Kita pegang janji Pak Rektor!

Halo anakUI-ers, kemarin saya browsing dan melihat sebuah artikel yang berisi janji Pak Rektor untuk Mahasiswa Baru 2009.

Rektor: Bilang UI Komersial, Itu Omong Kosong

Kamis, 2 Juli 2009 | 18:34 WIB

DEPOK, KOMPAS.com — Rektor Universitas Indonesia Profesor Gumilar Rusliwa Somantri membantah saat ini UI bersifat berubah menjadi komersial sehingga masyarakat golongan menengah bawah tidak mampu mengecap pendidikan di kampus tesebut.

“Itu omong kosong. Datang ke hadapan rektor, jangan hanya cerita-cerita yang mendiskreditkan karena kelemahannya sendiri,” ujarnya saat ditemui di Gedung Rektorat UI, Depok, Kamis (2/7).

Gumilar menjelaskan, begitu pihaknya mendapat informasi calon ada mahasiswa yang tidak melakukan pendaftaran ulang, maka pihak UI akan menelepon mereka satu per satu ditanyakan alasan kenapa tidak mendaftar ulang. “Kalau ada yang bilang enggak punya uang datangkan dia, beri dia beasiswa,” tegasnya

Menurutnya, banyak pihak yang mendiskreditkan UI, bermula dari kekecewaan calon mahasiswa karena tidak lolos ujian masuk. “Memang sering kali orang menumpahkan kekesalannya dengan cara menjelek-jelekkan UI karena dia tidak berhasil masuk UI. Yang diterima cream of the cream hanya orang-orang terbaik yang dapat masuk UI,” terangnya.

Lebih jauh ia menerangkan biaya kuliah di UI sama sekali tidak mahal, per semesternya uang kuliah yang harus dikeluarkan mahasiswa mulai dari Rp 100.000 dan yang paling mahal sebesar Rp 7.000.000.

“Saya sebagai orangtua mengalami sendiri, tiap semester orangtua membayar uang sekolah anak sekolah dan les jauh lebih mahal dari UI,” tuturnya.

Ia menilai, untuk mendapatkan pendidikan, masyarakat memang harus mengeluarkan biaya sebagai investasi.

“Kalau mau gratis dari mana dananya? Dari negara? Negara sendiri mendapat dana dari pajak yang dibayar masyarakat. Tapi, masyarakat menjadi membayar pajak secara teratur?” tanyanya.

http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/07/02/18340579/rektor.bilang.ui.komersial.itu.omong.kosong

Ngomong-ngomong, sekedar ralat, paling mahal bukan Rp7.000.000 tuh! Tapi Rp7.500.000! Ehem, entah kenapa saya merasa kasihan dengan Maba UI 09 karena saya sendiri adalah korban BOP yang “katanya” berkeadilan (baca : angkatan 2008). Ada yang harus membayar penuh karena ketika berkas-berkas dikirim lewat kantor pos ternyata tidak sampai dan yang lebih ironisnya lagi, masih ada juga yang harus membayar penuh karena tidak tahu apa-apa tentang mekanisme BOP yang sekali lagi “katanya” berkeadilan.

Siapa yang salah? Jika Anda menyalahkan Kesma BEM (baik UI atau Fakultas) Anda salah besar! Bukannya saya membela anak Kesma, tapi bukannya itu sudah tanggung jawab kita bersama untuk membantu dan menyebarluaskan sistem atau mekanisme BOP (sekali lagi) yang “katanya” berkeadilan? Masa iya sih tidak ada yang punya rasa peduli dengan adik-adik kita yang dilanda serba kebingungan? Hanya dengan mengandalkan Kesma BEM saya rasa tidak akan membantu banyak karena dengan jumlah personelnya yang terbatas harus menjawab begitu banyak pertanyaan dari Maba entah via SMS maupun telepon.

