Bikun Oh Bikun…

(bis kuning UI – bukan yang dipakai operasional)

Kampus Universitas Indonesia Depok menempati areal seluas lebih dari hektar 300 hektar. Di areal seluas itu, tersebar sepuluh fakultas. Setidaknya kampus UI Depok dihuni oleh sekitar 40.000-an mahasiswa. Mobilitas dari satu tempat ke tempat lain di UI, tentunya menjadi kebutuhan mendasar para mahasiswa. Masalahnya adalah tidak semua mahasiswa memiliki kendaraan pribadi untuk melakukan mobilitas tersebut. Lantas, tentu sistem transportasi umum dalam kampus yang handal sangat diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan para mahasiswa tersebut.

Mungkin tidak ada seorang mahasiswapun yang tidak mengetahui keberadaan bikun alias bis kuning. Selama ini Bikun memang menjadi transportasi umum yang disediakan di areal kampus Universitas Indonesia. Murah, mudah dan nyaman, mungkin itu jargon yang didengungkan. Murah karena tidak ada kewajiban untuk membayar ongkos untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Mudah, karena mahasiswa hanya perlu menunggu di halte yang ada di tiap fakultas. Dan nyaman, karena bikun dilengkapi dengan fasilitas pendukung misalnya bangku duduk dan musik. Saat ini jumlah bikun yang ada sekitar 30 buah, namun yang layak pakai dan beroperasi berjumlah 13 buah. Bus-bus tersebut merupakan keluaran tahun 1980-an, namun ada juga yang keluaran tahun 2000-an.

Lantas, setelah sekitar lebih dari sekian puluh tahun pengoperasiannya, apakah sistem transportasi dalam kampus yang diidamkan sudah terwujud. Jawabnya adalah belum, jauh panggang dari api. Banyak sekali masalah yang selama ini dijumpai terkait dengan pengoperasian bikun tersebut. Masalah-masalah yang timbul antara lain:

1. Jadwal kedatangan bikun yang tidak tepat waktu

Mungkin tidak semua orang tahu bahwa sebetulnya kedatangan bis kuning sudah diatur sesuai dengan jadwal jam datang dan keberangkatan. Namun, walaupun sudah terjadwal, tetap saja kedatangan bikun menjadi sesuatu yang unpredictable. Seringnya mahasiswa terlantar karena harus menunggu bikun sampai hitungan jam. Terlebih lagi ketika masa liburan tiba, seringkali bikun yang beroperasi berkurang drastis dan menghilang begitu saja. Padahal ada mahasiswa di beberapa fakultas lain yang megikuti kuliah semester pendek, yang tentunya juga membutuhkan fasilitas transportasi tersebut.

2. Arogansi supir bikun

Secara personal, saya menganggap masalah ini adalah masalah yang paling krusial. Sebagai sesama komponen Universitas Indonesia, tentunya simbiosis mutualisme harus terwujud di antara komponen yang lain. Apa simbiosis yang saya maksud? Ya, secara tidak langsung gaji para supir bikun adalah sebagian proporsi biaya pendidikan yang dibayarkan oleh para mahasiswa. Jadi sudah sewajarnya jika para supir bikun ”mengabdi” untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Tentu siapapun tahu bahwa tugas supir adalah mengemudikan kendaraannya dengan menjamin aspek keselamatan dan kenyamanan para penumpangnya. Namun, sekali lagi masih banyak dijumpai beberapa supir yang bertindak arogan dan semaunya sendiri. Seringkali bikun berhenti di setiap halte hanya dalam hitungan detik. Para supir bikun yang arogan lantas langsung saja memacu bikunnya tanpa memperhatikan bahwa masih banyak mahasiswa yang berusaha menaiki bikun. Tentu, akibatnya kecelakaan penumpang sangat rawan terjadi. Jujur saya tidak tahu apa yang ada dalam pikiran para supir bikun yang arogan tersebut, ketika melihat dengan jelas masih banyak mahasiswa terutama mahasiswa wanita yang masih berada di tepi pintu bikun ketika bikun sudah mulai berlari kencang. Kadangkala, banyak juga mahasiswa yang berlari mengejar bikun. Di saat ada beberapa mahasiswa yang terengah-engah setelah berlari mengejar bikun, dan tinggal menaiki kendaraan tersebut, lantas sang supir langsung tancap gas begitu saja tanpa menghormati usaha mahasiswa itu.

