Berita dari detikNews, di hari UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) disahkan oleh DPR. Pada hari itu, BEM UI mengadakan aksi massa untuk menolak pengesahan RUU BHP menjadi BHP.
Laurencius Simanjuntak – detikNews
Jakarta – Perwakilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengamuk dalam rapat paripurna pengesahan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Mahasiswa menuding produk hukum baru tersebut mengandung unsur liberalisasi pendidikan.
Namun mahasiswa tidak memahami benar materi tuntutan mereka. Buktinya Presiden BEM UI Edwin Nafsa Nauval yang memimpin rombongan mahasiwa UI itu tidak dapat menunjukkan bagian mana dari UU BHP mengandung unsur liberalisasi pendidikan.
“Anda sudah baca? Tunjukkan pasal mana yang mengandung liberalisasi, ” pinta Ketua Komisi Pendidikan, Irwan Prayitno, kepada Edwin yang ditemuinya di pelataran Gedung Nusantara II, MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (17/12/2008) .
Edwin tidak mampu menjawab langsung pertanyaan Irwan. “Pada intinya undang-undang ini secara filosofis dan sosiologis tidak berpihak pada rakyat,” jawab dia diplomatis.
“Jangan intinya, tunjukkan pasal mana?” desak Irwan.
Presiden BEM UI itu pun tak menjawab pasal berapa yang memuat liberalisasi pendidikan. Karena itula Irwan menduga mahasiswa tidak mengikuti secara intensif proses pembahasan dan membaca keseluruhan draft RUU yang paling terbaru yang rampung pada Rabu 10 Desember 2008.
“Lha ini baca yang 1 Desember, padahal perubahan tiap minggu,” sindir Irwan menanggapi mahasiswa yang mengaku membaca draf tertanggal 1 Desember 2008.
Subhanallah… sungguh memalukan
Gigih Gesang 080500843
kalo memang menurut edwin intinya adalah “Pada intinya undang-undang ini secara filosofis dan sosiologis tidak berpihak pada rakyat”
lalu kenapa memakai jargon, “liberalisasi pendidikan” sebagai amunisi?
kemungkinan jargon itu bukan orisinal dari pikiran edwin sehingga dia tidak punya traceability ke filosofisnya…
sayang sekali memang, niatnya baik tapi strateginya kurang matang
udah pada baca UU BHPnya belum?
kalo engga ada pasal liberalisasi, apakah itu berarti engga ada pasal yang memberatkan rakyat miskin? apakah pasal yang menyebutkan pailitnya institusi pendidikan itu berpihak pada rakyat?
mohon penjelasannya sebelum (lagi-lagi) nyerang BEM UI
Subhanallah..Gigih Gesang..
kemaren2 kemana aja, kok baru keliatan?
katanya nasionalis sejati..kok baru muncul pas ada masalah..
ah,wajarlah..
ato jgn2 mas gigih baru dapet draft-nya kemaren2 juga ya..
ah,panteslah.. ga pa2 kok. jumat kemarin dibagi2in gratis di stasiun UI tuh..lumayan ga perlu keluar duit buat fotokopi.
isi RUU BHP apa c????
gw ga sempet baca koran n nonton berita…..
marilah kita membahas berita yang disajikan, bukan membahas siapa penulisnya [argumentum ad hominem]
kayaknya mas gesang jadi korban media nih….tanpa melihat bagaimana latar belakang dan situasi kondisi yang terjadi….
“kayak gosip” ajah….
oke…saya yang saat itu kebetulan ada disana,,,saya tahu benar bagaimana kondisinya…saya sebagai seorang mahasiswa baru…tahu benar bagaimana perjuangan disna dan sangat tidak benar jika dikatakan kita kurang persiapan ataupun tidak mempersiapkan sama sekali….
Saya tahu benar apa yang dilakukan bang Edwin disana…dan saya sangat kecewa sekali jika perjuangan ini dibilang sia-sia atupun sangat memalukan….,,
perjuangan untuk meng”cancel” masalah BHP mungkin lebih penting daripada mas gesang membuat informasi yang malah memecah tanpa dasar kuat seperti ini….
sekali lagi sebagai seorang mahasiswa baru saya lebih menghargai segala bentuk perjuangan yang lebih bermakna dan riil untuk menolak Undang-undang ini..,,,dari pada cuma ngomong duank tanpa arti apa2 untuk Undang2 BHP…
Pernah gw buat tulisan tentang UU BHP di situs ini yang jelas UU BHP itu adalah bagian turunan dari UU Sisdiknas jadi bagaimanapun UU BHP itu harus ada. Semisal ada yang bilang bahwa UU BHP itu kurang melindungi kepentingan orang banyak tolong dong sebutin itu di pasal mana lewat diskusi yang muncul di situs ini, biar jadi pendidikan dan sosialisasi bagi orang-orang yang masih peduli nasib pendidikan baik yang mahasiswa maupun yang bukan mahasiswa lagi. Tolong tunjukkan kelemahan UU BHP lewat situs ini wahai para penentangnya.
menurut saya lebih baik bagi kita untuk melihat masalah dari dua sudut pandang. Berita di media massa jangan ditelan mentah-mentah bung!
Udah minta klarifikasi dari pihak BEM UI belum? Kalaupun berita itu benar, seharusnya itu bukan dijadikan “alat” untuk memojokkan BEM UI. Tapi, jadi bahan evaluasi perjalanan BEM UI ke depan.
~jadi teringat diskusi singkat dengan Toha, K3 FKM angkatan 2004 yang jadi salah satu petinggi BEM UI periode ini, terkait UU BHP. Sayangnya, saya ga bisa menceritakan lengkap isinya.
SETUJU SEKALI dengan #1. Tapi detik memang positioningnya bukan terakurat, tapi TERCEPAT. Jadi perlu yg namanya klarifikasi. Cuma bener, apapun itu, kalau MEMANG BENAR, ya, memalukan.
salam.
setuju ama #7 dan salman..
jangan mentah2 nelen berita dari media mas!
dalam pemberitaan, diksi 1 kata saja bisa mmbuat aura brbeda pada kalimat yg sama. padahal, masih ada kemungkinan si penulis berita mmbubuhkan subjektifitasnya..
ok, back to topic,
saya sdh baca RUU BHP, dibanding liberalisasi saya lebih menyoroti ke pasal2 yg mengatakan bahwa masing2 BHP nantinya benar2 “dipegang” oleh si pemiliknya BAHKAN HINGGA KE KURIKULUMNYA!!!!! bisa dibayangkan bukan seperti apa nantinya BHP2 yg dimiliki oleh orang2 yg memiliki kpentingan2 trtentu.
“BHP gw, terserah gw donk mo ngatur mata ajar apa aja yg bakal ada di BHP gw!”
ini yg saya pribadi lebih khawatirkan.
Baik, saya mmng blm memiliki UU BHP yg sdh disahkan, jika rekan2 punya, sudilah men-share nya di sini.apakah mmg ada perbaikan atau tidak. jika tidak, maka CELAKALAH PENDIDIKAN INDONESIA!
Pada nyalahin media, jadi faktanya Yang Mulia Edwin ngejawab pertanyaannya waktu itu?
Kalau memang ada pasal yang memberatkan rakyat miskin, kenapa ga disebutin aja sama Yang Mulia Edwin waktu ditanya? 🙂
Ehm…kalau dilihat dari pasal-pasal yang ada di UU BHP emang gak ada masalah..Tapi coba lihat deh..
