan tersebut dijelaskan tiga puluh jenis tindakan yang bisa diklasifikasikan sebagai tindakan korupsi.
Secara umum kategori tindakan korupsi antara lain tindakan yang merugikan keuangan negara, tindakan yang berhubungan dengan suap-menyuap, tindakan yang menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, tindakan yang berhubungan dengan pemerasan, tindakan yang berhubungan dengan kecurangan, tindakan yang berhubungan dengan pengadaan serta tindakan yang berhubungan dengan hadiah atau gratifikasi.
Tindakan yang merugikan keuangan negara adalah tindakan yang mencari keuntungan pribadi yang secara serta merta merugikan keuangan negara dengan jalan melawan hukum yang ada. Misalnya pengurangan jumlah semen yang digunakan dalam pembangunan proyek jalan desa oleh seorang pejabat Departemen Pekerjaan Umum. Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 21 Tahun 2001. Korupsi yang berhubungan dengan suap menyuap antara lain tindakan menyuap pegawai negeri misalnya petugas bea cukai untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan, penyuapan advokat, serta penyuapan terhadap hakim. Korupsi yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan misalnya pegawai negeri yang menyalahgunakan uang atau membiarkan penyalahgunaan uang, pegawai negeri melakukan pemalsuan buku untuk pemeriksaan administrasi, penghancuran barang bukti, pegawai negeri membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti atau pegawai negeri membantu penghancuran barang bukti. Korupsi yang berhubungan dengan pemerasan misalnya pemerasan dalam ujian calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Tindakan korupsi yang berhubungan dengan kecurangan misalnya penyerobotan tanah milik negara oleh pegawai negeri tertentu dan oknum pemerintah yang membiarkan kecurangan terjadi dalam pengadaan proyek tertentu. Korupsi yang behubungan dengan pengadaan, contohnya misalnya adalah seorang pegawai negeri yang iut tender proyek pemerintah melalui preusan pribadinya, di sisi lain pegawai tersebut adalah pihak decisión maker untuk menentukan siapa pemenang tender. Sedangkan korupsi yang berhubungan dengan hadiah atau gratifikasi contohnya pegawai negeri yang menerima cendera mata atau buah tangan atas kunjungan dinasnya tanpa melaporkan kepada KPK.
Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia telah menyebabkan kerugaian yang besar. Penegakan hukum dan layanan masyarakat menjadi amburadul, pembangunan fisik menjadi terbengkalai, prestasi kerja menjadi tidak berarti dan bukan parameter utama adanya promosi kerja, demokrasi menjadi jalan di tempat, serta perekonomian yang tidak berkembang.
Korupsi yang akut di Indonesia dibuktikan dengan adanya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang buruk. IPK adalah persepsi korupsi di sektor publik, dimana survey tersebut dihitung di 180 negara. Data ini merupakan hasil gabungan 14 survei pendapat ahli. Nilai IPK ini skalanya dari 0 sampai 10. Nilai 0 merepresentasikan persepsi terhadap korupsi yang tinggi. Sedangkan nilai 10 mengindikasikan tingkat persepsi korupsi yang rendah.
Indonesia menempati urutan ke-36 negara paling korup di dunia versi Tranparency Internasional pada tahun 2007 dengan IPK 2,3. IPK tersebut terbilang turun jika dibandingkan dengan IPK tahun 2006 yakni 2,4. Hal itu menggambarkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami penurunan. Korupsi di Indonesia telah menyebabkan kerugian finansial yang besar. Berdasarkan data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dalam periode 2004 sampai April 2005, kerugian negara akibat korupsi mencapai lebih dari 3,5 triliun rupiah. Jika dihitung dengan kerugian non finansial (misalnya akibat macetnya program pemerintah, macetnya pembangunan baik fisik maupun manusia Indonesia), maka tentu kerugiannya bisa puluhan bahkan ratusan kali lipat. Hal ini karena adanya efek domino kerugian tersebut.
Pada taun yang sama (2007), Indonesia berada di peringkat yang sama dengan Thailand dan satu peringkat di atas Filipina, sedangkan Mlaysia mempunyai nilai IPK yang lebih baik dengan skor 5,1. Negara yang paling bersih yaitu Denmark, Irlandia, dan New Zealand, dimana ketiga negara tersebut mempunyai skor IPK 9,4. Peringkat negara bersih selanjutnya adalah Singapura dan Swedia yang berskor 9,3. Negara terkorup adalah Somalia dan Myanmar dengan skor IPK 1,4.