3. Aspek kenyamanan yang kurang

Sebagai salah satu jenis barang publik, tentu keberadaan bikun seringkali menyebabkan moral hazard. Moral hazard dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tanpa memperhatikan keberadaan orang lain, walaupun hal itu merugikan. Seringkali mahasiswa lain berbicara keras dan tertawa terbahak-bahak dengan temannya, sedangkan di lain sisi mungkin saja mahasiswa lain butuh ketenangan dalam bikun tersebut. Aspek kenyamanan di sini misalnya kurangnya fasilitas pendukung seperti tempat duduk dan musik. Keberadaan bikun yang bisa diakses oleh masyarakat non UI juga kadangkala menyebabkan masalah misalnya masuknya para pengamen, pengemis dan bahkan pencopet, yang mungkin bagi sebagian mahasiswa mengurangi kenyamanan yang diharapkan.

Secara personal saya menganggap bahwa masalah terkait dengan arogansi beberapa supir bikun merupakan masalah krusial yang harus segera diselesaikan. Seringkali saya melihat supir bikun yang ”ugal-ugalan” dalam mengemudikan bikunnya. Lantas, tidak heran jika para mahasiswa seringkali mengomel sebagai respon pada supir tersebut. Namun, seringkali omelan tersebut tidak disampaikan secara langsung ke supir yang bersangkutan. Beberapa hari yang lalu, saya sempat mendengar mahasiswa yang protes secara frontal terhadap sikap arogansi seorang supir. ”Pak kalo bawa bikun yang ati-ati, Bapak kan kami yang bayar” intinya adalah seperti itu. Namun sikap protes tersebut malah dibalas dengan emosi dan kemarahan. Supir tersebut berkata ”Aturan dari mana itu? Tidak ada aturan seperti itu!” dengan suara lantang. Lantas sang supir membanting pintu bikun tersebut. Beberapa mahasiswa ketakutan dan langsung memutuskan untuk turun dari bikun tersebut. Terlihat sekali bahwa kita, sebagai mahasiswa, kurang memiliki bargaining power, dalam masalah ini. Lantas pertanyaannya adalah siapa membayar siapa dan siapa membutuhkan siapa. Banyak supir yang mungkin secara tidak langsung menolak ucapan terima kasih, yang selama ini menjadi konsensus sebagai “ongkos” yang dibayarkan oleh para mahasiswa.

Mungkin reward and punishment system dapat diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Dalam manajemen sumber daya manusia, Mc Gregor membagi manusia menjadi dua golongan besar yakni kelompok X dan kelompok Y (X and Y theory). Kelompok X adalah kelompok yang terdiri dari orang-orang yang malas, tidak mudah termotivasi, kurang inisiatif, cenderung melanggar aturan, tidak bertanggung jawab dan melakukan tindakan yang tidak dibenarkan berdasarkan konsensus bersama. Di lain sisi, kelompok Y adalah kelompok orang yang cepat termotivasi, punya inisiatif tinggi, proaktif, bertanggung jawab, berkomitmen dan melakukan semua aturan yang ada. Untuk memacu kelompok X. maka pemberian imbalan, penghargaan dan insentif dapat dilakukan. Sedangkan untuk kelompok Y, agar mereka tidak melanjutkan kebiasaan buruk mereka, maka punishment pantas diberikan.

Sistem reward sebenarnya sudah diterapkan oleh beberapa pihak misalnya BEM UI yang memberikan penghargaan bagi supir bikun terfavorit atau terbaik. Toh, penghargaan tersebut belum bisa memacu supir lain untuk bersikap sebagaimana mestinya. Pemberian penghargaan tersebut tentu harus terus dilakukan untuk memacu para supir bikun yang masuk dalam kelompok Y. Sedangkan pelaksanaan control and punishment system perlu dijalankan bagi kelompok Y. Secara praktikal dapat dijalankan sebagai berikut:

  1. Dibentuknya suatu unit atau bagian customer service center sebagai tempat pengaduan keluhan mahasiswa terkait dengan layanan bikun
  2. Setiap bikun diberi nomor tertentu, lantas tiap bikun dipegang oleh supir yang sama setiap harinya. Di setiap bikun ditulis atau dipasang nama sopir masing-masing
  3. Di setiap bikun ditempel stiker yang berisi hotline nomor telpon atau handphone customer service center. Dengan begitu, maka mahasiswa dapat mengadukan sopir “nakal” tanpa melakukan protes frontal yang bisa saja menyababkan perang mulut dengan sopir yang bersangkutan.
  4. Perlu diberikan sanksi tegas, misalnya dari mulai pemberian ”penghargaan supir bikun berperilaku terburuk” sampai pada opsi pemecatan. Dengan begitu para sopir akan menjaga sikapnya dalam bekerja.