BHP dapat mendirikan badan usaha berbadan hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan untuk memenuhi pendanaan pendidikan
Pasal 38
BHP mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi
peserta didik yang kurang mampu secara ekonomi dan/atau peserta didik
yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20% dari jumlah
seluruh peserta didik di dalam satuan pendidikan yang diselenggarakannya –> masyarakat miskin ada lebih dr 20%…
Pasal 47
Tenaga BHP berstatus pegawai negeri sipil yang dipekerjakan dan/ atau
pegawai non-pemerintah. –> ini nih yang jadi rancu..masa PNS statusnya bisa disamakan pegawai swasta??
Pasal 49
BHP bubar karena:
a. jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar BHP berakhir;
b. tujuan BHP yang ditetapkan dalam anggaran dasar BHP tidak atau sudah
tercapai;
c. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
berdasarkan alasan:
1) BHP melanggar ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan
perundang-undangan;
2) BHP tidak mampu membayar hutangnya setelah dinyatakan pailit;
dan/atau
3) harta kekayaan BHP tidak cukup untuk melunasi hutangnya setelah
pernyataan pailit dicabut.
Pasal 50
(1) Dalam hal BHP bubar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, BHP:
a. wajib diikuti dengan likuidasi; dan
b. tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan
untuk pemberesan semua urusan BHP dalam rangka likuidasi.
(2) Dalam hal BHP bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 huruf a dan huruf b, organ penentu kebijakan umum tertinggi
menunjuk likuidator untuk menyelesaikan penanganan kekayaan BHP.
(3) Dalam hal BHP bubar karena putusan pengadilan, pengadilan menunjuk
likuidator untuk menyelesaikan penanganan kekayaan BHP.
(4) Dalam hal BHP bubar karena pailit, berlaku peraturan perundang-
undangan di bidang kepailitan.
—> HEBAT! Nanti UI bisa pailit donk~ trus kalo udah pailit siswanya dikemanain??
Pasal 56
(1) Yayasan, perkumpulan, badan hukum di bidang pendidikan, dan badan
hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal
sebelum Undang-Undang ini berlaku diakui keberadaannya sebagai BHP
penyelenggara berbentuk BHPM –> instansi pendidikan negeri masa disamakan dan disetarakan dengan instansi swasta??
Saya yakin edwin bisa jawab.. tapi waktu itu bukannya lagi rusuh ya? gimana caranya lagi didorong2 sama keamanan dpr terus ngebahas pasal? liat aja di tv kondisinya..
saya aja tau pasal berapa.. coba cek pasal 11, 41, 45, n 57.. pasal2 tersebut merujuk ke masalah dana yang intinya bukan hanya negara yang nanggung.. dana bisa dengan cara si bhp ikut maen saham atau bhp menjual saham pemilikan kepada orang lain.. bisa dibilang penanaman modal lah..
monggo lho di cek..
Berarti kalau memang nanti ada yang berminat judicial review itu undang-undang berarti hanya pada pasal-pasal yang bermasalah bukan, tidak untuk mengeliminasi keperluan adanya produk perundang-undangan tersebut.
Ada yang tahu isi lengkap dari UU BHP nggak?? kalo ada yang tahu tolong posting doong..
sebenernya gw ga sekolah di UI dan ga sekolah di indonesia he he. Tp gw liat BHP itu mirip banget sama perundangan di negara gw tinggal ini *singapore*
Marta Andika
School of Electrical Electronics Engineering
Nanyang Technological University
Analisa RUU BHP dari BEM UI 2008
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
BADAN HUKUM PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi perguruan tinggi pada pendidikan tinggi;
b. bahwa otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dapat diwujudkan, jika penyelenggara atau satuan pendidikan formal berbentuk badan hukum pendidikan, yang berfungsi memberikan pelayanan yang adil dan bermutu kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan nasional;
c. bahwa agar badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf b, menjadi landasan hukum bagi penyelenggara atau satuan pendidikan dalam mengelola pendidikan formal, maka badan hukum pendidikan tersebut perlu diatur dengan undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN HUKUM
PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Badan hukum pendidikan adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal.
2. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah yang selanjutnya disebut BHPP adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh Pemerintah.
3. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut BHPPD adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh pemerintah daerah.
4. Badan Hukum Pendidikan Masyarakat yang selanjutnya disebut BHPM adalah badan hukum pendidikan yang didirikan oleh masyarakat.
5. Badan hukum pendidikan penyelenggara, yang selanjutnya disebut BHP Penyelenggara adalah yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan diakui sebagai badan hukum pendidikan.
6. Pendiri adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang mendirikan badan
hukum pendidikan.
7. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non-pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
8. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal.
9. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
10. Organ badan hukum pendidikan adalah unit organisasi yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama, sesuai dengan tujuan badan hukum pendidikan.
11. Pemimpin organ pengelola pendidikan adalah pejabat yang memimpin pengelolaan pendidikan dengan sebutan kepala sekolah/madrasah atau sebutan lain pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, atau rektor untuk universitas/ institut, ketua untuk sekolah tinggi, atau direktur untuk politeknik/akademi pada pendidikan tinggi.
12. Pimpinan organ pengelola pendidikan adalah pemimpin organ pengelola pendidikan dan semua pejabat di bawahnya yang diangkat dan/atau ditetapkan oleh pemimpin organ pengelola pendidikan atau ditetapkan lain sesuai anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan.
13. Pendanaan pendidikan yang selanjutnya disebut pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan formal.
14. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
15. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
16. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan nasional.
Pasal 1
Cukup jelas.
BAB II
FUNGSI, TUJUAN, DAN PRINSIP
Pasal 2
Badan hukum pendidikan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada peserta didik.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Badan hukum pendidikan bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.
Yang dimaksud dengan otonomi perguruan tinggi adalah kemandirian perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya.
Pasal 4
(1) **Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.
(2) Pengelolaan pendidikan formal secara keseluruhan oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip:
a. Otonomi, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan secara mandiri baik dalam bidang akademik maupun non-akademik,
b. Akuntabilitas, yaitu kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawab kan semua kegiatan yang dijalankan badan hukum pendidikan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
c. Transparansi, yaitu keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar pelaporan yang berlaku kepada pemangku kepentingan,
d. Penjaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik dalam memberikan layanan pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, serta dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara berkelanjutan,
e. Layanan prima, yaitu orientasi dan komitmen untuk memberikan layanan pendidikan formal yang terbaik demi kepuasan pemangku kepentingan, terutama peserta didik,
f. Akses yang berkeadilan, yaitu memberikan layanan pendidikan formal kepada calon peserta didik dan peserta didik, tanpa memandang latar belakang agama, ras, etnis, gender, status sosial, dan kemampuan ekonominya,
à akses yang berkeadilan masih dipertanyakan sebab pada ketentuan di dalam RUU/UU BHP kewajiban BHP/Satuan pendidikan untuk menerima “mahasiswa pandai namun tidak mampu” hanya 20%, hal ini dapat dilihat pada dirumuskannya ketentuan dengan kata-kata “minimal 20%” (lihat Pasal 46 ayat (1) RUU/UU BHP) ini akan menjadi exit strategy bagi BHP untuk membatasi jumlah penerimaan mahasiswa tidak mampu hanya pada angka 20% saja di sisi lain terdapat benturan kepentingan antara BHP dengan dengan calon mahasiswa / mahasiswa / siswa
/ masyarakat yang menurut ketentuan UU BHP harus ikut menanggung biaya pendidikan maksimal 30% (lihat Pasal 41 RUU/UU BHP) untuk dapat menarik sumber pendanaan dari calon mahasiswa / mahasiswa / siswa / masyarakat, hal ini akan menjadikan secara langsung maupun tidak langsung kemampuan ekonomi calon mahasiswa / siswa menjadi salah satu bahan seleksi bagi BHP/satuan pendidikan untuk menerima calon mahasiswa / siswa tersebut masuk menjadi peserta didik. Exit strategy inilah yang dapat menjadi alasan yang dimungkinkan menurut UU ini bagi BHP/ satuan pendidikan untuk mengelak dari tanggungjawab untuk menerapkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf f.
