Beberapa hari belakangan ini, nama Universitas Indonesia muncul menghiasi surat kabar dan layar televisi di Indonesia. Tidak seperti biasanya nama Universitas Indonesia muncul bukan karena prestasi yang di ukirnya, tetapi karena gonjang-ganjing antara UI sebagai sebuah lembaga dengan masyarakat sekitarnya.
Puncak pemberitaan itu muncul ketika terjadi pembongkaran pagar seng proyek yang menghalangi jalan yang biasa di lewati para pengendara motor di pondok cina pada tanggal 31 Maret 2008 sekitar pukul 11 siang. Sebenarnya apa yang sedang terjadi di Universitas yang sedang menuju world class university ini?
Melihat dua pendapat yang berbeda antara pihak yang ingin menutup pintu-pintu UI dengan pihak yang ingin agar pintu itu tetap seperti apa adanya memang menarik. Pihak yang ingin menutup pintu UI dalam hal ini Rektorat UI berpendapat bahwa Universitas Indonesia harus bisa menciptakan suasana nyaman dan aman bagi para penghuninya. Sementara Pihak yang ingin agar pintu-pintu tetap dibuka diwakili oleh FBMM UI (Forum Bersama Masyarakat Mitra UI) beranggapan penutupan pintu-pintu UI akan berdampak pada terganggunya perekonomian masyarakat di sekitar UI.
Pertentangan antara UI (rektorat) dengan masyarakat (FBMM UI) pun telah membuat bapak Nur Mahmudi Ismail sebagai Wali Kota Depok turun tangan langsung untuk mengatasi permasalahan ini. Beliau sudah bertemu dan beraudiensi baik dengan FBMM UI maupun Rektorat UI. FBMM UI seyogyanya adalah LSM yang didirikan semenjak 29 Mei 2006. Pendirian LSM ini ketika itu, juga berawal dari permasalah tutup menutup pintu. LSM ini muncul sebagai reaksi masyarakat atas keputusan sepihak UI (saat itu dipimpin Prof.Usman Chatib) untuk menutup pintu-pintu akses masuk ke Universitas Indonesia sebagai bagian dari kampanye safe walk. Saat itu sosialisasi penutupan dilakukan sebelum dilaksanakannya penutupan pintu, tetapi yang muncul adalah penolakan. Sehingga penutupan pintu tidak jadi dilakukan namun muncul kesepakatan untuk memberlakukan pembatasan jam buka-tutup pintu-pintu UI, yaitu pada pukul 23.00-05.00 semua akses pintu masuk ke UI kecuali Gerbatama harus ditutup. Dan mengenai penutupan pintu-pintu secara permanen akan dibicarakan pada pertemuan selanjutnya.
Mengenai kelahiran FBMM UI sendiri awalnya LSM ini akan diberi nama FBMK UI (forum Bersama Masyarakat Korban UI) namun karena terkendala pada pengesahan akta notaries maka namanya di ubah menjadi FBMM UI, ungkap H Suryadi selaku ketua FBMM UI. Masih menurut H. Suryadi, LSM ini didirikan bukan untuk menentang UI tetapi semata-mata karena kesadaran para tokoh masyarakat sekitar UI agar tidak terjadi aksi anarkisme dari warga. Karena keberadaan LSM ini bisa menjadi jembatan dialog antara pihak UI dan masyarakat sekitar UI.
Permasalahan tutup menutup pintu tidak boleh diselesaikan dengan kekerasan, ungkap beliau. Penutupan pintu-pintu UI sebagai bagian dari program peningkatan keamanan kampus merupakan hal yang baik dilakukan. Dari segi keamanan memang ada beberapa pintu UI yang terlalu berbahaya jika tidak di tutup, terutama pintu yang langsung melintas rel kereta api. Sebagai contoh pintu barel, jika kita melihat secara fisik jalan yang sering dilalui memang melintasi rel kereta api, dan perlintasan kereta apinya pun sedang dalam posisi membelok. Sehingga ketika kita menyebrang pandangan kita menjadi sangat terbatas untuk melihat adakah kereta yang sedang melaju atau tidak, tentunya perlintasan ini tidak aman karena memang perlintasan illegal (tanpa palang kereta api).