Dengan adanya control and punishment system, maka akan jelas ada diferensiasi antara supir-supir yang masuk ke kelompok X dan mereka yang masuk ke kelompok Y.

Sistem transportasi kampus yang aman dan nyaman tentu harapan semua keluarga besar Universitas Indonesia. Kabar baiknya adalah rencananya bikun akan diremajakan secara fisik. Hal ini ditandai dengan diadakannya kontes desain bis kuning. Menurut salah satu sumber, desain yang memenangkan lomba tersebut akan menjadi desain bagi bis kuning yang baru, bis kampus dengan fasilitas yang lebih nyaman. Rencanananya jumlah bis kuning akan ditambah sampai berjumlah 50-an. Terkait dengan rencana pengembangan UI sebagai science park, di kampus UI akan dibangun fasilitas transportasi lain berupa jalur kereta api dalam kampus. Tentu sesuatu yang menggembirakan, walaupun realisasinya belum pasti terwujud. Yang jelas, sebelum menunggu terlaksananya kedua program baru tersebut, ada baiknya memperbaiki transportasi bikun yang ada saat ini. Dengan kerjasama dari banyak pihak tentu harapan untuk memiliki transportasi bis kuning yang aman, nyaman dan memuaskan bisa terwujud.

26 thoughts on “Bikun Oh Bikun…”

  1. Pak kalo bawa bikun yang ati-ati, Bapak kan kami yang bayar

    ya ampun, gimana bapaknya nggak marah.. kalimat ini kan ngerendahin beliau banget.. mungkin memang benar bahwa salah satu sumber pendapatan UI yang nanti dipake buat bayar supir bikun adalah dari BOP kita.. kalo emang bener2 pak supir bikun itu kita bayar sebagai supir pribadi, baru kita berhak 100% ngomong kaya gitu.. tolong gunain common sense lah, apa pantes dan sopan kita ngomong kaya gitu..

    gw sendiri emang jarang banget naik bikun, karena ada motor sendiri.. tapi setiap kali gw ikut acara2 yang perginya naik bikun UI,setiap turun dari bikun gw selalu ucapin “terimakasih pak!”..

    tentang permasalahan perbikunan itu, saya sependapat sama zauhariy.. juga solusinya yang cukup konkret.. tapi gw berpendapat bahwa sumber masalahnya bukan di supir sama sekali.. supir kan cuma karyawan yang menjalankan tugas. yg bertanggung jawab itu ya rektorat, khususnya fasilitas/umum..

    Reply
  2. kasihan Pak bikun !,
    udah kerjanya berat dihujat pula!

    inget rekan2 beliau punya anak & istri yg hrs dtungganginya !

    hanyalah mahasiswa yang ga tau diri yang mengatakan “Pak kalo bawa bikun yang ati-ati, Bapak kan kami yang bayar”

    sekali lagi yang harus dituntut adalah “otaknya” bukan “ototnya”

    smoga rekan2 bisa menuntut aspirasi dari para supir bikun

    sph

    Reply
  3. iya kesian pak bikunnya, gaji nya gak seberapa lho..
    kalo yang ugal2an sih.. gimana ya, mungkin dia kesel kali mahasiswa kalo masuk bikun tuh suka lama, kadang ngobrol dulu ato masuknya agak lelet… kadang gue suka ma sopir yang ugal2an apalagi kalo buru2 hehe..
    tapi yang gue gak suka itu masalah on-time… sebel banget deh kalo musti nunggu bikun lebih dari 15 menit! omg! mana ojek mahal pula! sepertinya malah ini masalah seriusnya!
    kalo saran dari penulis itu sepertinya susah ya untuk dipraktikan, secara dana UI sangat terbatas… mending jalur sepedanya cepet dirampungin aja dah…

    pokoknya apapun bikunnya tetep aja ‘makasih ya pak!’