Sebagai contoh kasus di dalam penerimaan mahasiswa baru suatu Universitas pada formulir pendaftarannya tercantum kalusula “berapa besar jumlah sumbangan biaya pendidikan yang disanggupi oleh calon mahasiswa jika mereka lulus tes masuk/ diterima menjadi peserta didik?” (hal ini pernah ditemukan pada formulir UM UGM), hal ini jelas merupakan suatu deteksi awal dari pihak satuan pendidikan untuk mengenali bagaimanakah kemampuan ekonomi yang dimiliki calon mahasiswa bersangkutan, hal ini dapat disalahgunakan oleh BHP/satuan pendidikan untuk melakukan seleksi penerimaan calon mahasiswa baru berdasarkan kemampuan ekonomi sebab hasil (nilai) tes masuk tidak pernah diumumkan secara terbuka ( pengumuman hanya menyebut nama, nomor peserta, dan jurusan/ fakultas di mana ia diterima), di sisi lain kewajiban untuk menerima calon peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi hanya “minimal” 20% saja, lalu bagaimana jika jumlah calon peserta didik yang tidak mampu dan lolos tes seleksi masuk misalnya berjumlah 60% maka bagi BHP/satuan pendidikan tidak ada kewajiban untuk menerima semua 60% calon peserta didik yang lolos tes seleksi masuk tersebut.
Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia karena adanya pembatasan akses ke pelayanan pendidikan terhadap masyarakat sesuai dengan ketentuan Pasal 12 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan
“Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, utnuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”
serta pelanggaran atas hak konstitusional Warga Negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 28C ayat (1) UUD Negara RI perubahan kedua yang menyatakan
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
g. Keberagaman, yaitu kepekaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai perbedaan pemangku
kepentingan yang bersumber dari kekhasan agama, ras, etnis, dan budaya,
h. Keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan formal kepada peserta didik secara terus-menerus, dengan menerapkan pola manajemen yang mampu menjamin keberlanjutan layanan, dan
i. Partisipasi atas tanggung jawab negara, yaitu keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tanggung jawab negara.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
BAB III
JENIS, BENTUK, PENDIRIAN, DAN PENGESAHAN
Pasal 5
(1) Jenis badan hukum pendidikan terdiri atas BHP Penyelenggara dan badan hukum pendidikan satuan pendidikan.
(2) BHP Penyelenggara merupakan jenis badan hukum pendidikan pada penyelenggara, yang menyelenggarakan 1 (satu) atau lebih satuan pendidikan formal.
(3) Badan hukum pendidikan satuan pendidikan merupakan jenis badan hukum pendidikan pada satuan pendidikan formal.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan satu atau lebih satuan pendidikan formal dapat meliputi semua jenjang dan jenis pendidikan formal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
(1) Bentuk badan hukum pendidikan satuan pendidikan terdiri atas BHPP, BHPPD, dan BHPM.
(2) BHPP, BHPPD, dan BHPM hanya mengelola satu satuan pendidikan formal.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
(1) BHPP didirikan oleh Pemerintah dengan peraturan pemerintah atas usul Menteri.
(2) BHPPD didirikan oleh pemerintah daerah dengan peraturan gubernur atau peraturan bupati/walikota.
(3) BHPM didirikan oleh masyarakat dengan akta notaris yang disahkan oleh Menteri.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
(1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang telah didirikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dan telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan berakreditasi A berbentuk badan hukum pendidikan.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang telah didirikan oleh Pemerintah berbentuk badan hukum pendidikan.
(3) Yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis, yang diakui sebagai badan hukum pendidikan tidak perlu mengubah bentuknya untuk jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam akta pendirian yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis tersebut.
Badan hukum lain yang sejenis antara lain adalah organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 9
(1) BHP Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan.
(2) BHP Penyelenggara dapat mengubah bentuk satuan pendidikannya menjadi BHPM.
Pasal 9
Ayat (1)
penambahan satuan pendidikan oleh BHP Penyelenggara harus berbentuk BHPM.
Ayat (2)
Pengubahan bentuk satuan pendidikan yang telah diselenggarakan oleh yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dilakukan oleh BHP Penyelenggara.
Pasal 10
Satuan pendidikan yang didirikan setelah Undang-Undang ini berlaku, wajib berbentuk badan hukum pendidikan kecuali yang didirikan oleh BHP Penyelenggara sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1).
Pasal 10
Setelah Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang akan menyelenggarakan pendidikan formal tidak perlu lagi mendirikan BHMN, yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis, tetapi langsung mendirikan BHPP, BHPPD, atau BHPM.
Pasal 11
(1) Pendirian badan hukum pendidikan harus memenuhi persyaratan bahwa badan hukum pendidikan yang akan didirikan tersebut mempunyai:
a. pendiri,
b. tujuan di bidang pendidikan formal,
c. struktur organisasi, dan
Ayat (1)
penambahan satuan pendidikan oleh BHP Penyelenggara harus berbentuk BHPM.
Ayat (2)
Pengubahan bentuk satuan pendidikan yang telah diselenggarakan oleh yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dilakukan oleh BHP Penyelenggara.
Pasal 10
Satuan pendidikan yang didirikan setelah Undang-Undang ini berlaku, wajib berbentuk badan hukum pendidikan kecuali yang didirikan oleh BHP Penyelenggara sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1).
Pasal 10
Setelah Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang akan menyelenggarakan pendidikan formal tidak perlu lagi mendirikan BHMN, yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis, tetapi langsung mendirikan BHPP, BHPPD, atau BHPM.
Pasal 11
(1) Pendirian badan hukum pendidikan harus memenuhi persyaratan bahwa badan hukum pendidikan yang akan didirikan tersebut mempunyai:
a. pendiri,
b. tujuan di bidang pendidikan formal,
c. struktur organisasi, dan
d. kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri.
(2) Jumlah kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai kekayaan badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus memadai untuk biaya investasi dan mencukupi untuk biaya operasional badan hukum pendidikan dan ditetapkan dalam anggaran dasar.
(3) Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah BHP satuan pendidikan berdiri, organ representasi pemangku kepentingan harus membentuk organ-organ lainnya sesuai ketentuan dalam undang-undang ini.
Pasal 11
Ayat (1)
Pendiri dapat berupa orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum seperti yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis.
Ayat (2)
Kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendiri menjadi kekayaan badan hukum pendidikan akan dimanfaatkan untuk biaya operasional badan hukum pendidikan yang baru.
Lahan dan/atau bangunan boleh tidak dimasukkan sebagai kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai kekayaan badan hukum pendidikan.
Pasal 12
(1) Peraturan Pemerintah, peraturan gubernur atau bupati/walikota, atau akta notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) memuat anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM dan keterangan lain yang dianggap perlu.
(2) Penyusunan anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM dilakukan oleh pendiri BHPP, BHPPD, atau BHPM.
(3) Pengaturan tentang perubahan anggaran dasar BHP satuan pendidikan ditetapkan dalam anggaran dasar.