Penutupan pintu-pintu UI pun jika bertujuan mengurangi angka kriminalitas memang cukup beralasan. Memang kriminalitas atau kejahatan tidak hanya terjadi karena faktor pintu, masih banyak faktor lainnya. Namun jika kita pernah belajar Manajemen resiko keselamatan maka pengendalian faktor resiko menjadi hal yang mutlak harus dilakukan jika ingin mengurangi angka kejadian kecelakaan (dalam hal ini kriminalitas). Tujuan lain dari penutupan pintu ini adalah agar UI dapat menyaring siapa saja yang akan masuk ke kawasan UI, jadi jika selama ini banyak motor yang melawan arus, tidak memakai helm, kebut kebutan atau banyak pemancing liar di UI, orang luar kampus yang menjadikan UI menjadi tempat ber asyik masyuk, atau bahkan para pencuri yang sering beraksi di mushala dan fakultas-fakultas, hal ini bisa dikurangi dengan menutup beberapa pintu-pintu UI. Tentu saja semakin sedikit akses pintu semakin mudah untuk mengawasi siapa saja yang keluar-masuk kawasan UI.
Selain penutupan pintu-pintu UI, pembatasan kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat juga menjadi isu sensitif di mata masyarakat sekitar UI. UI menuju world class university dan green campus memang membutuhkan sebuah semangat perubahan, Kampus harus menjadi tempat yang nyaman dan kondusif untuk belajar, kampus juga harus berbenah mengurangi dampak emisi yang dihasilkan didalam kampus. UI pun memiliki prospek pembangunan moda transportasi internal kampus yang cukup baik dengan jalur bis kuning, jalur sepeda, jalur pedestrian, dan jalur trem, nantinya semua sistem transportasi itu terintegrasi dan memudahkan civitas untuk beraktifitas didalam kampus.
Namun, sebuah visi yang akan di bangun UI tersebut ternyata bersinggungan dengan system masyarakat yang ada disekitar UI. UI sebagai sebuah sistem tidak akan pernah bisa berdiri sendiri karena system UI pun berkaitan dengan sistem masyarakat disekitarnya. Kebijakan penataan kampus yang diambil oleh UI mau tidak mau berimplikasi terhadap tatanan masyarakat disekitarnya. Kebijakan penutupan pintu-pintu UI akan mengakibatkan akses masyarakat terhadap jalanan yang selama ini mereka lalui menjadi terbatas. Banyaknya warga Kukusan yang melewati UI untuk menuju Margonda atau ke Jakarta memunculkan permasalahan tersendiri ketika pintu-pintu UI akan ditutup. Mereka mau tidak mau akan berjalan memutar lebih jauh jika pintu-pintu UI di tutup.
Selain itu penutupan pintu juga mengakibatkan akses mahasiswa yang selama ini memilih untuk kost di wilayah sekitar UI menjadi lebih sulit. Jika pintu ditutup kemungkinan besar para mahasiswa akan pindah mencari rumah kost yang aksesnya lebih mudah. Kepindahan mahasiswa mengakibatkan sepinya bisnis kost dan roda perdagangan di tempat tersebut, maka perekonomian warga akan terguncang. Pembatasan kendaraan bermotor pun berimplikasi terhadap perekonomian warga, karena ternyata cukup banyak warga yang mendapatkan penghasilannya dengan mengojek, dan mayoritas pengojek adalah warga asli. Dengan dibatasinya kendaraan bermotor mau tidak mau membuat para tukang ojek ini harus mencari pekerjaan lain, padahal di zaman seperti sekarang ini sangat sulit untuk mencari pekerjaan baru. Jumlah tukang ojek pun tidak sedikit angkanya bahkan katanya mencapai angka seribu pengojek, dan mereka akan seketika menjadi pengangguran ketika motor di larang masuk kampus.