    Reply
  4. Mungkin sopir bikunnya marah karena dia upahnya kurang, ayo anak UI suarakan ketidakadilan yang selama ini kalian hadapi sendiri, jangan bernada diam yang bisa diartikan menerima oleh pihak penguasa kampus yakni rektorat dan segenap antek-anteknya -Termasuk di sini mantan aktivis mahasiswa yang sekarang dikasih kerjaan di rektorat dalam rangka menjinakkan kalangan mahasiswa-. Sebenarnya banyak masalah lain di UI kita ini seperti kondisi fasilitas sanitasi yakni WC-WC di UI yang banyak yang tidak bisa berfungsi karena minimnya pengelolaan ,woy kemana larinya duit afee, BOP, dan DPKP yah? Jangan-jangan…

    Reply
  5. @ 2 (Ilman): hmmm… mungkin bahasa yang disampaikan tidak sekasar itu. Sang penulis mungkin sengaja menggunakan bahasa yang singkat agar maksudnya menjadi jelas, walau akhirnya kesingkatan itu mengesankan tulisannya kasar.

    Reply
  6. Hmm…yang bisa saya klarifikasi:

    1. Tulisan ini bukan untuk menghujat pihak tertentu. BUkanpula untuk meng-underestimate posisi profesi seseorang. Hukum sebab akibat mengatakan bila terjadi akibat tentu ada sebabnya….kalo pun ada semacam hujatan atau sindiran untuk beberapa (tidak semua) supir bikun…tentu ada alasannya. Justru itu yang harus dihargai oleh mereka, karena mereka bisa melakukan koreksi internal. Bukan malah marah dan seakan menunjukkan arogansi

    2. Terkait gaji rendah, ya mungkin ini salah satu sebabnya. Maka dari itu, control system yang saya propose (walaupun mungkin secara practical banyak pihak meragukan keberhasilannya) akan bisa membantu. Supir yang masuk Kelompok Y, akan diberi insentif (mungkin berupa bonus atau kenaikan gaji) untuk meningkatkan kinerjanya. Insentif tersbut juga mampu meng-encourage supir-supir yang masuk kelompok X

    3. Terkait simplifikasi bahasa/kalimat
    Hmmm kemaren saya mendengarnya dengan jelas….karena dikatakan dengan keras. Ya, memang kalimat tersebut dikatakan dengan bahsa campur-Indonesia dan daerah….namun saya mengerti (dan kemungkinan besar supirnya juga mengerti). Kejadian tersebut terjadi hari Kamis, tanggal 26 Juni kira-kira pukul 06.30 pas ketika bikun sampai di depan asrama . It was traumatic mungkin buat sebagian penumpang….dan saya melihat betul raut “ketakutan” dan “kekecewaan” mereka.

    Ya mungkin ini pendapat personal saya…yang bagi sebagian orang terlalu didramatisir…namun begitulah adanya….

    So no offense yaaaa

    Makasi 🙂

    Reply
  7. Sebagai alumni (feui 94, fisip 01), saya sangat kecewa mendengar hal ini. Ganti tahun, ganti pemimpin, kondisi ternyata tidak berubah. Waktu saya numpang hidup di ui dulu keadaan persis begitu. Setelah jam 12 siang sampai jam 2, menunggu biskun lewat bisa makan waktu lebih dari setengah jam. Lebih parah lagi kalau hari jumat, bis baru ada sekitar jam setengah dua.
    Dulu sempat ada survey yang dilakukan mahasiswa untuk menelaah penjadwalan biskun. Mahasiswa ditempatkan di setiap halte untuk mencatat waktu kedatangan biskun di tiap halte. Ternyata rencana ini bocor karena mahasiswa meminjam ht dari satpam dan supir biskun tahu rencana ini dari satpam. Sehingga pada hari itu sehari penuh, biskun melintas dengan frekuensi yang lebih sering. waktu paparan dengan pihak terkait seperti rektorat , supir, dan mahasiswa ricuh. tidak ada yang mau disalahkan apalagi supir. Jadi ini memang sudah jadi masalah laten dari dahulu kala. Mudah2an kalian bisa menemukan cara untuk menyelesaikannya