(4) Anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama dan tempat kedudukan,
b. tujuan,
c. ciri khas dan ruang lingkup kegiatan,
d. jangka waktu berdiri,
e. struktur organisasi serta nama dan fungsi setiap organ,
f. susunan, tata cara pembentukan, kriteria dan persyaratan, pengangkatan serta pemberhentian anggota, serta pembatasan masa keanggotaan organ,
g. tata cara pengangkatan dan pemberhentian pimpinan serta masa jabatan pimpinan organ,
h. susunan, tata cara pembentukan, kriteria dan persyaratan, pengangkatan serta pemberhentian, serta pembatasan masa jabatan pimpinan organ,
i. jumlah kekayaan yang dipisahkan oleh pendiri sebagai kekayaan awal,
j. sumber daya,
k. tata cara penggabungan atau pembubaran,
l. perlindungan terhadap pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik,
m. ketentuan untuk mencegah terjadinya kepailitan,
n. tata cara pengubahan anggaran dasar, dan
o. tata cara penyusunan dan pengubahan anggaran rumah tangga.
Pasal 12
Ayat (1)
Keterangan lain memuat sekurang kurangnya nama, tanggal pendirian, alamat, dan pekerjaan pendiri, atau nama, tempat kedudukan, alamat, dan bukti badan hukum yang mendirikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
(1) Status sebagai BHPP berlaku mulai tanggal Peraturan Pemerintah tentang pendirian BHPP ditetapkan oleh Presiden.
(2) Status sebagai BHPPD berlaku mulai tanggal peraturan gubernur/ bupati/walikota tentang pendirian BHPPD ditetapkan oleh gubernur/bupati/ walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(3) Status sebagai BHPM berlaku mulai tanggal akta notaris tentang pendirian BHPM disahkan oleh Menteri.
(4) Perubahan anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM mengenai hal yang diatur dalam Pasal 12 ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m disahkan Menteri.
(5) Perubahan anggaran dasar BHPP, BHPPD, atau BHPM yang tidak menyangkut hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberitahukan kepada Menteri.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Apabila para pendiri BHPM melakukan perbuatan hukum untuk kepentingan BHPM sebelum akta notaris tentang pendirian BHPM disahkan oleh Menteri, maka tanggung jawab atas perbuatan hukum tersebut merupakan tanggung jawab pribadi para pendiri tersebut.
Pengesahan akta notaris tentang pendirian BHPM oleh Menteri tidak dipungut biaya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
BAB IV
TATA KELOLA
Pasal 14
(1) Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki paling sedikit 2 (dua) fungsi pokok, yaitu:
a. fungsi penentuan kebijakan umum, dan
b. fungsi pengelolaan pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki paling sedikit 4 (empat) fungsi pokok, yaitu:
a. fungsi penentuan kebijakan umum,
b. fungsi kebijakan dan pengelolaan pendidikan,
c. fungsi audit bidang non-akademik, dan
d. fungsi pengawasan akademik.
(3) Anggaran dasar badan hukum pendidikan dapat menambahkan fungsi tambahan selain fungsi pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 14
Ayat (1)
Penggunaan istilah paling sedikit menunjukkan bahwa untuk mengakomodasi kekhasan tata kelola pendidikan yang telah ada, Undang-Undang ini hanya mengatur 2 (dua) fungsi pokok minimal berdasarkan manajemen berbasis sekolah. Keberadaan fungsi pokok lain, yang dibutuhkan oleh suatu badan hukum pendidikan karena kekhasannya, dapat ditetapkan di dalam anggaran dasar.
Ayat (2)
Penggunaan istilah paling sedikit menunjukkan bahwa untuk mengakomodasi kekhasan tata kelola pendidikan yang telah ada, Undang-Undang ini hanya mengatur 4 (empat) fungsi pokok minimal berdasarkan otonomi perguruan tinggi. Keberadaan fungsi pokok lain, yang dibutuhkan oleh suatu badan hukum pendidikan karena kekhasannya, dapat ditetapkan di dalam anggaran dasar.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan fungsi pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi meliputi pengelolaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Ayat (3)
Badan hukum pendidikan dapat menetapkan fungsi lain untuk melaksanakan kegiatan yang relevan dengan pendidikan, misalnya badan hukum pendidikan dapat menetapkan keberadaan fungsi perumusan etika akademik dan keikutsertaan dalam menjaga kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, dengan membentuk majelis/dewan profesor sebagai organ badan hukum pendidikan.
Pasal 15
(1) Organ badan hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas:
a. organ representasi pemangku kepentingan, dan
b. organ pengelola pendidikan.
(2) Organ badan hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) terdiri atas:
a. organ representasi pemangku kepentingan,
b. organ pengelola pendidikan,
c. organ audit bidang non-akademik, dan
d. organ representasi pendidik
(3) Organ representasi pemangku kepentingan badan hukum pendidikan menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum.
(4) Organ pengelola pendidikan menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan.
(5) Organ audit bidang non-akademik menjalankan fungsi audit non-akademik.
(6) Organ representasi pendidik menjalankan fungsi pengawasan kebijakan akademik.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 16
Penamaan setiap organ badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam anggaran dasar.
Pasal 16
Badan Hukum Milik Negara yang sekarang telah ada dapat tetap menggunakan nama Majelis Wali Amanat sebagai organ yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum, Senat Akademik sebagai organ yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan akademik, Dewan Audit sebagai organ yang menjalankan fungsi audit bidang non-akademik, dan universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, atau politeknik sebagai organ yang menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan.
Yayasan yang telah menyelenggarakan pendidikan tinggi, dapat tetap menggunakan nama organ Pembina dan Pengurus sebagai organ BHP Penyelenggara yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum, organ Pengawas sebagai organ yang menjalankan fungsi audit bidang non-akademik, dan universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, atau politeknik sebagai organ yang menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan, dengan menambahkan satu organ baru, yaitu senat akademik sebagai organ yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan akademik.
Pasal 17
(1) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan dasar dan/atau menengah memiliki 1 (satu) atau lebih organ representasi pemangku kepentingan dan organ pengelola pendidikan sesuai dengan jumlah satuan pendidikan yang diselenggarakan.
(2) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan tinggi memiliki 1 (satu) atau lebih organ representasi pemangku kepentingan dan organ audit bidang non-akademik, serta organ representasi pendidik dan organ pengelola pendidikan sesuai dengan jumlah satuan pendidikan yang diselenggarakan.
(3) BHP Penyelenggara yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi dapat memiliki satu atau lebih organ representasi pemangku kepentingan serta organ lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dengan mengacu pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam anggaran dasar.
Pasal 17
Ayat (1)
Dalam satu satuan pendidikan terdapat satu organ pengelola pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
(1) Anggota organ representasi pemangku kepentingan di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan/atau menengah, paling sedikit terdiri atas:
a. pendiri atau wakil pendiri,
b. pemimpin organ pengelola pendidikan,
c. wakil pendidik,
d. wakil tenaga kependidikan, dan
e. wakil komite sekolah/madrasah.
