Biaya Kuliah Naik: Syarat Menjadi World Class University?

Universitas Indonesia (UI) akhir-akhir ini gencar mengkampanyekan gerakan untuk menjadi World Class university. Sebuah cita-cita yang nantinya akan membuat Universitas ini mampu bersaing dalam kancah dunia internasional. Harapan ini harus dihargai dan didukung oleh semua pihak yang terkait dengan lembaga pendidikan ini, tidak terkecuali mahasiswa sebagai salah satu stakeholder utama dan terbesar. Hal ini dikarenakan posisi tersebut dapat mengharumkan nama Indonesia serta memacu dunia pendidikan di Indonesia untuk dapat lebih baik dan menghasilkan ilmu-ilmu serta teknologi baru yang nantinya dapat bermanfaat baik di dalam maupun luar negri.

Menjadi lebih baik terutama masuk ke dalam kelas internasional tentunya memerlukan dukungan dari segi finansial maupun non-finansial. Hal ini tentunya menjadi sebuah keharusan untuk mendapatkan hal yang diinginkan tersebut. Sebuah dukungan yang tidak main-main karena harapan tersebut merupakan cita-cita yang tinggi. Dukungan non-finansial antara lain bisa berupa hasil riset yang bermutu, prestasi mahasiswa, dll. Sedangkan untuk dukungan finansial, universitas Indonesia masih memiliki sumber-sumber pendapatan dari biaya pendidikan mahasiswa, keuntungan dari ventura, serta keuntungan dari hasil-hasil riset yang ada.

Dilihat dari dukungan dari segi finansial, universitas indonesia memang masih banyak mengandalkan pendapatan dari sektor biaya pendidikan mahasiswa. Hal ini dibuktikan dengan adanya isu bahwa sekitar 80% dari total pendapatan UI adalah berasal dari mahasiswa. Sebuah jumlah yang teramat besar dan memang sangat signifikan. Tetapi isu tersebut tidaklah dapat menjadi patokan, sebab di fasilkom sendiri hanya sekitar 45% dari total pendapatan yang berasal dari mahasiswa. Begitu pula di fakultas-fakultas yang lain. Ada yang lebih besar, ada juga yang lebih kecil. Sama halnya ketika ada fakultas yang kaya dan ada fakultas yang miskin. Terlepas dari besar dan kecilnya persentase dari sektor mahasiswa terdapat satu kesimpulan yang dapat ditarik yaitu sektor ini merupakan sektor yang signifikan sehingga besar andilnya dalam menyokong biaya pengeluaran institusi ini.

Lalu ketika kita kembali membicarakan tentang perubahan ke arah world class university, tentunya dukungan finansial amatlah sangat diharapkan dapat lebih tinggi. Hal ini akan menjadikan rektorat akan melirik sektor biaya pendidikan oleh mahasiswa sebagai sektor yang signifikan. Hal ini tersirat dari pidato rektor baru UI Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Sumantri saat acara pelantikan pengurus BEM, DPM, dan MWA unsur mahasiswa universitas indonesia tahun kepengurusan 2008 pada bulan januari lalu di balai sidang BNI UI. Dalam pidatonya beliau mengisyaratkan adanya kemungkinan kenaikan biaya kuliah pada tahun ajaran baru nanti untuk mahasiswa baru nantinya. Menurut beliau hal ini dikarenakan belum maksimalnya pendapatan dari sektor ventura-ventura yang dimiliki UI, salah satunya adalah PT. Daya Makara dan rumah makan Mang Engking. Alasan lainnya adalah karena adanya tingkat inflasi yang berubah-ubah dalam perekonomian di Indonesia sehingga biaya pendidikan di UI pun harus menyesuaikan dengan keadaan inflasi tersebut. Tujuan Alasan kenaikan ini antara lain adalah ingin menyejahterakan dosen serta karyawan di UI sehingga dapat bekerja maksimal serta berbakti penuh kepada almamater ini. Sebuah pemikiran yang tidak salah memang karena dari hal tersebut dapat diciptakan iklim perkuliahan serta riset yang lebih baik.

Mahasiswa sebagai stakeholder utama dan terbesar haruslah ikut andil dalam menyelesaikan masalah ini. Walaupun hal ini masihlah wacana, tetapi perlu adanya penyikapan dari mahasiswa terhadap hal ini. Hal ini dikarenakan mahasiswalah yang nantinya akan menanggung semua dari hasil keputusan tersebut. Penyikapannya ialah antara lain dengan ikut memikirkan jalan terbaik yang seharusnya diambil oleh para pimpinan UI. Mengenai ada tidaknya keputusan penaikan biaya kuliah ini, mahasiswa memang belum bisa mengambil sikap antara menerima dan menolak. Karena di satu sisi mahasiswa ingin menjadikan kampus ini menjadi world class university, dan di sisi lain mahasiswa ingin biaya yang terjangkau, sesuai dengan prinsip ekonomi. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan akan kemanakah kita, mahasiswa perlu lagi mengkaji data-data di lapangan serta meminta kejelasan dari rektorat tentang aliran dana selama ini atau yang disebut dengan transparansi keuangan. Karena transparansi keuangan yang dapat menjelaskan ke kita tentang layakkah biaya kuliah dinaikkan serta transparansi keuangan merupakan suatu syarat agar terciptanya good governance menuju world class university.

