Kisah Inspirasi: Berpendar dengan Sinar Kecintaan dari Langit

“Engkau disebut pemimpin
karena engkau menukarkan hakmu untuk merasa nyaman
bagi kenyamanan orang banyak

Engkau menomorakhirkan tidurmu
Bagi kedamaian tidur mereka

dan engkau menunda istirahatmu
agar yang paling kecil dari saudaramu itu
termudahkan upayanya
tuk membangun kehidupan layak

Jika itu yang mengisi pikiran dan hatimu,
engkau akan berpendar dengan sinar kecintaan dari langit

Namun,

Jika hanya penyelamatan dirimu yang menjadi kegundahanmu,
maka hanya kesantunan orang lain lah
yang menjadi pelindung sementara bagimu

–Mario Teguh–

Seorang pemimpin menyadari bahwa dirinya mempunyai hak untuk tidur, untuk istirahat, untuk bersenang-senang, dan untuk bersantai. Dan tak ada yang boleh merebut hak itu karena merebut hak adalah sebuah kezaliman.

Namun…mari kita baca kisah berikut.

Lelaki itu kelelahan. Setelah menguras energinya untuk mengubur saudaranya, ia hendak istirahat sebentar. Ia masuk ke kamar, lalu merebahkan badannya di atas kasur. Ia merasakan otot-ototnya mulai melemas. Namun, baru saja hendak memejamkan mata, ada ketukan di pintu dan ucapan salam. Ia menoleh lalu menjawab salam.

“Anakku..,” kata lelaki itu. “silakan masuk. Ada perlu apa?”

Sang anak memandang ayahnya dengan heran.

“Ayahanda..sedang apa kau di sini?”

“aku lelah setelah mengurus jenazah semalaman..aku hendak berbaring barang sebentar…,” tampaknya sang ayah memang benar-benar kelelahan. Wajahnya pucat.

Muka sang anak memerah. Terbata-bata ia bicara.

“Tapi di sana, di luar sana..,” ia menunjuk ke arah jendela kamar sang ayah. “rakyatmu telah menunggu. Banyak orang yang dizalimi meminta keadilan. Banyak orang kelaparan yang meminta makanan…dan ayahanda di sini sedang tidur?”

“Aku akan mengurus mereka setelah tidur, anakku. Aku akan tidur sebentar hingga zuhur. Setelah itu aku shalat dan aku akan keluar mengurus mereka..,” sang ayah tersenyum dengan bijak. Senang rasanya ia memiliki anak yang baik seperti ini. Namun, sekarang ia terlalu lelah.

Anak itu terdiam. Lama.

“Ayahanda…”

“Ya?,” sang ayah memperhatikan anaknya.

“Apa ayahanda yakin tetap hidup setelah zuhur?”

Maka dengan seketika sang ayah terlompat dari tempat tidurnya. Bergegas ia mendatangi sang anak dan memeluknya.

“Duhai anakku, segala puji bagi Allah yang telah memberikan dirimu sebagai partnerku dalam beragama. Engkau mengikutiku jika aku benar dan dengan berani engkau mengkritikku jika aku salah”

Sang ayah itu adalah Umar bin Abdul Aziz. Dan sang anak itu bernama Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz.

Umar bin Abdul Aziz tahu bahwa dia mempunyai hak untuk tidur saat itu. Alasannya cukup. Ia kelelahan. Ia sudah menunjukkan dedikasi dengan mengurusi jenazah khalifah sebelumnya sampai selesai. Ia seorang khalifah, maka ia bisa beristirahat semaunya.

Tapi itukah yang dilakukan Umar? Ya -tadinya….tapi sang anak masuk dan menegur sang ayah. Umar pun bangkit. Dengan sadar Umar “menomorakhirkan tidurnya bagi kedamaian tidur rakyatnya”. Dengan sadar ia menunda istirahatnya. Ia pun segera keluar menyelesaikan urusan kenegaraan.

dan engkau menunda istirahatmu
agar yang paling kecil dari saudaramu itu
termudahkan upayanya
tuk membangun kehidupan layak

Apa yang membuat seorang Umar mampu mengisi tubuhnya dengan energi yang begitu besar, padahal beberapa waktu sebelumnya ia terbaring kelelahan? Tiada lain adalah rasa cinta.

Jika itu yang mengisi pikiran dan hatimu,
engkau akan berpendar dengan sinar kecintaan dari langit

Semuanya tentang cinta, cinta, dan cinta. Ia mencintai Allah. Ia mencintai rakyatnya yang terzalimi. Ia mencintai rakyatnya yang kelaparan. Ia mencintai rakyatnya yang miskin. Ia tidak ingin mereka menderita. Ia ingin rakyatnya berbahagia. Dan Umar paham, untuk mencapai itu, tebusannya adalah waktu istirahatnya.

Wahyu Awaludin

Leave a Comment