(2) Anggota organ representasi pemangku kepentingan di dalam badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, paling sedikit terdiri atas:
a. pendiri atau wakil pendiri,
b. wakil organ representasi pendidik,
c. pemimpin organ pengelola pendidikan,
d. wakil tenaga kependidikan, dan
e. wakil unsur masyarakat
(3) Anggaran dasar dapat menetapkan unsur lain sebagai anggota organ representasi pemangku kepentingan, selain anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
à Pada rumusan Pasal 18 ayat (2) RUU/UU BHP menafikan keberadaan mahasiswa sebagai salah satu pemangku kepentingan “terpenting” (subjek pendidikan) dan “terbesar” karena keterwakilan unsur mahasiswa tidak diwajibkan sebab tidak tercantum di dalam uraian ketentuan Pasal tersebut sedangkan apabila dibandingkan dengan pengaturan di dalam PP No. 152 tahun 2002 tentang BHMN UI (lihat Pasal 12 ayat (1) keterwakilan unsur mahasiswa di dalam organ representasi diwajibkan dan dijamin, meskipun jumlahnya hanya 1 (satu) orang, jelas hal ini melemahkan posisi tawar mahasiswa mengingat mahasiswa adalah pemangku kepentingan terpenting dan terpenting.
Pengaturan mengenai keterwakilan mahasiswa hanya diatur dengan norma yang dirumuskan secara fakultatif dengan penggunaan kata “dapat” pada ketentuan ayat (3) selain itu kalimat yang mengatur mengenai keterwakilan mahasiswa hanya di dalam penjelasan ayat (4). Hal ini jelas memberikan jaminan hukum yang lemah terhadap keterwakilan mahasiswa di dalam organ representasi (mengenai pentingnya organ repersentasi lihat tugas, kewenangan dan fungsinya di Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 22 RUU/UU BHP).
Jika kita mengacu kepada asas demokrasi dan konsisten dalam penerapannya maka keterwakilan mahasiswa dalam organ representasi pemangku kepentingan adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi sehingga pengaturannya haruslah dirumuskan dengan norma yang imperatif bukan fakultatif. Sungguh sangat disayangkan jika ada anggota DPR RI yang menyatakan RUU/UU BHP ini adalah merupakan koreksi atas PP BHMN karena ternyata pengaturan RUU/UU BHP ini lebih buruk daripada PP BHMN, bahkan keterwakilan mahasiswa yang cuma 1 atau 2 orang di dalam PP BHMN itupun dirasa masih kurang adil dalam merepresentasikan kepentingan mahasiswa sebab jumlah anggota MWA (organ representasi di dalam BHMN) berjumlah antara 20-21 orang sehingga suara aspirasi mahasiswa seringkali kalah jika diadakan pengambilan keputusan melalui voting, kemudian yang terjadi adalah suatu kebijakan yang dapat merugikan kepentingan mahasiswa, ada juga kritik yang menyatakan keterwakilan unsur mahasiswa yang cuma 1 atau 2 orang itu hanyalah pelengkap derita dan sarana legitimasi dalam pengambilan kebijakan.
Baca juga koran sindo..edisi sabtu, 20 desember 2008 di kolom opini..yang nulis guru besar FISIP UI dan anggota MWA UI..
jangan hanya mahasiswanya aja yang aksi..kta harus adakan forum rektor juga untuk membahas masalah BHP tentunya dengan bantuan BEM2 seluruh Indonesia..krn masalah pendidikan adalah masalah bersama.
salam perjuangan!masih ada waktu untuk judisial review ke Mahkamah Konstitusi.
Untuk masalah UI gagal menjadi BHMN baca aja di facebooknya Nisa pusgerak 08 PJ pendidikan
-Trisma Mutiarahayu-
Wah kalau gituh buat yang mau judicial review selamat ya tapi kalau bisa buat forumnya satu dong di forum anakUI.com ini siapa tahu masukan dan saran yang ada bisa lebih berkembang dan tepat sasaran kepada bentuk-bentuk pengaturan didalam UU BHP yang masih dianggap bermasalah, yaitu tidak menafikan pentingnya keberadaan undang-undang tersebut namun lebih menginginkan agar kepentingan untuk adanya akses pendidikan ke segenap rakyat indonesia bisa benar-benar diakomodasi dalam undang-undang tersebut.
haha..
sepakat2 emang kadang2 bem demo agar asal nampang aja tanpa taw apa yang di demoin. mengenai pasal yang menyebutkan pailitnya institusi pendidikan, yang menentang tau ga mengenai hukum kepailitan di indonesia sendiri??
saran kalo mau demo jangan asal gerak aja biar ga malu-maluin, katanya kaum intelek tapi tak ubahnya seperti masyarakat awam yang hanya tau menuntut tanpa tau yang ia tuntut. malu bos…
arghh…
sabar…sabar…sabar..
Untuk yang menulis artikel ini (Malu jadi Anak UI) bung Gigih Gesang,
Malu jadi anak Psikologi, jadi anak UI, jadi mahasiswa…
Ga kritis dalam membaca berita..
hahaha
memangnya bung gigih sudah melakukan apa??
Saya tidak tahu perjuangan bung gigih untuk BHP ini…
yaa cukup tahu aja…
mungkin dunia emang udah keputer balik..
Untuk temen2 yang udah berjuang,
terus maju!
orang2 seperti bung gigih ini tidak usah dihiraukan
dia memang hanya bisa ngemeng tapi ga ngapa2in juga..
ga konkret dalam membela rakyat tertindas Indonesia!
kalau saya jadi bung gigih, saya akan malu..
karena cuma bisa ngemeng tapi GA NGAPA2IN!!
setuju…
perjuangan dengan langkah pasti lebih baik daripada hanya berkomentar.
Terima Kasih Buat BEM UI yang telah melakukan penolokan keras terhadap BHP. Sebenarnya bukan permaalahan satu atau beberapa pasal saja, tapi produk undang-undang itu sendiri yang bermasalah. Saya yakin Bang Edwin ngerti itu.
BHP merupakan buah yang dihasilkan dari pohon yang bernama BHMN. Jadi klo waktu BHMN aja Biaya naik terus apalagi BHH.
just curious…
emang sejelek apa sih BHP? apa emang BHP ga bisa membawa perubahan yang baik kalo diberlakukan?
toh sudah disahkan… kenapa sih ga mulai mikirin langkah antisipasinya aja? dibanding terus2an ribut2 menolak… kecuali kalo dengan penolakan tersebut memang bisa memberi hasil yang signifikan…
maaf kalo keluar topik 😛
naaah gini nih, salah satu oknum yg mengomentari sesuatu yg gak penting.. gw sbg orang/mhsw komunikasi tuh tau, media massa bulsit semua..
percaya sama media massa, percaya tuh sama TUHAN!!
untuk semua, terutama Wiji (#20): Bicara soal percaya Tuhan ya, Tuhan menciptakan media massa untuk melatih manusia berpikiR. Termasuk memberi tahu bahwa UU BHP sudah disahkan dan perlu ada aksi yang lebih legitimate dibandingkan sekadar aksi turun ke jalan dan berputar-putar pada strategi yang terbukti tidak ampuh pada saat demo kmaren di Senayan (seperti diberitakan pada tulisan ini).
Tuhan telah memberikan petunjuk, kok masih berani ngotot?