Mungkin saat ini sudah terlambat. Banyak calon mahasiswa yang tidak mendaftar ulang. Memang sih faktor-faktor mereka tidak mendaftar ulang ada banyak. Jangan dipikirkan kalau yang masih ingin mengadu nasib di SNMPTN. Yang menjadi masalah adalah tidak mendaftar ulang karena masalah biaya pendidikan. Jadi, saya mengajak kepada seluruh mahasiswa yang peduli untuk meminta daftar mahasiswa yang tidak mendaftar ulang di fakultas masing-masing dan menghubungi serta menanyakan apa alasan mereka tidak daftar ulang. Jika alasannya karena masalah biaya pendidikan, iseng-iseng saja, kita tanya untuk membuktikan janji Pak Rektor : “Apakah Pak Rektor sudah menelpon? Apakah kamu diberi beasiswa? Atau malah…dicampak-kan?”

Kalau janji yang sudah diumbar-umbarkan oleh media ini tidak terbukti alias hanya omong kosong, ini bisa menjadi batu sandungan yang sangat besar untuk Pak Rektor dan juga membuktikan kalau kampus kita ini memang komersial.

Yuk kawan, kita bantu mereka~! Kalau bukan kita, siapa lagi?

“UI! Kepal jari jadi tinju!
UI Kampusku!
Bersatu Almamaterku!
UI!!”

14 thoughts on “Kita pegang janji Pak Rektor!”

  1. Benar sekali, saya sendiri merasa sangat beruntung menjadi mahasiswa angkatan 2007, yang merasakan biaya kuliah murah.
    Dimana citra UI sebgai kampus berkualitas dengan biaya kuliah murah? Biaya kuliah di UI sudah sama mahalnya dengan Universitas-universitas swasta di Jakarta.
    Sebenarnya, dengan kenaikan harga ini, banyak anak-anak bangsa yang menjadi ragu saat ingin mendaftar di UI, karena biayanya yang semakin besar. Sayang sekali yah bila potensi-potensi bangsa tidak dapat masuk UI karena faktor biaya. Semoga beasiswa yang dijanjikan Pak Rektor benar-benar terlaksana.

    Reply
  2. dan yang lebih menyedihkan lagi uang-uang itu digunakan untuk pembangunan yang gak penting. hanya untuk membangun citra Pak Rektor aja. saya nggak rela uang BOP saya terbuang percuma begitu aja, hanya demi meningkatkan prestise. katanya untuk subsidi silang bagi mahasiswa yang tidak mampu…Tapi nonsense..itu semua omong kosong…

    Reply
  3. mm… kl bs cari klipingnya tuh dari Kompas yg versi cetaknya, jd kl qt perlu bs btl2 jelas…
    eniwei, sbnrnya di SK rektor ttg BOP jg ud ada jaminan, cb aj liat lagi.. di situ disebutin bahwa universitas menjamin dst… dgn adanya pasal ini aja mnrt sy ud cukup.. bahkan qt g perlu lg sibuk bantuin rektorat nerima2 calon maba di balairung atau PPMT.. yg penting itu stiap maba tau haknya ttg BOP, tau prosesnya, dan porsi lembaga kemahasiswaan (BEM) cukup memastikan bahwa jaminan itu betul2 ditunaikan ama rektorat.. di sini fungsi kehumasan (penyebarluasan informasi) betul2 sentral… qt (mahasiswa) ckp main di sini…
    tp kl dipikir-pikir, akan ketidakadilan itu bukan di BOPB, tp di SIMAK dan jalur ujian mandiri lainnya yg penyebaran informasinya gak merata.. kl mengutip prinsip keadilan John Rawls, ketidaksamaan (ketidakadilan) dalam ekonomi itu bukan masalah selama akses mnuju mobilitas vertikal itu merata untuk smua… skrg gmn mo ada perbaikan ekonomi dan pendidikan rakyat desa dan daerah klo akses cm terbuka bwt org kota aja? kl calon mahasiswa dari sabang sampai merauke bs ikut SIMAK dll (tanpa diganggu oleh ketidakadilan penyebaran informasi dan kemampuan membayar biaya ujian SIMAK), maka keadilan dlm pendidikan sbnrnya sudah lebih baik walaupun BOPB masih diterapkan… kita, mahasiswa, harusnya lebih tepat dalam melihat persoalan sehingga bisa menyentuh permasalahan mendasar yg sebenarnya…