Dua pihak yang memiliki pandangan berbeda ini saling mempertahankan posisinya, sebenarnya bukan tidak mungkin pandangan ini bisa disatukan dan dicarikan solusinya. Tapi tanpa adanya kanal informasi antar dua pihak ini bagaimana bisa solusi itu ditemukan dan disepakati bersama, karena sampai saat tulisan ini ditulis belum pernah perwakilan warga (FBMM UI) bertemu langsung dengan Rektor UI (Prof. Gumilar R ) mengenai permasalahan ini. Seharusnya UI sadar bahwa sebuah kampus yang besar “world class university” bukanlah kampus yang berdiri angkuh layaknya menara gading, ia berdiri tegak tanpa memperdulikan lingkungan sekitarnya. Bukankah kampus memiliki tri darma perguruan tinggi, yang salah satunya adalah pengabdian masyarakat.
Kampus seharusnya menjadi menara air yang mampu memberikan suplai air, memberikan kesejukan bagi masyarakat disekitarnya. Jadikan masyarakat disekitarnya menjadi laboratorium untuk amal kerja nyata dari teori-teori yang didapatkan dikelas. Masyarakat pun harus sadar bahwa UI menata kampusnya memiliki maksud yang baik agar tercipta lingkungan yang nyaman dan aman bukan hanya bagi warga UI tetapi juga untuk masyarakat sekitar. Masyarakat jangan hanya menuntut ketika merasa di zhalimi, tetapi juga sadar bahwa mereka terkadang menzhalimi UI dengan membuang sampah atau limbahnya sembarangan, misal. Solusi itu akan datang dengan sendirinya ketika duduk bersama dengan kepala dingin, bersama menghilangkan ego masing-masing mencari jalan yang terbaik bagi UI dan masyarakat sekitarnya.
Janganlah melakukan intimidasi ataupun melakukan aksi-aksi anarkis. UI dan masyarakat sekitarnya seutuhnya adalah sebuah kesatuan. UI adalah kampus rakyat, dulu ketika UI pertama kali dipindahkan ke Depok oleh pemerintah, rakyat dengan berlapang dada bersedia untuk dibeli lahannya dan di pindahkan ke tempat yang baru. Karena memiliki harapan yang sama bahwa pusat ilmu pengetahuan yang berkualitas harus ada untuk melepaskan rakyat dari kebodohan dan kemiskinan. Bahkan UI dengan mahasiswanya pun beberapa kali bergerak bersama rakyat untuk perubahan yang lebih baik bagi negeri ini.
Pintu-pintu UI memang harus dikurangi, karena jumlahnya terlampau banyak. Tetapi tidak serta merta menghilangkan akses warga terhadap UI. Warga pun bersedia untuk bersama menjaga keamanan lingkungan UI. UI bisa membangun kampusnya dengan visi yang baik, tapi berikan waktu bagi warga untuk beradaptasi. Para tukang ojek pun bisa di bina oleh UI, dan mereka pun mau, sampai akhirnya nanti semua moda transportasi UI lengkap dan mereka para tukang ojek akan berkurang sendirinya secara alamiah. Bukankah akan di bangun jalan tol disamping UI ( belakang FIK ) yang nantinya juga akan dibuatkan akses bagi pengendara motor untuk menuju margonda melalui tepian antara pagar tol dan pagar UI. Rumah sakit pun nanti akan dibangun dan bisa diakses oleh masyarakat sekitar UI. Dan biarlah rumah kost, warteg, rental, dan usaha masyarakat lainnya bersaing secara sehat dengan asrama, kantin dan usaha didalam UI. Bukankah kehidupan kampus UI dan masyarakat sekitar memang harus besimbiosis mutualisme? Lalu mengapa UI dan masyarakat harus bertengkar? Ayo bermusyawarah dan bersama mencari solusinya !
Aset yang ada aja tidak bisa dikelola dengan becus bagaimana dengan penambahan aset baru, lihat saja fisip ui yang ditinggalkan oleh Gumilar, fakultas itu penuh dengan aset-aset ekonomi baru tapi lihat keadaan WC untuk mahasiswanya ataupun lapangan futsal untuk mahasiswanya sungguh memperihatinkan.