+iR+
syukur deh, tulisanini mengundang banyak komen ^_^
ayo dong kita tunjukkan keluasan berpikir kita dengan cara mengutarakan pendapat.
oh iya, tulisan ini tidak menunjukkan gw sepakat atau tidak dengan BHP yah.. draf terakhir tanggal 5 desember gw punya kok, sama persis dengan yang di post oleh trisma, cuma yang sudah disahkan memang belum ada ^_^
anda sudah punya bung Udin? bagi dong ^_^
sudahlah, jangan antipati dengan siapapun yang tidak sepaham dengan anda. wajar aja toh! ga mungkin semua orang punya pendapat yang sama. kalo hal ini dipaksakan nantinya yang terjadi adalah pemaksaan kehendak. melanggar HAM itu. hehehe
@ gigih
“sudahlah, jangan antipati dengan siapapun yang tidak sepaham dengan anda”
anda sendiri? jelas2 menunjukkan antipati terhadap lembaga, golongan atau orang tertentu.
untuk BHP, skrg sedang mengusahakan judicial review. Mungkin bisa menghubungi lembaga2 formal di fakultas masing2 atau bem ui atau lembaga2 ekstra yang merasa concern n kongkrit. Kita juga jangan manja lah., kalo memang mau berusaha mengubah keadaan, kita juga cari tahu. Jika merasa lembaga2 itu eksklusif, kita jangan ikut2an.
@bung yang merasa
makanya lebih sering turun gunung dong, jangan keseringan naek gunung :D, biar tahu rasanya …
kenapa menolak BHP?
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan tinggi di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut tercermin pada Kerangka Pembangunan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPT-JP) yang ditetapkan oleh pemerintah (sejak 1975) setiap 10 tahun, yang berbeda hanyalah pada penekanan setiap periodenya. Pada KPPT-JP III (1996-2005) telah di rintis reformasi kebijakan perguruan tinggi, yaitu kualitas, otonomi, akuntabilitas, akreditasi, dan evaluasi.
Kelima pilar tersebut merupakan paradigma baru pendidikan tinggi Indonesia. Konsep “paradigma baru” bagi perguruan tinggi di Indonesia bukan murni pemikiran bangsa ini, melainkan merupakan penerjemahan dari kebijakan global yang digawangi oleh UNESCO. adalah”World Declaration on Higher Education for the Twenty-First Century: Vision and Action” di paris tahun 1998 yang menjelaskan bahwa dalam dunia yg tengah berubah sangat cepat, terdapat kebutuhan mendesak bagi adanya visi dan paradigma baru Perguruan Tinggi.
Setelah Indonesia meratifikasinya melalui Dirjen Dikti menjadi Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPT-JP III), berikutnya disusunlah KPPT-JP IV.
Pada draft KPPTJP IV (19 Maret 2003), pemerintah dalam hal ini Dirjen Dikti menekankan pentingnya sebuah reformasi dalam pendidikan tinggi, mengingat saat ini dunia sedang berada dalam masa transisi menuju demokrasi modern, desentralisasi, otonomi yang lebih luas, tingginya tingkat kompetisi, ekonomi pasar dan globalisasi. Maka ditekankan pentingnya penyesuaian orientasi pendidikan tinggi terhadap perkembangan dunia tersebut. Penyelenggaraan pendidikan tinggi semakin difokuskan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat atau pengetahuan berbasis masyarakat.
Tanpa melupakan 5 pilar perguruan tinggi yg telah di rintis sejak awal, di rancang pula strategi baru penyelenggaraan pendidikan tinggi, seperti yang tercantum dalam KPPT-JP IV (2003-2010), yaitu :
1. Organisasi yang sehat (organizational health),
2. Desentralisasi dan Otonomi (desentralization and Autonomy),
3. Daya saing bangsa (Nation’s competitiveness).
Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan tinggi, pemerintah melakukan upaya-upaya, salah satunya bekerja sama dengan Bank Dunia (World bank) dan “Asian Development Bank” sejak tahun 1999-an Pada penyelenggaraan program2 QUE (Quality of Undergraduate Education), DUE (Development of Undergraduate Education), University Research for Graduate Education, TPSD (Technological and Professional Skills Development). Program2 tersebut merupakan implementasi dari perguruan tinggi pertama, yaitu kualitas.
Pilar kedua penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah otonomi.
Otonomi ini dilatarbelakangi oleh kemajemukan (pluralitas) Indonesia. Sejak reformasi bergulir, dikatakan bahwa kebijakan yang sentralistik tidak sesuai lagi, termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. Setiap institusi dan daerah di anggap lebih mengetahui potensi masing2, sehingga akan lebih baik jika pengembangannya di atur sendiri. (otonomi dan desentralisasi). Konsep ini sekaligus menjadi suatu legal-status kemandirian institusi pendidikan tinggi dari campur tangan pemerintah yang ditegaskan dengan PP No. 60 tahun 1999 tentang perubahan administrasi institusi perguruan tinggi dan PP No. 61 tahun 1999 tentang penetapan perguruan tinggi sebagai entitas legal.
Otonomi kampus kemudian diwujudkan dengan ditetapkannya 4 perguruan tinggi tertua di Indonesia, yaitu ITB, UI, UGM, dan IPB. yang kemudian diikuti oleh USU, UPI, dan terakhir UNAIR, menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara.
ke-4 perguruan tinggi pertama tersebut dijadikan percontohan penerapan otonomi perguruan tinggi. Ciri khas suatu PTBHMN adalah pengelolaan dana dilakukan secara mandiri. oleh institusi pendidikan tersebut. Pemerintah lebih bertindak sebagai agen pemberi dana atau sebagai fasilitator asing. Di samping itu, pemerintah tidak berwenang untuk menunjuk rektor karena peran tersebut sudah diambil oleh Majelis Wali Amanat (MWA).
Pada perkembangannya, pemerintah mempersiapkan RUU BHP yang sudah di sahkan menjadi UU BHP tgl.17 desember 2008 yang nantinya semakin memantapkan kemandirian institusi pendidikan tinggi karena akan berlaku bagi semua institusi perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. RUU BHP tersebut yang sekarang sudah menjadi UU Badan Hukum Pendidikan tersebut merupakan hasil rekomendasi UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Implementasi pilar perguruan tinggi lainnya, yaitu akuntabilitas, akreditasi, dan evaluasi dikatakan akan lebih mudah sebab manajemen institusi pendidikan semakin menyerupai sebuah perusahaan yang mengurusi bisnis pendidikan. Akuntabilitas berkaitan dengan pengusahaan dan pengelolaan anggaran dan dana pendidikan yang transparan. Pemaparan akuntabilitas institusi menjadi tugas penting Dewan Audit sebagai salah satu organ BHP. Dewan audit ini di pilih dan di angkat oleh MWA, yang notabene sebagai pemilik modal di institusi tersebut. Dengan demikian akan terlihat jelas, siapa pelaku (pemodal) dari suatu institusi, dan bagaimana pengelolaan dana tersebut di dalam institusi. Dapat dikatakan pengontrolan dilakukan secara terpusat. Akreditasi merupakan jaminan kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh institusi. Badan Akreditasi Nasional (BAN) adalah lembaga yang berperan dalam penilaian akreditasi tersebut.
Kinerja BHP sendiri selalu dievaluasi baik oleh institusi sendiri maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Bila suatu institusi memiliki posisi strategis secara Internasional, maka institusi tersebut di dorong untuk melakukan akreditasi Internasional, agar mahasiswa dari luar negeri masuk ke dalam institusi tersebut. Dapat dipastikan ketika akreditasi dengan standar internasional, maka kurikulum yang akan diberlakukan di institusi tersebut akan disesuaikan kepada kebutuhan internasional. Dengan kata lain arah pendidikan pada institusi skala internasional ini adalah mampu menyelesaikan persoalan masyarakat luar negeri akan tetapi bukan penyelesaian persoalan bangsanya.