Jikalau biaya kuliah memang akan dinaikkan tentunya hal ini akan menjadikan UI memiliki gelar kampus yang mahal. Hal ini akan kontras dengan slogan yang selama ini terlekat pada UI yaitu sebagai kampus rakyat. Walaupun selama ini proses advokasi di UI terutama di Fasilkom tergolong baik, tetapi hal ini tidaklah dapat menjadikan pandangan rakyat yang baik nantinya terhadap UI. Karena masyarakat luar tidak dapat melihat jauh kedalam, mereka hanya menilai sampulnya. Sebenarnya untuk permasalahan citra ini sudah coba dicari jalan keluarnya oleh mahasiswa selama ini yaitu dengan kampanye “Jangan Takut Masuk UI”. Kampanye ini mengumumkan bahwa tidak adanya mahasiswa yang tidak diterima oleh UI karena faktor biaya. Tetapi kampanye ini belumlah maksimal. Masalah luasnya Indonesia masih menjadi penghambat dalam kampanye ini.

Lalu apakah biaya kuliah naik adalah suatu konsekuensi dari penetapan cita-cita UI ke arah world class university? Tentulah hal ini tidak dapat dijawab sekarang. Hal ini dikarenakan kita haruslah perlu menunggu hasil laporan keuangan UI selama ini. Karena dari hasil laporan tersebut dapatlah kita simpulkan jawabannya nanti. Kalau memang baik, tentunya keputusan menaikkan biaya kuliah dapat kita terima dengan syarat. Tetapi kalau buruk, UI harus menata kembali perekonomiannya secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan suatu kondisi keuangan yang baik yang dapat melancarkan jalan kita menuju world class university.

11 thoughts on “Biaya Kuliah Naik: Syarat Menjadi World Class University?”

  1. hmmm…. wacana yang sangat menarik….
    memang merupakan dilema ketika di saat yang sama ada dua keinginan besar yang dianggap saling bertolak belakang, yaitu keinginan mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik namun tetap dengan harga yang terjangkau…
    saat ini UI sebagai BHMN (Badan Hukum Milik Negara) masih disubsidi oleh pemerintah walaupun jumlahnya telah dikurangi secara signifikan, dan kenyataannya masih dianggap mahal oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
    bayangkan bila UU BHP disahkan dimana UI akan berubah statusnya menjadi BHP (Badan Hukum Pendidikan) dengan tidak disubsidi sama sekali oleh pemerintah.
    berapa banyak lagi uang yang diperlukan untuk masuk UI? siapa yang bisa menjamin kualitas UI akan meningkat bila biaya kuliahnya ditingkatkan? masih dapat diandalkan kah sistem SPMB dengan mayoritas peminatnya golongan menengah? akan adakah jalur khusus masuk UI?
    hehee… kebanyakan yah nanya-nya?

    Reply
  2. Pengambil keputusan di UI cenderung mengambil keputusan secara tidak sistematik, keberadaan PT Daya Makara terus merugi itu wajar karena terlihat tidak ada pengelolaan yang professional bahkan cenderung merugi -informasi yang saya dapat dari dosen pajak FISIP UI-, padahal keberadaan PT Daya Makara sudah ada semenjak UI resmi menjadi BHMN. Solusinya adalah UI beserta komponen-komponen yang hidup di dalamnya harus kreatif mencari solusi bagi permasalahan pendanaan ini, salah satunya adalah dengan mencoba penggunaan pembangkit listrik tenaga surya skala kawasan dari BPPT yang bisa terkoneksi dengan jaringan listrik PLN, yang dengan ini UI bisa memangkas biaya listrik yang UI harus bayarkan ke PLN -ini dengan mengingat bahwa salah satu komponen pengeluaran UI yang cukup besar berasal dari uang yang harus dibayarkan UI kepada PLN untuk mencukupi kebutuhan listriknya, bahkan UI pernah menghutang pembayaran listriknya ke PLN-.

