Badan Usaha Milik Universitas Indonesia

Verdinand Siahaan*

Saya cukup kaget membaca salah satu berita di salah satu harian nasional yang memberitakan rencana demo ratusan tukang ojek kepada rektorat UI atas penutupan gerbang Pondok Cina. Warga Tolak UI Tutup Pintu Masuk “). Untunglah protes itu akhirnya batal setelah pihak rektorat mendatangi perwakilan tukang ojek dan menjelaskan alasan penutupan pintu pondok cina kepada mereka. Rektorat UI rupanya berencana mengeraskan tanah disekitar gerbang tersebut untuk perencanaan pembangunan apartemen dosen dan mahasiswa, Selain apartemen, UI juga berencana membangun ventura-ventura lainnya seperti rumah sakit, SPBU, dll.

Enterprising university. Itulah salah satu kebijakan Rektorat UI yang baru, Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Sumantri, mengenai revitalisasi aset UI. Beliau memiliki visi untuk menjadikan UI sebagai enterprising university. Hal ini berarti UI harus mengoptimalkan seluruh aset yang dimilikinya untuk menjadi sumber pendanaan baru. Aset-aset tersebut akan dikelola menjadi unit-unit bisnis yang akan mendatangkan keuntungan ekonomi bagi UI. Begitu banyak aset strategis dan ekonomis yang dimiliki UI seperti Asrama UI, Wismarini, PGT dan juga tanah-tanah kosong yang luas yang dimiliki UI (salah satunya kawasan pondok cina). Di Indonesia, bisnis properti sedang menjadi bisnis yang diincar oleh banyak investor. UI memiliki aset tanah yang sungguh strategis dan dibutuhkan oleh kalangan masyarakat atas. Lihat saja keberadaan Restoran Mang Engking yang dibangun di sekitar danau UI dan Asrama UI. Banyak kalangan proffesional yang berbondong-bondong kesana untuk menikmati keindahan danau UI, ketenangan hutan kota sambil menyantap makanan. Ini membuktikan aset tanah yang dimiliki UI memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi.

State do business. University do business too. Kalau negara memiliki BUMN maka Universitas memiliki unit bisnisnya tersendiri. Alasan UI untuk berbisnis sangat sederhana yaitu kebutuhan dana. 200 miliar dibutuhkan UI setiap tahun dan 80%-nya berasal dari mahasiswa (BOP) dan subsidi pemerintah. Kegiatan bisnis ini diharapkan menjadi salah satu sumber pendanaan untuk menutupi kekurangan ini.

Banyak dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari pembangunan properti di wilayah UI. Pembangunan apartemen misalnya, bisa menimbulkan kemacetan akibat antrian kendaraan. UI bisa menjadi semakin padat dan sesak dengan berbagai bangunan baru. Masyarakat sekitar UI pun dapat merasakan dampak buruknya oleh pembangunan di UI seperti yang terjadi di kawasan Pondok Cina. Apabila tidak tata kelolanya tidak diperhatikan, pemanfaatan aset UI justru membawa dampak negatif. UI memang membutuhkan pemanfaatan aset ini tetapi aset harus dikelola dengan prinsip win-win solution.

Demo tukang ojek di daerah Pondok Cina mungkin menjadi awal bagi demo-demo selanjutnya apabila Rektorat tidak mampu mengelola unit bisnis ini menjadi manfaat bagi semua pihak .Secara pribadi saya mendukung terobosan Rektorat UI ini tetapi prinsip transparansi ,win-win solution harus diterapkan oleh Rektorat UI.

*Penulis adalah pemilik blog komunitas hubungan internasional, portalHI dan saat ini mahasiswa tingkat akhir Hubungan Internasional FISIP UI.

7 thoughts on “Badan Usaha Milik Universitas Indonesia”

  1. Aset yang ada aja tidak bisa dikelola dengan becus bagaimana dengan penambahan aset baru, lihat saja fisip ui yang ditinggalkan oleh Gumilar, fakultas itu penuh dengan aset-aset ekonomi baru tapi lihat keadaan WC untuk mahasiswanya ataupun lapangan futsal untuk mahasiswanya sungguh memperihatinkan.
    Gumilar sesungguhnya cuma merunut model wirausaha model orde baru yaitu membangun tanpa pengelolaan yang professional sayangnya civitas academica UI baik itu mahasiswa, karyawan, dosen, maupun masyarakat sekitar tampaknya hanya akan menjadi korban visi pembangunan yang ambisius tersebut.
    Sayangnya pula Gumilar terlalu pintar untuk mengambil hati pimpinan-pimpinan mahasiswa baik dengan tutur-katanya yang komunikatif ataupun dengan cara yang lebih nyata seperti mempekerjakan mantan pimpinan lembaga kemahasiswaan yang masih mempunyai pengaruh di kalangan pimpinan lembaga-lembaga kemahasiswaan UI di rektorat ataupun memberi beasiswa bagi mantan pimpinan lembaga kemahasiswaan ke luar negeri, coba cek saja siapa yang memfasilitasi pembiayaaan beasiswa mantan pucuk pimpinan lembaga kemahasiswaan UI yang baru periode kemarin menjabat ke singapura dan keberadaan mantan pucuk pimpinan lembaga perwakilan mahasiswa UI yang juga baru periode kemarin menjabat yang sekarang sudah bekerja di gedung rektorat sana.

    Reply
  2. hemm…masukan yang cukup bagus…
    untuk saudara Ian..
    anda benar bahwa pengelolaanya yang harus baik, bukan sekedar pembangunan yang banyak. karena bisa terkesan UI “berpesolek ria” semata.
    tapi saya fikir komen anda agak tendensius untuk mengaitkan dengan hal2 yang tidak esential…
    yang terpenting adalah apakah selama ia menjabat bisa mencegah kebijakan2 yang zhalim atau tidak..
    sebaiknya jika ada masukkan langsung saja ditulis seperti yang dilakukan Verdinand…
    dan buat teman2 yang punya kritikan dan masukkan yang baik terkait arah pengembangan UI bisa teman2 kirim ke bee_16_one@yahoo.com (e-mailnya MWA UM)….
    semoga kita selalu jadi orang yang selalu memperbaiki diri dan lingkungan kita. Hidup Mahasiswa!!

    Reply
  3. Memang benar Ian,
    percuma kalau membangun dengan biaya yang sangat mahal tetapi tidak dipertahankan dan dirawat.
    Di FISIP masih banyak WC yang sangat jorok
    (Bisa dibuktikan)

    Hidup mahasiswa!

    Reply
  4. Sebenarnya hati saya agak sedih mendengar bahwa UI semakin sesak. Kalau memang alasannya adalah pendanaan, saya sangat berharap UI kita bisa kembali menjadi Universitas bagi semua kelas ekonomi.

    UI semakin sesak dan semakin padat, saya harap mahasiswa cepat dan cermat dalam mengawasi dampaknya terhadap lingkungan.

    Terima kasih untuk Verdinand.

    Reply
  5. kalo wcnya kotor dan bau, mahasiswanya ga ada yang mau gerak, bisanya komplain dan nyalahin orang lain melulu. kalo bangsa ini rusak, mahasiswa juga paling optimal bisanya komplain sama teriak-teriak di jalan doang. bikin solusi kagak visioner dan kagak persuasif, peercuma.

    Reply

Leave a Comment