    Reply
  8. Pengen nanggepin soal arogansi supir bikun. Dulu gw inget banget pas masi jadi penumpang rutin bikun, ada bikun no 7 (skrng keknya udah dirotasi, so jangan dicari ye) yg supirnya galak banget. Suka marah kalo ada yg berdiri di pintu n demen ngerem mendadak. Mahasiswa2 yg naik jelas bete dong. Makanya pas turun bukannya ucapan terima kasih malah decak decak kesel gitu yg keluar. Sementara pak bikun lainnya ramah, tdk sombong, suka ngajak ngobrol. So pasti pas mahasiswa trun bikun doi menerima ucapan terima kasih yang amat sngt tulus dari para penumpang

    Ya terang aja si bpk bikun no 7 susah berubah jadi baik, wong diappreciate jasanya aja enggak (even krn kesalahan dia sendiri), ya pasti tmbh hari tmbh ga semangat aja dia nyupirin itu bikun. Kurang penghargaan sepertinya, kurang dikasi ucapan terima kasih gitu..

    the poin is, bagi kalian yg masi suka naik bikun. Searogan2nya pak supir bikun, tetep lah ngomong tengkyu pas turun, wlaupun reaksinya membuat bete (dicuekin misalnya), Sapa tau doi lama lama bisa luluh. Amin..

    Oia, dulu pernah saya ikutan SHARE, acara baksosnya BEM UI yg buat karyawan kampus (blue collar). TErnyata tingkat kesejahteraan pak bikun itu tertinggi lo diantara karyawan lainnya (cleaning service & satpam). Gajinya jauh diatas UMR (kalo ga salah diatas 1,5 jeti (correct me if i’m wrong).

    Reply
  9. klau memeng bener segitu ga mungkinlah kerjanya males2an apalagi ada supir yang uring2an!

    lain kali kalu komen jangan bikin kotroversi, disatu sisi anda mengangkat kesejahteraan para supir cukup tapi di alinea sblmnya anda mengatakan bahwa supir bikun males2an & ada yg ga ramah

    bgmna ini ?

    Reply
  10. @dimpul
    klau memeng bener segitu ga mungkinlah kerjanya males2an apalagi ada supir yang uring2an!

    lain kali kalu komen jangan bikin kotroversi, disatu sisi anda mengangkat kesejahteraan para supir cukup tapi di alinea sblmnya anda mengatakan bahwa supir bikun males2an & ada yg ga ramah

    bgmna ini ?

    Reply
  11. gw cuman ngasi tau apa yg gw tau kok, gak bermaksud apa-apa, beneran deh. Cuman berdasarkan pengalaman aja, bukan hasil pemikiran atau apalah. Itu yg gw liat. Waktu Jaman SHARE dulu, pak bikun cuman kita kasi award tapi gak diikutin acara sembako murah karena emang upahnya diatas UMR. Begitu loo

    dan gw ga pernah bilang ya kalo soal arogansi itu ada kaitannya sama upah minim.

    cheers

    Reply
  12. Sebentar lagi saya mau daftar ulang UI nih..hehehe.

    Mengenai bikun, dari sejak saya mengikuti beberapa seminar dan acara di UI, kalo nunggu di haltenya itu, lumayan lama..

    Kenapa yah??

    Bisa dijelaskan?

    Reply
  13. tman2…bikun itu memang tidak pernah direncanakan oleh pihak kampus untuk berada di UI karena kampus kita dirancang tidak untuk kendaraan bermotor alias ramah pejalan kaki.gw tau ini karena guru besar UI yang ngerancang UI sendiri yang ngomong pas gw kuliah di ars.makanya sepanjang jalan dirindangi sama pepohonan,biar jalannya ga panas..gitu!

    nah,bikunnya sendiri ada karena ‘kebaikan hati’ suatu pihak [gw lupa pastinya*maaf] yang menyumbangkan bis2 itu.[sekedar info,kasus ini sama dengan pengaaan AC di kampus]

    nah,dengan dibuatnya track sepeda [yang entah kenapa sepedanya blom ada juga,n akhirnya malah dipake buat jalan kaki],diharapkan ketergantungan akan bikun bakal berkurang…

    pokoknya kampus kita ini sebenarnya sangat ramah lingkungan dan ramah manusia..