    Reply
  3. kabar yang gw denger, hari Rabu ini adalah pengambilan keputusan naiknya BOP ya?

    katanya juga, kenaikan BOPnya sebesar 300rb, yang berefek kepada mahasiswa baru. mahasiswa lama (2007+) tidak mengalamai kenaikan BOP.. kira2, beasiswa 1000 anak bangsa ini memang murni karena pihak rektorat ingin membantu calon2 mahasiswa baru, atau berhubungan dengan kenaikan BOP buat maba besok ya?

    Reply
  4. Emangnya bener nih mau di naikin?
    apa ga salah tuh buat maba besok? kalau diturunin gue yakin UI lebih rame peminatnya…yang sekarang aja BOP gue rasa udah sangat besar apalagi buat anak2 D3

    Reply
  5. SAYA SETUJU BOP DINAIKKAN, DENGAN SYARAT: SEMUA MAHASISWA YANG BERBUAT CURANG (DALAM UJIAN, DLL) / TIDAK SERIUS DALAM STUDI –> LANGSUNG DI DROP OUT.

    PANTASKAH ORANG YANG TIDAK MAMPU SECARA EKONOMI, DISUBSIDI OLEH YANG MAMPU, TETAPI TIDAK SERIUS BELAJAR?

    KARENA BISA KITA LIHAT BAHWA BANYAK MAHASISWA UI YANG UGAL-UGALAN, HANYA NONGKRONG KERJANYA, TIDAK BERUSAHA, UJIAN SANTAI-SANTAI TINGGAL MINTA CONTEKAN, DOSEN PUN TIDAK PEDULI.

    Reply
  6. hi ui. saya dari kampus tetangga neh. trisakti. coba galang dana dari alumni saja. karena untuk menuju world class, dukungan emang dari segala pihak. Alumni terutama. gw juga ngedukung, pengen banget liat univ.indo di deretan 20besar univ dunia. (wow) cuman kembali lagi ke sisi duid nya. kesejahteraan dosennya, dan aspek lainnya. nah solosinya, kan alumni Ui pada menjadi semua tu, kalu dikumpulin duidnya perbulan gitu, cukup gede kan? hehe.

    Reply
  7. tega bgd sih…ui BOP nya naik….
    klo begitu caranya….lama2 gak da yang mw kuliah du Ui deh…
    tolong pikirkan lagi untuk generasi masa akan datang….

    Reply
  8. sumpah !!
    gw baru sadar tenyata di anakUI.com banyak oknum2 diluar UI yg ingin menjatuhkan nama UI dan tidak suka akan prestasi UI, karana ketidakmampunnya mereka dan siapa saja bisa mengacak-acak lagi forum ini, untuk temen2 tolong hati2 dan jangan sampai ter provokasi !! ada orang LUAR yg SINIS !!

    temen temen bs lihat dri komen2 !! yg menjatuhkan UI

    awas ada anak KAMPUNG !!

    Reply
  9. *Dengan segala hormat, karena ketidaktahuan saya, tulisan saya jadi amburadul disebabkan tulisan diketik pada media lain dan baru dicopypaste (sebuah prosedur standar penghematan biaya internet) dan saya agak nggak rela tulisannya jadi nggak kebaca (saya yang bikin aja pusing baca begitu). Ini saya ketik ulang 99% sama tidak ada kalimat yang berubah (hanya ada perbaikan satu kata yang salah ketik hehe). Sekali lagi mohon maaf sebesar-besarnya. Tulisan saya:

    Saya sih nggak apa-apa naik, asal kualitas sarana & prasarana bener bisa (setidaknya hampir) jadi standar internasional. Dari kacamata saya selama ini, semua orang termasuk anak UI punya paradigma “UI IS THE BEST”. Tapi sebenarnya ini pun tergantung cara liatnya.

    Mungkin saya cuma bisa kasih contoh di FK karena saya anak FK (S1 Reguler 2007). Kita kalo ada kuliah besar (satu angkatan) biasa di Ruang Kuliah Kimia 1 (RK1)yang terletak di Salemba 4 dan dari milenium terdahulu udah ada. Kalo kuliah (apalagi kalo siang-siang)rasanya udah kayak masuk microwave, terutama karena AC sering mati. Dosen ngomong apa juga nggak jelas, karena dosennya satu, bicara via mic, keluar di speaker berjumlah mungkin 4 atau 6 (saya nggak ngitungin persis)berukuran sekitar 20x60cm (saya nggak ngukurin persis juga). Itu, melawan sekitar 230 mahasiswa (sekali lagi, saya nggak ngitungin persis setiap kuliah) yang sayangnya nggak semuanya punya sikap ‘ruang kuliah milik bersama’ (pasti pada tau lah maksudnya apa). Keadaan diperparah dengan kondisi mic yang suka nyala-mati. Inikah world class university? Inikah universitas terbaik di negeri ini?

