Sumber gambar: [di sini] – Halaman 10.
KTR alias Kawasan Tanpa Rokok, sudah menjadi salah satu agenda yang terlaksana di kampus UI. Ya, yang pasti banyak orang akan setuju jika asap rokok bisa bikin batuk-batuk, terpingkal-pingkal, sesak nafas, bahkan sampai semacam penyakit yang menyeramkan, jantung dan kanker paru-paru. Begitu juga dengan kampus UI, sebagai salah satu kampus yang katanya besar dan menjadi salah satu percontohan di Indonesia. KTR, kawasan tanpa rokok, idaman sebagian besar warga UI, meski mungkin bukan termasuk saya. Ya, saya bukan perokok! Tetapi KTR UI perlu pembenahan, mengapa? Apakah saya mendukung perokok? Apakah saya ingin menjadikan bangsa ini bangsa yang berasap? Bukan, itu bukan maksud saya. Bagi saya, merokok tetaplah sebuah “pilihan”. Penghancuran Indonesia? Mungkin iya.
NB: Sebelum saya menyampaikan isi tulisan ini, saya meminta maaf kepada teman-teman yang memang alergi asap rokok, benci rokok, dan apalah yang lain. Saya tidak menganjurkan kalian untuk merokok, begitu juga saya yang hanya sebagai perokok pasif. Jika ada merk dagang yang tertera di sini, sama sekali mereka tidak membayar saya, sedikit pun. Terima kasih!
Langsung pada inti pembicaraan kali ini, yaitu tentang KTR dan pendapat saya mengenai kebijakan tersebut.
Semua berawal ketika saya bersama salah satu adik angkatan saya yang sedang menginap di kosan, saya. Saya saat itu agak pura-pura tidur karena memang agak kantuk juga, agak sedikit malas berkegiatan. Namun entah, justru adik angkatan saya itu rupanya sibuk dengan sebuah video, video tentang rokok, tapi bukan sekedar rokok. Rokok yang ada dalam video itu adalah, Kretek! The Cigarette of Indonesia, begitu kata salah satu lulusan UI (nama disembunyikan).
NB: Terkait banyaknya kutipan berikut silakan dilihat lebih lanjut pada buku berjudul Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Penghancuran Kretek (Abhisam dkk. 2011), website www.komunitaskretek.or.id atau berbagai info di internet lainnya.
Sebentar, mungkin nama Kretek kurang populer dibandingkan dengan rokok, sebagaimana kita ketahui sehari-hari. Kretek dan rokok adalah barang yang berbeda. Kretek berbeda dengan rokok secara umum karena kandungan batang cigarette-nya yang tak hanya tembakau. Berdasarkan buku dan info yang saya dapatkan, kretek memiliki komponen antara lain saus dan cengkeh, dua komponen yang paling saya ingat.
Ya, secara personal saya pernah mengalami hal ini. Dulu, ketika saya kecil saya sering menderita batuk-batuk. Begitu juga dengan beberapa kakak keponakan saya. Sebagai orang desa, saya jarang membeli obat, itu pun dibelikan oleh ibu. Sementara itu, saya sering mendapat saran agar memakan buah cengkih ketika saya sedang batuk. Saya tidak ingat detilnya seperti apa, tetapi yang saya catat sampai saat ini adalah fakta bahwa cengkih bisa menyembuhkan batuk.
Oke, ini balik lagi ke poin-poin dari dua bacaan tersebut. Kali ini tentang sejarah kemunculan kretek dengan campuran cengkih.
Kretek muncul pertama kali ketika seorang bernama Haji Djamhari, dari Kudus, Jateng, mengalami sakit dada. Haji Djamhari mengobati sakit dada ia mencoba menggunakan minyak cengkih di dada dan punggung. Hasilnya baik. Lalu, ia mencoba mengunyah cengkih, dan hasilnya semakin baik. Seolah cengkih dianggap obat, akhirnya ia mencampurkan rajangan cengkih ke dalam tembakau untuk rokok. Hasilnya penyakit itu sembuh dan ‘rokok cengkeh’ menjadi terkenal.Rokok ini dijika dibakar akan berbunyi ‘keretek-keretek’ (Jawa: Kumretek). Hal itu menyebabkan rokok cengkih dinamakan sebagai rokok kretek.