Sebagai contoh persoalan Internasional dalam bidang energi, Indonesia belumlah kekurangan energi, karena Indonesia memiliki SDA yang berlimpah. Ada pun isu BioEnergi di angkat di Indonesia, sampai kebijakan konversi lahan diarahkan untuk penanaman pohon jarak sebagai salah satu komoditas bahan untuk BioEnergi. Sementara konversi lahan untuk bahan pangan yang sangat dibutuhkan bangsa seperti beras dan kedelai justru tidak ada. Sehingga memunculkan persoalan baru di Indonesia, yaitu kekurangan beras bagi masyarakat, akibatnya pemerintah mengimpor beras dan kedelai. Padahal..Bioenergi belumlah dibutuhkan oleh masyarakat indonesia saat ini, tapi yang membutuhkan adalah bangsa luar yang tidak memiliki sumber energi (seperti AS, kebutuhan energinya hanya bisa terpenuhi 1/3 dari kebutuhannya dari SDA yang dimilikinya. Sementara 2/3-nya harus impor dari negeri2 Islam yang notabene penghasil minyak terbesar di dunia). Mengapa tidak fokus untuk memetakan kebutuhan krusial bangsa?
UU BHP merupakan salah satu indikator proyek dikti, “HigherEducation for Competitiveness Project” (HECP) yang kemudian menjadi IMHERE (“Indonesia Managing Higher Education For Relevence and Efficienciy”)
Pendanaannya dibiayai melalui pinjaman (loan) dari “world bank” baik dari dana IBRD maupun dana dari IDA, dengan “Loan Agreement” (IBRD) no. 4789-IND dan “Develepment Credit Agreement” (IDA) no. 4077-IND schedule 4.
Proyek dengan biaya total US$98, 267.000 ini terdiri atas 2 komponen, yaitu: reformasi sistem pendidikan tinggi dan hibah untuk meningkatkan kualitas akademik dan kinerja perguruan tinggi. Penentuan perguruan tinggi yang mendapatkan bantuan, didasarkan pada seleksi setelah proposal diajukan. Terdapat aspek persaingan antar institusi pendidikan tinggi di sini.
Pelaksanaan IMHERE ini sejalan dengan KPPTJP IV karena semakin memantapkan strategi2 penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Kritik kritis kebijakan: Akan di bawa ke mana Pendidikan Tinggi indonesia?
1. Pemerintah lebih teoritis ketimbang empiris!
2.Kampus yang komersil tidak dapat dihindari
3.timbul kesenjangan dalam bidang pendidikan
4. Pendidikan tinggi Indonesia tidak lagi Independen
(Proyek IMHERE dan program2 sebelumnya, dananya berasal dari pinjaman pihak asing (world bank, asian development bank,dsb). Mereka begitu baik bersedia memberikan “bantuan” untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Apakah pemerintah pernah berpikir, apa maksud mereka di balik bantuan itu?
yg perlu dicermati adalah:
1.) kebijakan pendidikan Indonesia menjadi tidak independen
2.)adanya bunga menambah beban pembayaran semakin tinggi. Bukankah Indonesia masih memiliki utang? pada akhirnya ketergantungan tersebut mengakibatkan pemerintah tidak dapat melepaskan diri dari intervensi asing.
5.Pemerintah melepaskan diri dari tanggung jawabnya (status pergutuan tinggi menjadi hukum privat bukan lagi hukum publik)
6. Pasar Bebas pendidikan
7. Tri Dharma perguruan tinggi terlupakan
pada institusi pendidikan yang sudah berorientasi sebagai bisnis, jalannya pendidikan tidak menjadi prioritas utama. Ini merupakan pelanggaran Tri Dharma Perguruan Tinggi yang pertama, yaitu pendidikan.
Pengelolaan institusi yang tidak independen, tergantung pada pihak2 yang berkepentingan menyebabkan pengembangan perguruan tinggi sebagai salah satu pusat riset dan penelitian juga tergantung pada keinginan pihak2 berkepentingan tersebut. Di sisi lain, pendidikan tinggi hanya untuk menghasilkan lulusan yang di serap oleh perusahaan2 asing, bukan permasalahan rakyat Indonesia. Lulusan pendidikan tinggi setiap tahunnya bertambah juga, artinya institusi pendidikan belumlah berfungsi sesuai dengan Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat.
Inti dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebijakan pendidikan tinggi yang diterapkan pemerintah saat ini tidak jauh2 dari sumber daya manusia yang dihasilkan.
Inginnya mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kenyataannya malah semakin terpuruk. Manusia2 yang terbentuk adalah manusia yang kapitalis dan pragmatis. Kapitalis karena merasa bahwa segala sesuatu bisa dikuasai dengan uang. Pragmatis karena hidupnya bergantung pada keadaan, tidak mampu mandiri. Di samping itu perlu dipertanyakan aspek moralnya. Suasana pendidikan yang penuh persaingan cenderung membentuk manusia yang bermental rendah.
Reposisi Paradigma Pendidikan tinggi
1. Pendidikan tinggi penentu Kemajuan bangsa
Pendidikan tinggi adalah investasi besar untuk kemajuan bangsa. Jika menginginkan negeri ini maju, sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian penuh untuk pendidikan tinggi. Pengeliminasian campur tangan pemerintah, baik secara parsial atau pun keseluruhan melalui otonomi/privatisasi tak bisa ditolelir. Masalah pendidikan adalah masalah regenerasi suatu bangsa. Bagaimana mungkin pemerintah mengangkat tangan dalam hal pendanaan pendidikan padahal dari sinilah lahir “the next generation?”. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah dalam menjamin penyelenggaraan pendidikan menjadi mutlak, sehingga pendidikan dapat diakses seluas-luasnya pemerintah meninjau ulang bahkan mencabut kebijakan privatisasi/otonomi pendidikan, pemerintah harus memberikan subsidi penuh bagi pendidikan dengan cara mengembalikan aset2 ekonomi negara dari cengkeraman asing.
(diantaranya hasil hutan, tambang emas, minyak bumi, gas alam,dll.)untuk membiayai pendidikan. Sebenarnya kekayaan alam negeri ini sangat berlimpah, jika di kelola dengan benar oleh negara, bukan oleh asing..akan mencukupi untuk membiayai pendidikan, misalnya dari hasil hutan sebesar Rp. 63 triliyun-72 triliyun (data tahun 2001), hasil tambang emas freeport Rp. 30 triliyun/tahun.
2. Output Pendidikan Tinggi untuk Melahirkan Pemimpin masa depan
Pendidikan tinggi seharusnya diselenggarakan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun kekuatan moral melalui intelektualitas dan kepedulian sosial para lulusannya, mensejahterakan kehidupan masyarakat dengan hasil-hasil risetnya. Seharusnya pendidikan diselenggarakan tak semata-mata akademis, namun memberi ruang pada pembentukan karakter dan pembangunan nilai2 kepemimpinan.
Sementara saat ini pendekatan pendidikan cenderung diarahkan pada desain “Economic Return Approach”. Pantaskah menganalogikan pendidikan tinggi dengan proses produksi? hitung ongkosnya serupa hitung input-proses-produk lalu lihat produktivitas lulusan, berapa jumlah lulusan yang diserap di dunia kerja (perusahaan asing) bukan menciptakan lapangan kerja serta mengelola aset2 negara untuk kesejahteraan masyarakatnya. Justru “mind set” yang ada saat ini di dunia pendidikan tinggi adalah paradigma dimana mereka dipekerjakan dan berapa penghasilan yang di dapat?kemudian disimpulkan bahwa pendidikan telah gagal atau berhasil.
tak heran, betapa bangsa ini sulit sekali mencari sosok pemimpin. Sebab salah satu modal penting jaminan manusia berkemajuan telah semata menjadi sarana mendidik buruh, bukan ahli, bukan pakar, bukan manusia yang sadar serta pentingnya mewujudkan kemandirian bangsa dan kesejahteraan masyarakatnya. Bukan manusia yang mengemban tanggung jawab mengembangkan dunia dengan nilai2 kebaikan.