    Lompat dari Salemba 4, kita menuju Salemba 6. Di sana, umumnya, fasilitas yang bisa dan biasa digunakan oleh mahasiswa tingkat I yaitu WC, perpustakaan,laboratorium histologi, biologi, faal, dan biokimia. WC di Salemba 6 ini yang bikin saya bingung. Nggak ada yang beres. Padahal Salemba 6 itu lokasi lobi FKUI, tempat terpasangnya tulisan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia selama puluhan tahun, dan tempat dekanat menerima tamu dari mana pun. Saya nggak kebayang kalo ada tamu kehormatan FKUI yang menggunakan WC tersebut dan saya nggak tahu mungkin memang ada WC khusus untuk tamu kehormatan. Untuk kondisi laboratoriumnya, menurut saya yang paling naas kondisinya biokimia dan histologi. Dosen saya beberapa waktu yang lalu sempat mengawas ujian yang dilakukan di laboratorium histologi dan beliau pun mengeluh. Menurut beliau, perabotan yang digunakan (kursi dan kawan-kawannya) dalam laboratorium histologi tersebut merupakan perabotan dari jaman beliau kuliah tingkat I. Kalau tidak salah, beliau angkatan EGA (alias ENAM TIGA) atau ’62 saya lupa (maaf). Hingga kini masih ada kursi rotan yang dahulu beliau gunakan untuk duduk melihat jaringan tubuh lewat mikroskop, tentunya dengan kondisi yang tak seperti dulu lagi.

    Untuk perpustakaannya, dibagi menjadi dua yaitu perpustakaan bawah (perpus bawah) di lantai dasar dan perpustakaan atas (perpus atas) di lantai paling atas. Yang disayangkan dari perpustakaan di sini adalah ketersediaan buku. Hal tersebut disampaikan oleh seorang dosen senior dari departemen faal dalam salah satu kuliahnya. Beliau mengeluhkan perihal ketersediaan dan pembaharuan buku dan betapa ironisnya bahwa hal tersebut terjadi pada perpustakaan dari fakultas kedokteran terbaik di negeri ini yang seharusnya menjadi pusat rujukan. Perkataan beliau ada benarnya juga. Perpustakaan FKUI mungkin dapat dikatakan sebagai sebuah saksi bisu perjalanan dunia kedokteran nasional dan internasional, khususnya perpus atas. Di perpus atas, dapat kita temui (dalam jumlah banyak) jurnal dan buku ajar kedokteran yang sudah sangat tua sehingga membalik halamannya pun harus dengan penuh perhatian dan kasih sayang (sebagaimana kita membalik halaman buku baru, namun beda orientasi). Ya, saya kalah tua. Padahal ilmu biomedik (saya percaya sebagaimana juga dengan keilmuan sains lain) bukanlah ilmu yang statis. Sejak setengah abad yang lalu banyak sekali kemajuan bidang biomedik dari mulai pemeriksaan DNA, sel punca, hingga terapi fotodinamik.

    Mumpung tulisan saya baru sekitar 3 paragraf ada baiknya saya berhenti karena saya di sini hanya untuk memberi komentar bukan untuk buat postingan baru. Maksud saya komentar seperti ini cuma ingin mengajak rekan-rekan melihat sisi lain dari gelar ‘universitas terbaik Indonesia’. Stagnan dengan paradigma seperti itu tanpa ikut berpacu mempersenjatai diri bersama dengan dunia luar tidak akan berartiapa-apa dalam mempertahankan gelar tersebut. Kemenangan seorang pembalap dalam sebuah balapan didukung oleh kemampuan mengemudinya dan kendaraan yang dia gunakan untuk balapan bukan? Pendapat saya pribadi, tidak apa-apa BOP naik (apalagi harga minyak mentah dunia sudah melebihi 125US$) apabila kenaikan tersebut dianggap sebagai ‘jalan terakhir’. Jadi ingat perkataan klise : uang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang. Jadi ingat juga perkataan klise : katakan hitam adalah hitam dan putih adalah putih. Setahu saya, antara warna hitam dan warna putih, masih ada warna abu-abu.

    Salam

    Reply
  10. Wah puyeng edeehh…

    Gue sih pernah baca skripsinya (atau makalah yang iseng dia buat, gua g tahu) si Sorong, jabatan dia anggota MWA atau apa gitu, gue lupa..Yang jelas dia punya semacam alternatif-altrnatif pembiayaan buat UI..Data-datanya lumayan lengkap dll..

    Masalahnya, gue itu g ngerti apa yang dia tulis! Ribet bo!

    Reply
  11. itu ilegal
    karna pihak kampus ngga transparan dalam soal keuangan
    kalo memang world class harusnya UI transparan terhadap mahasiswanya

    Reply

Leave a Comment