    Rangga, DPM UI

    Reply
  4. +tambahan+

    konklusi:
    -masalah utama ada di pintu masuk UI, bukan di BOPB. kenapa? karena..
    -universitas sudah menjamin bhwa gda mahasiswa yg akan dikluarin krn masalah biaya
    -penyebaran informasi mengenai pintu masuk UI harus diperbaiki dan dipikirkan gmn tawaran untuk calon mahasiswa krg mampu (untuk membeli dan mengikuti ujian masuk mandiri) shingga mereka gak ragu untuk masuk UI.
    -thnx

    Reply
  5. menurut gw ttg sistem BOP berkeadilan, penentuan jumlah biaya operasional pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan orang tua, sudah cukupbagus, mencari titik adil yang bener2 adil itu sulit, tapi menurut saya ini adalaha cara yang baik
    coba kalian bandingkan dengan universitas unggulan yang lain
    ada yang mematok minimal 2 juta, 3 juta dst
    biaya masuknya ada yang minimal 5 jt bahkan ada yang minimal 40jt
    itu universitas negri
    banyak teman2 saya yang menerima uang BOP sekitar 1jt tap banyak pula yang 3 jt keats
    memang da yang senang dan yang tidak dengan keputusan BOP tersebut, tapi sekali lagi, mencari titik yang bener2 adil itu sulit
    orang kaya BOPnya sudah pasti yang maksimal
    orang yang menengah dan menengah kebawah diberi BOP yang sesuai
    dengan jaminan tidak akan ada yang keluar dari kampus kita ini hanya karena masalah uang
    itu sudah cukup menjadi jaminan dan sangat baik…

    Reply
  6. Saya sangat sependapat dengan Rangga. Maka disini saya jelaskan bahwa kita sudah dapat memastikan bahwa pihak rektorat memang betul2 tidak melaksanakan hal itu. Oleh karena itu, kita sekarang memiliki kewajiban advokasi. Makanya kita tidak hanya dapat bermain pada ranah publikasi saja, tapi juga semua ranah yang berkaitan dengan hak kawan2 kita.
    Semua permasalahan yang dikemukakan rangga memang benar dan semuanya urgen. Untuk itu, Ayo Bergerak..!!

    Reply
  7. tambahan:
    Rektor sepertinya berbohong… Soalnya dari 730-an mahasiswa SIMAK yang tidak daftar ulang, yang dihubungi rektorat tidak sampai 300 orang. bukannya dihubungi satu per satu. Kalo UI komersil, nampaknya opini itu muncul dari sistem BOPB yang memang dibuat seperti flat

    Reply
  8. Mungkin bisa juga BEM UI publish ke milis2 SMA (tata alurnya bisa lewat milis UI dulu, forward ke milis fakultas/jurusan-baru ke milis2 SMA).

    Biasanya kan ada anak UI yang promosi ke bekas SMA-nya, nah mungkin bisa disisipkan disitu.

    Atau juga bisa publish ke koran2 nasional, dll.

    Sayang sekali jika generasi2 unggul Indonesia “kabur” karena kurangnya info tentang beasiswa dan talangan2 lainnya yang sebenarnya mungkin disediakan.

    Jangan takut masuk UI!

    -FT-

    Reply
  9. Pada faktanya, mencari matrix yang bener2 adil adalah ngga mungkin.

    Berarti, BOP “Berkeadilan” memang bener2 cuma mimpi, sementara sistem ini justru mudah sekali dimanfaatkan.

    Well, kelihatan ideal. Tapi ini faktanya.
    How???

    Reply
  10. memang klo s1 reguler mungkin bisa berkeadilan,. gmn dengan nak vokasi , atau s1 internasional mereka juga kepingin kuliah di ui meskipun di jalur itu ,
    tpi knpa sepertinya jalur i2 dicekek untuk mensubsidi yang ktnya untuk berkeadilan ,. tpi parah bgt ya seperti di cekek bneran mahal banget ,. ktnya ui tidak akn mecoret karena masalah biaya gmn kalo dengan jalur vokasi atau internasional ,.

    Reply

Leave a Comment