Keberadaan KPK
Keberadaan KPK yang dibawahi oleh Antasari Ashar belakangan ini mampu menunjukkan performa yang baik. Parameternya adalah banyaknya pejabat baik pusat maupun daerah yang diseret ke pengadilan dan dijadikan berbagai kasus korupsi. Mulai dari kasus korupsi pengalihan fungís hutan lindung di Bintan Kepulauan Riau yang “dibintangi” Al Amin Nasution, kasus penyuapan jaksa yang dilakukan Artalitha Suryani, kasus penyuapan terhadap anggota Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) terkait pengadaan siaran Liga Inggris sampai pada aliran dana Bank Indonesia ke beberapa anggota DPR. Dari segi promosi, KPK juga secara masif mempromosikan budaya melawan korupsi baik itu melalui iklan media cetak dan elektronik sampai dengan menggandeng public figure seperti Slank untuk menjadi duta anti korupsi. Sempat ada kabar bahwa KPK akan menjadi lembaga super power karena perluasan wewenang yang diminta sampai pada perijinan untuk mengikuti sidang penyusunan anggaran di DPR, padahal tindakan tersebut tidak terdapat dalam undang-undang apapun. Indikasi penanganan korupsi yang makin serius patut mendapatkan apresiasi karena juga didukung oleh segenap pihak misalnya masyarakat dan lembaga sosial masyarakat. Indonesian Corruption Watch (ICW) misalnya, mengusulkan adanya seragam khusus untuk terdakwa kasus korupsi selama persidangan dilangsungkan. Denagn alasan utama untuk memberikan efek jera berupa hukuman psikologis seperti rasa malu pada masyarakat. Walaupun, usulan tersebut belum diterima oleh KPK, dengan alasan bahwa tahanan harus mematuhi segala aturan di lembaga permasyarakatan dimana yang bersangkutan ditahan. Jadi atas pertimbangan tidak adanya perlakuan khusus terhadap tahanan korupsi ini, usulan tersebut belum diterima.
Akankah Kita Menjadi Koruptor Selanjutnya?
Keberadaan korupsi telah lama berkembang di Indonesia. Keberadaan koruptor-koruptor usang yang telah lama berkecimpung di dunia “perkorupsian” akan selalu diperbarui dengan kehadiran para koruptor lain yang jauh lebih muda. Lantas tentu harus ada upaya untuk memotong siklus lahirnya koruptor tersebut. Keberadaan KPK, telah merintis usaha untuk memotong siklus munculnya koruptor. KPK berusaha untuk memberantas para koruptor yang telah merugikan negara dan masyarakat, selain itu juga melakukan promosi dan sosialisasi bahaya laten korupsi serta hukum yang berkaitan lepada masyarakat luas dari berbagai latar belakang sosial budaya dan usia.
Toh, walaupun pada umumnya tindakan-tindakan yang dikategorikan sebagai korupsi umumnya adalah tindakan yang merugikan negara baik secara finansial maupun non finansial. Namur, sejatinya banyak kegiatan keseharian kita yang mampu menjadi celah untuk lahirnya korupsi. Seringkali perilaku penyimpangan sosial yang sejatinya menyalahi aturan yang ada akan diterima sebagai suatu konsensus dan kebenaran bersama karena penyimpangan sosial tersebut dilakukan oleh banyak orang. Misalnya saja “transaksi damai” yang dilakukan oleh aparat kepolisian dengan orang yang tertangkap karena tidak membawa kelengkapan berkendaraan atau dokumen-dokumen seperti SIM dan STNK, pengurusan SIM lewat “jalar belakang” dengan uang pelicin, pembuatan dokumen palsu untuk laboran keuangan organisasi, bolos kuliah dan korupsi waktu, budaya titip absen sampai pada kebiasaan mengkopi atau mencontek pekerjaan orang lain. Mungkin, sebagian besar dari kita semua pernah melakukan salah satu dari penyimpangan tersebut.
Seringkali adanya toleransi terhadap tindakan-tindakan di atas, menyebabkan tindakan-tindakan tersebut sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar. Bermula dari sesuatu yang sederhana, maka korupsi akan mungkin muncul dari tindakan-tindakan tersebut. Jika Anda, saya dan kita semua memiliki suatu itikad baik untuk membangun bangsa dengan penerapan public governance yang baik menuju bangsa yang bersih korupsi, maka sudah saatnya untuk mengurangi atau bahkan melenyapkan sama sekali aktivitas di atas, yang mungkin seringkali kita lakukan, melalui proses bertahap namun secara permanen. We are what we think, we are what we do. Tentu tidak ada yang berniat untuk menjadi koruptor nantinya, lantas tunggu apa lagi untuk berubah ke perilaku yang lebih baik?! Tentu kita juga iikut andil dan berperan dalam menentukan arah pemberantasan korupsi di Indonesia. Apakah kita akan menggeser predikat Myanmar sebagai negara terkorup ataukan merebut predikat Denmark sebagai negara terbersih di dunia?!
Ada lagi satu budaya yang harus dibenahi yaitu budaya ikut-ikutan. Ini menjadi salah satu pemicu korupsi karena liat temen hidupnya enak hasil dari korupsi maka ga pikir panjang langsung ikutan korupsi
Halow, maaf, saya ada pertanyaan, mengenai IT Fraud. Saya ingin agar di jawab, kalo bisa secepatnya. Pertanyannya, yaitu:
1. Apa itu IT fraud ? dan kalo bisa ada sumbernya. 2. Bagaimana cara mengukur IT fraud itu (beserta
sumbernya yg di dapat), Apa dimensi-dimensi
indikator dari masing-masing variabel?
3. Apa aja jenis-jenis fraud?
Makasih ya sebelumnya.
Saya tunggu jawabannya.