Indonesia dalam Balutan Globalisasi

Sangat mencengangkan menyaksikan paradoks kondisi Indonesia dari hari ke hari. Secara objektif, Arief Munandar menyatakan kondisi Indonesia sebagai bangsa yang memiliki posisi super strategis dengan Sumber Daya Alam (SDA) dan jumlah penduduk yang melimpah. Namun, di sisi lain daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) masih lemah ditandai dengan penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Tekonolgi (IPTEK) yang lemah. Segala hal tersebut diselimuti oleh sistem pemerintahan yang korup. Indonesia membutuhkan transformasi. Tanpa transformasi, rakyat Indonesia hanya akan menjadi korban yang tidak berdaya.

Melimpahnya penduduk Indonesia yang kini sudah tersebar cukup merata di beberapa pulau “terluar” Indonesia pun memberikan warna pada kehidupan Indonesia. Berbagai macam karakter unik ditemukan di belahan Indonesia seluruhnya. Segala kemajemukan tersebut disatukan dalam satu ikrar Persatuan Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Menurut Anhar Gonggong, landasan ini dipergunakan sebagai penopang pembangunan karakter bangsa sehingga diharapkan dapat membentuk karakter bangsa yang “merdeka”.

Di era globalisasi yang identik dengan “persaingan sempurna” ini menuntut kualitas masyarakat yang memadai dan “melek”. Tantangan yang dihadapi oleh generasi penerus Indonesia ialah tantangan non-konvensional. Ancaman dan gangguan dalam ranah-ranah hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya.

Seorang pakar dan pengamat ekonomi politik, Hendri Saparini, menyatakan bahwa saat ini Indonesia belum siap menghadapi perdagangan bebas dan globalisasi karena ada beberapa alasan, antara lain: pemerintah tidak mengomunikasikan dengan baik berbagai kesepakatan liberalisasi yang telah ditandatangani, Indonesia tidak mempunyai posisi negosiasi yang jelas dalam setiap perjanjian kesepakatan ekonomi, tidak ada peraturan perundangan yang mewajibkan pemerintah meminta persetujuan DPR dalam kesepaakatan dagang internasional, ketidakjelasan kebijakan ekonomi misalnya kebijakan industry dan perdagangan yang terpisah. Liberalisasi menjadi “momok” bagi sejumlah negara. Di Indonesia, ketidaksiapan menghadapi liberalisasi ditunjukkan dengan adanya berbagai isu dibutuhkannya upaya peningkatan kulitas produk dan SDM. Liberalisasi pun sebenarnya merupakan bentuk yang tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menginginkan agar konstitusi menjamin rakyat sebagai pemegang hak atas kekayaan SDA tersebut.

Suka atau tidak, Indonesia tidak akan keluar dari globalisasi. Indonesia harus mulai menyusun untuk menghadapi globalisasi berikut tantangan perang non-konvensional. Peningkatan daya saing bangsa Indonesia dan produk Indonesia, penataan ulang sistem ekonomi yang sesuai dengan UUD 1945, serta menumbuhkan kembali sense of belonging masyarakat pada Indonesia merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh untuk memperbaiki Indonesia secara mendasar.

Globalisasi untuk Indonesia …

Leave a Comment