Bulan Ramadhan: Menyikapi Semuanya dalam Bingkai Kesabaran

Al-Qur'an
(Ilustrasi ditambahkan Admin) (cc/flickr/Ranoush)

inspirasi ramadhan
Oleh: Dyna Fitria, Korwat Mentari SALAM UI 14
(FMIPA/Biologi/2008)

Agustus 2009

Momen-momen Ramadhan saat kuliah seperti ini menjadi pembelajaran tersendiri bagi para mahasiswa untuk lebih mengefektifkan waktu agar tidak ketinggalan berburu pahala di tengah kesibukan akademis dan berbagai macam kegiatan di luar kampus.Ya, Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ramadhan kali ini juga bertepatan pada awal masa perkuliahan semester ganjil.

Siang itu di sebuah Asrama putri.

Mencoba untuk belajar mengefektifkan waktu, gadis itu akhirnya memutuskan untuk mengerjakan tiga pekerjaan sekaligus : Membuat jurnal praktikum, merapihkan kamar, dan mencuci baju. Namun, tidak disangka-sangka, terjadi sesuatu yang akhirnya menghambat semuanya. Setelah mengisi penuh mesin cuci, dan hendak menutup kran, tidak sengaja pegangan krannya patah.

Sebenarnya ada lima kran di tempat cuci, yang empat sudah patah terlebih dahulu. Gadis itu berupaya menutup lagi kran itu, tapi upayanya sia-sia, aliran airnya begitu besar karena air yang mengalir terpusat di sana. Ia pun akhirnya mencoba mencari bantuan dengan memanggil kakak-kakak kelasnya yang masih berada di asrama, “Kakak, bantuin dong ke sini, krannya bocor…”.

Beberapa menit menunggu, tidak ada seorang pun kakak kelasnya yang datang untuk membantu. Padahal masih ada 3 orang di asrama itu. Masa sih ngga ada yang denger? Batinnya.

Karena kesal dengan kran yang tidak berhasil juga ditutupnya, dengan baju yang hampir basah semua, dengan kamarnya yang berantakan, dengan jurnal praktikum, dengan cuciannya yang belum selesai, dan dengan badan yang sudah lemas karena lapar, akhirnya ia meninggalkan kran itu terbuka.  Membiarkan ember yang sejak tadi digunakannya untuk menampung air penuh dan meluber.

Alhamdulillah… tidak lama kemudian, Ka Ratih, salah seorang kakak kelas asramanya, turun dari kamar untuk membantu. Krannya berhasil disumbat untuk sementara. Ka Ratih kemudian mengajaknya untuk menemui Ridho, marbot masjid asrama, untuk membetulkan 5 kran itu.

Sore harinya, setelah berhasil menyelesaikan semua pekerjaan, menyelesaikan urusannya dengan kran, dan menunaikan shalat ashar, gadis itu terdiam di depan sajadahnya, pikirannya masih tentang kejadian yang baru saja dialaminya. Ia merasa kalah.

Ternyata, apa yang ia pelajari selama ini tentang kesabaran belum juga bisa berhasil membuatnya sabar, bahkan untuk persoalan kran air yang kecil. Ia tidak sabar menunggu kakak kelasnya datang hingga hampir saja hatinya berburuk sangka. Ia tak sabar membetulkan kran itu sehingga membiarkan tetesan airnya terbuang mubazir! Astagfirullah…

Ka Ratih yang masih duduk di sebelahnya tersenyum sambil meledek “Kamu kenapa? Tenang aja, nanti uang buat beli krannya diganti kok, buat buka puasa nanti aku yang traktir, hehe…”

“Ah, Kakak iseng! Bukan itu, ajarin aku tentang sabar, Kak?”

Ka Ratih tersenyum lagi, kali ini lebih bijak.

“Ujian kesabaran seperti ini, masih ujian kesabaran yang kecil, Dy… Ada lebih banyak ujian kesabaran yang lebih besar di luar sana. Dan, Allah selalu tahu pelajaran apa yang paling tepat untuk masing-masing hamba-Nya agar bisa belajar sabar. Selalu yakin saja, Allah mencintai dan bersama orang-orang yang sabar. Aku juga lagi diuji nih, uang untuk semesteranku dipinjam teman. Karena untuk keperluan wisuda, aku pinjamkan setengahnya, tapi sampai hari terakhir yang dijanjikannya belum dibayar juga, dan orangnya juga ngga bisa dihubungi…”

“Terus kakak gimana? Paling ngga, teman kakak itu kasih kabar kalau belum bisa bayar. Kalau kakak di D.O gimana?”

“Ya, terpaksa aku didenda karena sudah lewat batas pembayaran. Tapi ya sudah, mungkin memang uang itu rezekinya dia, lagipula aku masih ada waktu satu semester lagi untuk nabung. Masalah bayaran kuliah, nanti juga lunas kok, ngga mungkin di D.O” Jawab Ka Ratih tenang.

Gadis itu tertegun, ujian kesabarannya hanya masalah kran kecil, tidak ada apa-apanya dibanding yang dialami Ka Ratih, atau banyak orang di luar sana dengan ujian yang mungkin jauh lebih besar. Sebuah tanda tanya terbersit dalam hatinya,”Kenapa aku belum bisa lulus dari ujian yang kecil ini?”. 

Februari 2010

Malam itu di sebuah asrama putri, dua orang kakak-beradik duduk sambil asik bercerita:

“Dy, Alhamdulillah, tabunganku cukup untuk bayar SPP semester ini, semester kemarin , juga untuk melunasi dendanya. Waktu ngurus ke bagian administrasi siang tadi, bapak yang ngurus bagian adiministrasi di kampusku bilang begini, ”Karena semester kemarin kamu cuma ambil mata kuliah skripsi dan belum selesai, jadi yang semester kemarin dikosongin aja status akademisnya dan ngga perlu bayar…””

 

***

Peristiwa kran air kecil itu, di Bulan Ramadhan itu, dan pertanyaanku waktu itu, terjawab sudah.  Aku belajar banyak dari Ka Ratih, bahwa tidak ada batasan untuk bersabar karena Allah akan memberikan balasan kepada orang yang bersabar dalam waktu yang tidak dapat dikira dan dibatasi. Yakinkan saja selalu dalam hatimu, bahwa  Allah mencintai dan bersama orang-orang yang sabar…

Dan, memang Allah selalu tahu pelajaran apa yang paling tepat untuk masing-masing hamba-Nya agar bisa belajar sabar.  Kalau tidak ada kran yang patah, mungkin aku juga tidak mendapatkan pelajaran ini..

Ya, peristiwa kran kecil di bulan Ramadhan kali itu,mengantarkanku untuk  memahami bahwa puasa mengajarkan kita lebih dari sekedar menahan lapar dan dahaga, lebih dari sekedar menahan hawa nafsu, lebih dari sekedar mengajarkan makna sabar, tapi juga mengajari kita untuk menjadi manusia yang lebih bijaksana. Bijaksana dalam bersabar, dalam mengambil setiap tindakan, dalam menunggu, dan  dalam berusaha.

Menyikapi semuanya dalam bingkai kesabaran…

Leave a Comment