Kretek pun berkembang pesat, bahkan bisa dikatakan sudah menjadi budaya (masih menurut buku yang sama). Dan saya pun mengakui, saya sejak kecil sering mendengar ketika orang-orang di desa saya merokok, melipat sendiri, alias dalam Bahasa Jawa dinamakan “Nglinting”, sering terdengar kata “cengkih”. Selain itu, dalam skala nasional Kretek adalah komoditas ekspor dari Indonesia hampir ke seluruh penjuru dunia, termasuk saat ini Amerika [1]dan Brazil [2].
Oke, itu hanya sekelumit sejarah bagaimana kretek muncul. Hingga akhirnya perusahaan kretek skala besar muncul, sebagaimana kita tahu kita punya Sampoerna, Gudang Garam dan Djarum. Tiga yang saya sendiri menganggapnya paling populer.
Dan yang pasti, kretek berbeda dengan rokok putih. Ya, rokok putih memiliki komponen berupa tembakau murni dalam cigarette-nya. Jelas ini berbeda dengan kretek!
Nah, mungkin selama ini kita tidak pernah membedakan kretek dan rokok. Kretek itu produk asli Indonesia, sementara rokok putih saat ini kebanyakan berasal bukan dari Indonesia. “Rokok putih adalah produk kolonial!” saya berpendapat seperti itu.
Sedangkan, peraturan KTR di Indonesia selama ini tidak membedakan antara rokok putih dan kretek. Semua diberlakukan secara sama, padahal jika tanpa kretek, Indonesia akan kehilangan persaingan. Apa? Yaitu dalam dunia olahraga.
Daru Supriyono, S.H. Dalam komentarnya mengatakan bahwa kretek-lah yang sudah mendukung industri sepakbola nasional selama 20 tahun lebih. Hal itu terlepas dari prestasi dan carut-marutnya sepakbola nasional (dikutip dari tanggapan dalam buku Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Penghancuran Kretek).
Ya, ini seperti yang saya alami sendiri. Saya pernah bertanya kenapa olahraga semacam sepakbola didukung oleh merk kretek (baca: rokok Indonesia)? Saya bahkan dulu juga benci sekali ketika rokok menjadi sponsor siaran langsung sepakbola. Bukankah bulutangkis juga begitu? Itu adalah pertanyaan lain.
Dan ketika kretek bisa menjadi komoditas ekspor, tidak juga terlepas dari kebenaran efek dari kretek, saya saat ini sadar bahwa kretek (baca: rokok Indonesia) adalah suatu yang penting untuk kehidupan bangsa ini.
Beberapa hari ini santer berita mengenai pelarangan kretek di Amerika [1], yang akhirnya diikuti oleh Brazil [2]. Alasannya sederhana, karena kretek memiliki dampak berupa kecanduan karena ada komponen tambahan. Dalih bahwa kretek terlalu wangi dan sebagainya mereka gunakan, tanpa alasan yang jelas. Padahal kita tahu sejarah kemunculan kretek di Indonesia. So, jangan tertipu, ini adalah bisnis yang licik!
Saya mengutip komentar (lihat link [1]) a.n. Tri Wahyudi:
Keputusan WTO yang tepat dan memenuhi rasa keadilan, dari awal keputusan Amerika menolak kretek itu aneh bin ajaib, alasan kretek lebih merangsang perokok pemula dibanding rokok putih maupun mentol produksi Amerika juga terkesan dibuat-buat, keputusan ini kembali menegaskan adanya politik perdagangan tidak sehat yang diberlakukan pemerintah Amrik dan korbannya adalah Kretek Indonesia, mengingat kretek ini satu2nya industri di Indonesia yang handal dan tahan hantaman krisis ekonomi.
Seorang berinisial “taqin” (bukan saya) dalam link [3] berkomentar tentang Amerika mengijinkan alkohol beredar di negerinya sedangkan kretek tidak (kita juga tahu ini):
sebenarnya lebih bahaya mana antara rokok kretek sama minuman yang memabukkan??? bisa-bisanya mau menang sendiri klo mau persaingan jangan gitu donk… apa mo dijajah kayak dulu lagi……berjuanglah trus kretek Indonesia perbaiki citra rasanya…
Nah, silakan saja baca lengkap berita-berita pada link yang saya cantumkan (bisa dilihat di bawah). Perlu dipahami bahwa Amerika dan sekutunya saat ini sedang gencar menyerang kretek (baca: rokok Indonesia), tetapi dengan maksud dan tujuan yang tidak ‘semulia’ kampanye-nya selama ini.
Nah, mungkin sampai saat ini yang bingung adalah bagaimana aturan merokok? Boleh atau tidak. Entahlah, saya bukan anggota MUI yang bisa mengeluarkan fatwa halal haram. Cuma saya akan sedikit memberikan logika yang pasti semua juga sudah tahu.
