Sebut saja Tita, untuk kesekian kalinya menangkap basah pacarnya, Tono, sedang menggoda perempuan lain di tempat kerja. Setelah terjadi keributan kecil, Tita menegaskan pada Tono bahwa beberapa bulan sebelumnya, tepat di depan matanya sendiri, Tita juga memergoki Tono berselingkuh dengan perempuan lain di suatu Mall di Jakarta.
Kelakuan Tono ini memang sudah melewati batas, namun rasanya Tita kebingungan sendiri setelah Tono menyangkal perselingkuhannyaa tersebut dengan menuduh Tita yang berhalusinasi. Apa yang dilihatnya beberapa bulan yang lalu bukanlah dirinya melainkan orang lain, dan apa yang dilihatnya tadi hanyalah sesuatu yang dilebih-lebihkan karena Tita sudah terbakar rasa cemburu. Tita pun melunak dan mengiyakan apa yang disampaikan Tono dan memutuskan untuk menerima bulat-bulat apa yang Ia dengar, meskipun hati nuraninya berkata lain dan merasa tidak nyaman.
Lagi-lagi, May, seorang anak perempuan yang duduk di bangku kelas 11 SMA dimarahi oleh kedua orangtuanya karena Ia tidak ingin melanjutkan les ballet yang sudah Ia tekuni sejak TK. Menurutnya, mengikuti les ballet bukanlah sesuatu yang Ia inginkan, melainkan hanya obsesi kedua orangtuanya saja. Namun orangtua May tidak bisa menerima pendapatnya dan justru mengecam setiap omongan yang keluar dari mulut May. Tidak luput juga mereka menekankan bahwa May seharusnya bersyukur memiliki kesempatan ini dan sebagai anak sudah sepantasnya bagi May untuk mengikuti kehendak mereka karena mereka adalah orangtua, dan orangtua selalu benar. Berkali-kali May menangis diam-diam karena bukan hanya harus menjalankan apa yang tidak Ia sukai, tetapi Ia juga harus mengorbankan banyak hal dalam hidupnya, termasuk masa kecilnya yang banyak terbuang karena Ia habiskan dengan mengikuti pertunjukan ballet di berbagai tempat. Sekarang, May merasakan konflik batin yang luar biasa besarnya antara keinginannya sendiri dan rasa takut akan dicap tidak patuh oleh kedua orangtuanya.
Masalah yang dialami kedua tokoh di atas memang terlihat berbeda awalnya. Tita dengan pacarnya, dan May dengan orangtuanya. Usia mereka pun terpaut cukup jauh. Dan tentunya, masih banyak lagi perbedaan latar belakang yang tidak disebutkan antara kedua tokoh dalam cerita di atas. Meskipun begitu, baik Tita dan May sebenarnya menghadapi musuh yang sama, yaitu sosok yang mereka cintai terus menerus melakukan gaslighting pada mereka .
Jadi, apa itu gaslighting?
Gaslighting adalah suatu bentuk penyiksaan psikologis yang membuat si korban merasa dicuci otaknya dan mulai meragukan perasaan yang mereka miliki. Seperti misalnya, meragukan apakah mereka baik-baik saja atau tidak. Pelaku biasanya akan mengatakan bahwa korban terlalu sensitif, berhalusinasi, atau cemburu, dan masih banyak lain kata-kata yang diucapkan pelaku gaslighting untuk membuat korban meragukan pikiran dan penilaian mereka. Setelah hal ini terjadi dalam waktu yang cukup lama, korban akan kesulitan mengambil keputusan sendiri karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk berpikir rasional, dan pada akhirnya menyerahkan semuanya pada pelaku.
Dalam kesehariannya memanipulasi perasaan korban, tidak jarang seorang pelaku gaslighting melontarkan komentar-komentar positif dan juga manis pada korban. Komentar-komentar inilah yang akan membuat korban merasa tidak nyaman ketika harus menyalahkan sikap pelaku, dan ujung-ujungnya membuat korban kembali meminta maaf. Siklus ini akan terjadi setiap saat dan seseorang yang terus menerus mengalaminya akan mengalami gangguan psikologis yang cukup parah. Oleh karena itu, penting bagi korban untuk dapat dengan cepat mendeteksi fenomena ini dan segera keluar dari hubungan berbahaya ini sebelum terlambat.
BACA JUGA: Saat Semuanya Tentang Mereka
Bagaimana cara menghindari dan menghentikan gaslighting?
Pertama, coba untuk selalu memerhatikan setiap kata yang keluar dari mulut pelaku.
Seorang pelaku gaslighting hanya dapat melancarkan aksinya saat korban tidak sadar dengan apa yang sedang diperbuatnya. Saat korban mulai waspada terhadap ucapan-ucapan yang berbentuk gaslighting, seperti misalnya “Ah kamu aja yang terlalu sensitif” atau “Sudah deh, kamu aja yang terlalu berlebihan“, korban bisa langsung membalas perkataan tersebut dengan menyangkalnya dan terus menegaskan bahwa pelaku selalu menggunakan pola yang sama setiap harus membela dirinya yang bersalah.
Kedua, bangun kepercayaan diri.
Seorang pelaku gaslighting hanya bisa menarget individu-individu yang sudah sering terlihat lemah dan selalu menurut dengan perkataannya. Kepercayaan diri yang ada bisa ditunjukan dengan berani mengatakan tidak dan pergi dari hadapan pelaku. Dengan begini, pelaku akan merasa kehilangan kekuatan dan kontrolnya.
Ketiga, bicarakan permasalahan ini dengan pihak ketiga yang dapat dipercaya untuk menjadi support system
Support system disini adalah seperti anggota keluarga yang lain, teman dekat, guru, atau psikolog. Mintalah dukungan kepada mereka untuk tetap bisa menghadapi pelaku dan apa langkah selanjutnya yang sebaiknya diambil oleh kedua belah pihak.
Selalu ingat bahwa dirimu adalah bos untuk dirimu sendiri dan kamu tidak perlu orang lain yang selalu merendahkanmu untuk tetap bertahan hidup. Temukan kebahagianmu sendiri dan jaga kesehatan mentalmu untuk tetap fokus akan kemunculan gaslighting-gaslighting lainnya dari pelaku-pelaku baru. Semoga sukses!
BACA JUGA:Â Sebelum Menyesali Hidup Kamu, Baca Dulu Tulisan Ini
Daftar Isi