Gumilar sesungguhnya cuma merunut model wirausaha model orde baru yaitu membangun tanpa pengelolaan yang professional sayangnya civitas academica UI baik itu mahasiswa, karyawan, dosen, maupun masyarakat sekitar tampaknya hanya akan menjadi korban visi pembangunan yang ambisius tersebut.
Sayangnya pula Gumilar terlalu pintar untuk mengambil hati pimpinan-pimpinan mahasiswa baik dengan tutur-katanya yang komunikatif ataupun dengan cara yang lebih nyata seperti mempekerjakan mantan pimpinan lembaga kemahasiswaan yang masih mempunyai pengaruh di kalangan pimpinan lembaga-lembaga kemahasiswaan UI di rektorat ataupun memberi beasiswa bagi mantan pimpinan lembaga kemahasiswaan ke luar negeri, coba cek saja siapa yang memfasilitasi pembiayaaan beasiswa mantan pucuk pimpinan lembaga kemahasiswaan UI yang baru periode kemarin menjabat ke singapura dan keberadaan mantan pucuk pimpinan lembaga perwakilan mahasiswa UI yang juga baru periode kemarin menjabat yang sekarang sudah bekerja di gedung rektorat sana.
Tampaknya gumilar itu sama seperti fauzi bowo -ingat kasus TPST Modern Bojong yang gagal dijalankan- teman sealmameternya di Jerman sana mereka punya kebijakan bagus namun gagal untuk mensosialisasikan dan bekerjasama dengan masyarakat yang menjadi lingkup pelaksanaan kebijakan tersebut. Mungkin gumilar baru akan sadar bila UI menjadi Haluelo yang kedua, gw kutip Brigjen Felix Wenas dalam bukunya brimob jiwa ragaku untuk kemanusiaan, dia bilang bahwa masyarakat Indonesia itu masih didera kemiskinan baik itu yang sifatnya kultural maupun sistemik sehingga rentan untuk menjalankan kegiatan yang bersifat anarkis. Gw berpikir di negeri ini mungkin hanya dengan anarkisme massa seseorang yang menjadi pengambil kebijakan baru bisa menyadari kekeliruan yang mungkin dilakukannya.
Saya yakin penutupan pintu2 di ui memiliki tujuan yang baik. kalau mau berbicara mengenai UI sebagai kampus yang dekat dengan masyarakatnya, apakah masyarakat juga sudah mendekatkan diri dengan UI melalui sikap care terhadap mahasiswa UI.
Saya melihat justru masyarakat seperti pengelola kost, warung makan, hingga tukang ojek disekitar UI justru berkapitalisme ria terhadap setiap keperluan mahasiswa. Semua harga dipatok secara “kurang wajar” alias mahal dengan berasumsi bahwa semua anak UI adalah “anak orang kaya”. Lihat saja harga2 biaya kosan disekitar barel, ongkos ojek UI, makan di warteg yang notabene apapun lauknya rasanya tetap sama yang menerapkan harga yang ga masuk akal! Sebagai perbandingan saja, didaerah lain di Indonesia yang berada di sekitar kampus, bahkan di Jakarta sendiri, penerapan harga2 terhadap beberapa keperluan mahasiswa disekitar UI menurut saya ada kalanya cukup keterlaluan. Tindakan apalagi ini selain “pemerasan terselubung” yang dilakukan oleh masyarakat sekitar terhadap anak2 UI. Belum lagi terhadap tindakan2 kriminal yang pernah terjadi di sekitar UI. Seberapa besarkah peranan masyarakat dalam mengatasi hal ini. Lagi2 mahasiswa dan UI harus berjuang sendiri untuk menyelesaikannya.