    kata dosen gw “anak2 skarang manja,dan kmanjaan merekalah yang merusak lingkungan [alam maupun sosial].bawa mobil ke kampus,nunggu bikun,naik ojek,pake AC.lha skarang baru berkoar2 tentang penyelamatan alam.padahal smuanya bisa dimulai dengan tidak bergantung pada bikun ataupun kendaraan bermotor lain.tunggu saja,biaya parkir di UI akan saya buat seperti di mall biar mereka kapok bawa mobil ke kampus!
    buat bikun…ya masih bolehlah!udah bayar mahal2 tapi harus jalan kaki,sebenarnya kasian juga..” dan dia pun tertawa..hahaha

    sekilas info
    terimakasih

    -calonarsitekjuniorinsyaAllah-

    Reply
  14. yach…giman yach pusing sendiri, sebenarnya g bisa disalahin supir bikun aja tapi mahasiswa juga berperan penting dalam hal ini,semestinya mahasiswa dulu donk yg ngasih contoh yg baik n ramah dgn mengucapkan thx pada saat turun bikun maka dgn sendirinya supir bikun pun akan ramah. walaupun butuh waktu… ingat…
    kita itu mahasiswa yang notabenya memilik pendidikan yg tinggi d banding supir bikun( bukan bermaksud merendahkan) tapi itulah kenyataanya…so,kasih contoh yg baik dulu y…selamat mencoba

    Reply
  15. johar…oke banget nih tulisannya…sepakat, kadang sebeel banget nunggu bikun lamanya naujubillah…mungkin gak ya bapak2 bikun nya dikasih insentif berdasarkan berapa kali dia muter gt? jadi kan pada rajin2 muter tuh…

    eh, mungkin gak sih ada pembatasan bensin buat bikun jd mrk juga ga turnovernya dilama2in..ga mungkin kali ya?

    Reply
  16. beberapa hari yang lalu, teman gw jatuh dari bus dalam keadaan bus melaju kencang (sekitar kampus MIPA) dan kakinya kelindas ban. telapak kakinya sepertinya retak. masalah ini tidak sepele karena setiap kali kita naek bus, biasanya banyak para mahasiswa bergantungan di pintu bus, yang tentu saja sangat – sangat tidak aman. saya harap kejadian ini tidak akan terulang lagi, karena bisa saja kejadiannya bisa lebih parah dai pada apa yang di alami oleh temanku.. semoga pihak rektorat dan BEM UI mengambil tindakan yang tegas demi keamanan dan keselamatan para mahasiswa yang menggunakan jasa bikun.
    gw harap di taon ajaran baru yg mendatang, pelayanan bikun dan jumlah bikun ditingkatkan hingga keamanan para mahsiswa terjamin yang pasti tidak terlihat dimana banyak mahasiswa bergantungan di depan pintu bikun.

    Reply
  17. yaa itu sih gmn kesadaran supir bikunnya juga,
    ada yang asik ada yang baru gw megang gagang pintu udah tarik gas kaya need for speed.
    nyaris terbang gw..

    oya jadwal istirahatnya kapan aja sih?
    gw suka nunggu di asrama diem setengah jam lebih, eh ternyata pak supirnya ada lagi duduk² ngobrol bareng bapak ojek, nunggu penuh dulu kali ya baru berangkat

    Reply
  18. ngomong2 tentang bikun, masih pada inget janji pak rektor gak ? (kalo tidak salah di suatu moment) beliau pernah mengatakan. Nanti ketika mahasiswa baru masuk akan ada bis kuning baru. Jumlahnya sekitar 20 an. ber AC.

    tapi….

    sekarang maba dah pada mulai kuliah, tapi bikun barunya belom keliatan.

    ada yang tau gimana kabar bikun baru itu ?

    Reply
  19. #16:

    Bikun paling awal adalah hibah dari Bogasari (Indofood group). Berikutnya adalah pengadaan Poltek (bus kecil). Hibah BCA untuk S2 MM kelas sore (mungkin).

    Reply
  20. sekarang pengurus bikun ui sudah menyediakan kotak saran dan keluhan untuk bikun. semoga kedepannya kualitas layanan bikun lebih baik.

    dan tentunya butuh dukungan teman-teman semua dalam bentuk kritikan dan secara langsung melalui :
    http://mahasiswa.ui.ac.id/bikun

    Reply

Leave a Comment