Kitah tahu rokok dipercaya dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, gangguan janin, bahkan sampai impotensi. Itu dalih yang digunakan selama ini, terlepas dari berbagai keburukan lain yang sering di ungkapkan.
Saya bertanya, lalu bagaimana dengan masakan semacam ayam bakar, sate, atau daging yang mengandung lemak. Bahan pengawet? MSG? Saya juga sering mendengar, walau dalam tingkat tertentu saya tidak terlalu yakin, menyebabkan kanker. Kebanyakan makan daging mengandung kolesterol juga bisa menyebabkan pembuluh darah tersumbat, stroke, bahkan meninggal dunia.
Bukannya sama saja? Rokok menyebabkan kanker paru-paru, lemak pada daging menyebabkan stroke. Sudahlah, saya tidak ingin mendebat hal ini lebih jauh.
Lalu bagaimana dengan kebebadan untuk menghirup udara segar? Ya, benar sekali. Alasan ini adalah alasan paling kuat untuk menolak adanya orang merokok di sembarang tempat. Akan tetapi, saya sedikit mengungkit para pengguna mobil pribadi, yang asapnya minta ampun, lebih cepat memusingkan ketimbang asap rokok. Tetapi, sebagian mereka dengan bangga dan legalnya melewati jalan yang dipinggirnya melintas orang-orang. Sip, sudahlah, saya juga tidak ingin mendebat hal ini lebih jauh.
Dari berbagai uraian di atas, saya bisa mengaitkan keberadaan kretek, nasionalisme dan KTR UI (sebenarnya saya sudah tidak punya ide lagi mau menulis apa :D).
Saya mungkin sedikit berceloteh (baca berteriak senang):
KTR : KAWASAN TANPA ROKOK!
Namun,
INDONESIA ADALAH PRODUSEN KRETEK!
(dengan catatan sejarah yang perlu dipahami).
Tentu, KTR tidak akan melarang kretek, iya kan? Tentu, karena kretek berbeda dengan rokok. Bukankah kretek dengan campuran cengkih justru adalah obat yang sudah digunakan oleh Haji Djamhari?
Regulasi yang adil perlu ditegakkan oleh kampus UI sebagai salah satu kampus terdepan. Ya, mungkin KTR sekarang harus direformasi lagi, mengingatk kretek dan rokok berbeda. Lagipula, negeri kita takkan bisa berbicara di tengah krisis tanpa kretek.
Carilah yang adil, jangan seluruhnya. KTR boleh berjalan, namun sediakan ruangan khusus untuk para peng-kretek. Mungkin tidak susah bagi kampus sebesar UI untuk menyediakan ruang bagi mereka yang ingin sedikit menikmati karya anak bangsa. Silakan baca link berikut untuk mendukung pendapat ini [4].
Dan tentu tak cukup dengan itu, tentu harus ada tindak lanjut dari adanya KTR dan fenomena kretek ini. Saya yakin, UI sebagai World Research University, tidak sekedar menerima cekokan penelitian terkait kretek “sebagai salah satu warisan budaya bangsa”. Jujur sampai saat ini saya belum tahu apakah kandungan cengkih dalam kretek bisa menetralkan racun tembakau atau tidak, tetapi lagi, sejarah perlu ditilik.
Satu titipan terakhir dari saya adalah sebuah judul notes dari FB sahabat (senior) saya tentang Indonesia. Atau bisa dilihat di link [5].
“Jangan dengarkan asing!” ~ oleh Bung Karno.
Begitulah kira-kira ungkapan yang ingin disampaikan, maklum bila salah. Salam kretek! Salam Indonesia!
Bacaan dan sumber kutipan:
Buku:
Abhisam DM., H. Ary & M. Harian. 2011. Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Penghancuran Kretek. Jakarta: Penerbit Kata-Kata.
Website:
[1] http://www.antaranews.com/berita/305054/soal-rokok-kretek-wto-putuskan-amerika-bersalah
[2]http://www.tempo.co/read/news/2012/05/17/092404517/Brasil-Mau-Impor-Kretek-Asal-Bisa-Ekspor-Daging
[3]http://bisnis.vivanews.com/news/read/158274-kenapa-amerika-boikot-rokok-kretek-indonesia
[4] http://www.tempo.co/read/news/2012/04/17/063397816/Pemerintah-Wajib-Sediakan-Tempat-Khusus-Merokok
[5] http://kfk.kompas.com/blog/view/117915-Bung-Karno-dan-Politik-Minyak-Kita