So, apakah masih pantas masyarakat menuntut ini itu dari pihak UI tanpa pernah bercermin atas apa yang dilakukannya terhadap mahasiswa!
penutupan sebagian pintu-pintu UI memang ada baiknya, karena seperti yang dikatakan di atas bahwa hal tersebut dapat mengurangi tingkat kriminalitas yang ada dikampus-kampus UI. Dalam hal ini saya setuju adaya penutupan pintu-pintu UI.
akan tetapi yang menjadi pertanyaan buat saya adalah bagaimana nasib mahasiswa yang kos2nya deket dengan pintu2 UI.mereka pasti akan mengalami kendala….
kemudian yang perlu diperhatikan adalah pintu2 UI mana saja yang akan ditutup?ini perlu diperhatikan juga…agar tidak menyimpang dari tujuan awal penutupan pintu UI tersebut.
saya ingin menyanggah pendapat saudara Gofar yang terlalu memojokkan masyarakat yang tinggal disekitar UI. Memang tidak dapat disangkal terkadang masyarakat tersebut ada yang menyebalkan namun kan tidak semuanya seperti itu. Harga yang mahal harus juga dilihat dari ketidakstabilan perekonomian negara kita. Harga yang mahal juga dipengruhi oleh faktor2 lain…jadi mungkin masih dapat dimalkumilah. Kecuali harga tersebut emang dapat dikategorikan kelewatan BANGET!
saran saya sih penutupan bisa dilakukan tapi dengan pertimbangan yg matang agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari….!
Alasan pasti penutupan pintu-pintu UI Depok itu apa sih?
Menuju green campus? Faktor keamanan?
Klarifikasi dulu dong.
Jangan yang baca jadi terkutub pada masyarakat sekitar UI Depok atau pihak UI Depok, tanpa ada kejelasan.
+iR+
http://www.jadul.org/
sejauh yang saya tau sih, penutupan pintu itu terkait dengan masalah keamanan. seperti yang dah semuanya tau penutupan pintu ini sudah dimulai sejak 2006 lalu bersamaan dengan kampanye save walk nya UI.
sementara Kalau green campus, kalau tidak salah nantinya akan ada pembatasan kendaraan bermotor yang akan masuk ke UI baik itu roda dua maupun roda empat.
Pintu yang ditutup itu pintu yang mana aja sih?, saya kemarin lewat karet, pintunya masih dibuka namun tidak ada akses untuk pengendara motor. Bagaimana dengan pintu yang lain seperti kutek dan kukel? juga yang dibelakang poltek?. Apa ada yang tahu informasinya?
Susah juga ya kalo bener2 ditutup (orang ga bisa lewat). Ntar daerah kutek, kukel yang banyak kosan bakalan sepi penyewa dong? wah bisa mati perekonomian para warga yang tingga di daerah tsb.
terhadap pendapat sdr. Gofur, waduh mas? pernah ngecek harga ta? warteg, toko komputer, buku, assesoris di UI itu tuh muerah buanget kalo dibandingin harga2 di toko lain. Jadi kayanya ga bener kalo bilang pdagang2 tersebut mau meras anak UI. Kalo dibandingin daerah lain (luar jabodetabek) yah jelas beda. Purchasing power parity tiap daerah kan beda2 toh. CUman kalo bandingin dengan daerah jakarta lain. jelas UI masih paling murah
Mungkin, aku termasuk yang kena getahnya juga ya. Dulu tahun pertama kedua (sebelum punya SIM), aku berani bersepeda, terutama karena ada jalan belakang (lewat komp. Zeni) yang *jauh* lebih dekat.
Dengan adanya kebijakan penutupan ini, yang terus terang aja waktu pertama kali lihat aku terkejut, jalan terdekat adalah lewat belakang terus sampai Kutek atau lewat depan (dan melawan arus jalan raya Pasar Minggu menuju gerbatama. Keduanya relatif (baca: sangat) jauh, dan tentu menguras lebih banyak tenaga.
Tapi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kasus-kasus kejahatan dsb, mungkin kebijakan ini bisa membantu. Semoga ini bukan kebijakan yang tergesa-gesa, dan semoga UI tetap bisa memberi manfaat, minimal untuk masyarakat di sekitar kampus.
Terima Kasih.
aduh… pintu UI jangan ditutup total dunks… nggak tau juga kabarnya gimana siy. coz kuw kuliah di salemba. tapi, kuw nggak ngekos, dan tinggal di daerah depok. jadi setiap pagi mesti masuk UI depok juga buat ke stasiun POCIN (yang akhir-akhirnya ini aksesnya rada-rada tersendat dan bisa 10 menit sendiri terjebak sementara
kereta kuw melenggang dengan asyiknya…) atau ke stasiun UI. karena stasiun paling deket dari rumahkuw ya ke situ. dan untuk masuk UI kuw harus lewat kukel atau kutek. intinya. kalo tuw 2 pintu ditutup, masak mau muter jauh-jauh ke depok atau ke lenteng agung. ngabisin waktu aja. secara kereta nggak setiap 1 menit lewat. kalo sampe beneran di tutup. bete berat deh…
tapi, kalo emang demi keamanan siy… kuw cukup mendukung. tapi, jangan total dunk ya. diusahain kek gimana caranya biar bisa sama-sama enak…. (bener deh… makin nyusahin aja. mening ada bikun depok salemba gitu biar ongkos tambah murah… udah mesti jalan sendiri, aksesnya di persulit lagi…. ayo. buat keputusan yang bijak…)
Dimana sebenarnya posisi lembaga formal kemahasiswaan di UI terhadap hal ini apakah menjadi peliharaannya rektor atau tetap membela kepentingan mahasiswa maupun masyarakat di sekitar UI yang sekarang sedang jelas-jelas dipinggirkan oleh kebijakan rektorat semacam ini.
saya sih lebih prefer lembaga formal memfasilitasi kedua belah pihak untuk ketemu. sebenarnya kalau bicara dengan masing-masing mereka sudah ada titik-titik kmpromistis yang akan tercapai, tapi sayangnya jalur komunikasinya masih blom ada. kalau dalam kasus ini gak bisa juga, kita harus full dukung rektor atau kita harus full dukung masyarakat sekitar ui. kan bisa kita lihat masing2 ada tujuan baiknya…. jadi win-win solution aja. UI aman, masyarakat tetap nyaman.
semenjak pintu2 UI ditutup, gw jadi susah nyolong mobil ! klw motor c masih bs!
Mustinya setiap orang yang mau masuk kampus diperikasa pake pemindai (scanner) dan wajib menunjukkan KTM (untuk Mahasiswa) atau KTP (untuk Umum) dan harus jelas tujuannya apa. kalo mhs sih jelas kalo gak kuliah, yaa ngerjain tugas atawa ngurusin ukm kan…=) hehehe…
Ah, semua rencana Ui muluk-muluk banget seh!
ya, bikin Trem Lah.. ya, bikin Rumah Sakit Lah,… ya, bikin Jalur SePeda Lah,… tRus, pOhon-pOhoN diEmBat.. DuitNya MaSuk ke Kantong sTaf/PenGuruS Ui.
Inget Bung RekTor.. buAt APA kaLo SeMua ReNcaNa
“BanGun-MemBanGun” Ui KaLaU Pada akHirnya cUmaN nGanCurin LinGkunGan HiDup Ui.ga Ngefek Kale buat manusia.
Gue CuMan Mao BiLang KaLo OraNg-OraNg Kyk … MenDiNg Mati aJah!
Kagak BerManfaat Buat Umat.
Go To Hell With You’re Plan Mr. Rektor!
Coba, kita liat lg masalh di Ui. Berpaling Lah wahai Manusia dari MAKSIAT dan SYAHWAT. ENGKAU telah di-TIPU oleh DUNIA. SAKSIKANLAH ketika ENGKAU telah MATI. TUHAN AKAN MENYIKSAMU sama Kyk ELo NyiKsA MANUSIA lewat aturanmu. He,he
iya ni. ..
apalagi dtambah ada UM. .
tambah aneh aja UI. ..
Kyanya tepat,, klo kita ngmg Gumilar itu SOsiolog berotakan ekonom!!!!!huuuuuuuuuuuuuuuuuuu
g beres emang UI sekarang. ..
jadi ingat gubuk satu milyar…
gmana klo buat jembatan layang aja,jd kta bsa lewat d atas rel dengan aman…klo dana tdk ada,bisa kn patungan antara ui dengan pemkot setempat…
setuju sama dewi..kalo bisa dijalanin solusinya bagus tuh..kan gak ada yang dirugiin..masyarakat sekitar tetep bisa mencari nafkah dan penyebrang rel kereta juga lebih aman..