Dari paradigma di atas, akan ditemukan jawaban yang sangat jelas dan memuaskan, apabila kita membandingkannya dengan sistem pendidikan Islam. Masalah pendidikan adalah ikhwal penting dan diprioritaskan oleh negara. Pendidikan dan negara adalah hal yang tak dapat dipisahkan. Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah dan tak akan ada tanpa dukungannya. Sebaliknya, negara tak akan pernah bangkit, apabila pendidikannya tak di bina dengan cemerlang.Sejarah membuktikan bagaimana dengan sistem pendidikan islam, lahir sebuah peradaban yang menjadi guru dari segala peradaban, peradaban terlama yang pernah ada di muka bumi yaitu selama 13 abad. Negara memberikan berbagai dukungan terhadap pendidikan ini dengan berbagai kebijakan seperti:
pendidikan yang gratis, perlengkapan fasilitas, dan jaminan hidup para pengajar. Sungguh ketika kita kembali membuka sejarah mengenai kegemilangan peradaban Islam, kita akan semakin terpukau melihat para intelektual muslim yang lahir dari sistem ini.
Bahkan, hingga kini hasil2 terderivasi dari sistem ini dijadikan kiblat oleh para ilmuwan Eropa dan Amerika yang notabebe menjadi penguasa iptek di dunia.
Sumber:
“Selamatkan Pendidikan tinggi Indonesia dari kapitalisasi dan Liberalisasi”
BKLDK 2007
Wah. akibat terlalu terburu-buru nih. Udah kebelet dan gak bisa ditahan lagi sampe kejadian gitu. Kapan-kapan strategi dan taktiknya dimantapkan lagi. Malu dong…. hahaha
Salam,
Sahabat UI yang baik, dengan kerendahan hati saya mencoba untuk turut menjernihkan diskusi ini (insyaallah …). Namun, sebelumnya saya mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
Poin 1:
Pada postingan awal, tentu bukan tanpa tujuan bahwa Sdr. Gigih Gesang menyampaikan fakta yang didapatkan dari detik.com mengenai aksi BEM UI di Senayan soal penolakan UU BHP. Bisa jadi bertujuan baik dengan dampak baik dan juga dampak buruk, bisa jadi pula bertujuan buruk dengan dampak baik dan dampak buruk pula. Tentunya keduanya itu akan ada berdasarkan landasan pemikiran/pandangan hidup dan kedewasaan berpikir dari para pembacanya sendiri. Tapi, yang perlu ditekankan adalah bahwa fakta dan kejadian yang dituliskan tentunya pula adalah benar adanya.
Baik, saya mencoba untuk bersepakat dulu dengan #6 Mahasiswa, yaitu marilah kita membahas berita yang disajikan, bukan membahas siapa penulisnya [argumentum ad hominem]. Ini penting demi pembelajaran kita pada strategi-strategi aksi selanjutnya (jika memang akan diadakan kembali aksi lanjutan). Pada potongan fakta yang disajikan oleh detik.com adalah wajar bahwa pembaca umumnya akan menyimpulkan bahwa aksi BEM UI itu memalukan (bukankah begitu #11: mr. x | 22.12.08, 11:48). Tapi pada potongan fakta lainnya dari sisi lain yang disampaikan -#7: wong ndeso. | 21.12.08, 21:32- dan #14: Yola | 22.12.08, 18:35 | tentunya menjadi tidak wajar kalau kita langsung berkesimpulan bahwa aksi BEM UI itu sungguh memalukan. Sebagai mahasiswa, potongan fakta yang disampaikan detik.com itu tentunya menjadi pukulan berat bagi kita. Dan atas “jasa” Sdr. Gigih Gesang memposting berita itu di forum ini kita menjadi tahu bahwa ada ‘cacat’ dari aksi tersebut. ‘Cacat’ yang perlu diperbaiki. ‘Cacat’ dimana ada satu media yang ternyata mengesankan buruk soal aksi-aksi mahasiswa belakangan ini. Dari hal ini tentunya memaksa kita untuk memperbaiki soal strategi kita dalam ‘memainkan’ peran media yang ada demi pencapaian aksi yang dilakukan. Press Release dan juru bicara aksi menjadi penting (setelah matang di pergulatan dalam diskusi yang baik tentunya) untuk meredam pemberitaan buruk yang mungkin terjadi. Sehingga nantinya tidak ada pendapat seperti yang diutarakan oleh #1: Wibisono Sastrodiwiryo | 20.12.08, 19:17, #12: ngarepZizi | 22.12.08, 14:57, #20: bowo | 23.12.08, 15:29, dan #31: sagung | 26.12.08, 15:43 |.
Menanggapi #9: salmansalsabila | 21.12.08, 22:29 , klarifikasi dari seorang Gigih atau yang lainnya kepada pihak BEM UI menjadi tidak penting bila pencitraan buruk dari media sudah menjalar ke sebagian besar rakyat Indonesia. Dan perlu diingat, media internet banyak diakses oleh kalangan menengah hingga menengah ke atas, kalangan yang justru berperan penting dalam roda perubahan. Jika kalangan ini telah mencapai keapatisannya atas aksi-aksi mahasiswa, maka bisa jadi sangat sulit bagi kita, mahasiswa, dalam mengawal perubahan-perubahan ke depan. Tetapi tidak ada kesia-siaan juga dengan klarifikasi itu. Klarifikasi secara personal itu tentunya akan menambahkan kedewasaan kita dalam bersikap nantinya. Namun tetap saja sikap personal itu barangkali tidak didukung oleh segenap lapisan masyarakat lainnya, jika apa yang ditakutkan sebelumnya benar-benar terjadi. Maka perlulah ada gerakan intelektual yang didukung dengan baik oleh media untuk mencerdaskan rakyat.
Kepada sahabat #3: _Udin_ | 20.12.08, 20:22 |, #4: _Udin_ | 20.12.08, 20:29 |, #20: bowo | 23.12.08, 15:29 |, #22: duniakeputerbalik | 23.12.08, 17:17 |, #23: tyo | 23.12.08, 19:42, #26: Wiji T | 24.12.08, 1:32 |, #30: anak gunung | 25.12.08, 22:55 |, #29: Alicia | 25.12.08, 10:38, #31: sagung | 26.12.08, 15:43, dan yang lainnya, marilah kita mencerna energi negatif (jika dianggap negatif, barangkali…) menjadi energi positif dalam kesederhanaan dalam bersikap, kekritisan dalam berpikir, kerendahan hati dalam menerima. Lebih intelek kalau dalam bahasa kita, mahasiswa. Sekali lagi, mohon kerendahan hati dalam menerima ini.
Poin 2:
Soal BHP yang kini telah diterapkan, dan pengajuan judicial review yang sedang diajukan, saya sepakat dalam beberapa hal. Dan tidak bersepakat juga dengan beberapa hal lainnya. Penyampaian gagasan saya sekarang ini, atas kesepakatan dan ketidaksepakatan itu, saya rasa kurang tepat apabila diajukan dalam media ini. Karena masih banyak pula yang perlu diperbincangkan dengan pakarnya.
Atas dasar itu, saya coba bersepakat dengan #18: trisma | 22.12.08, 23:41, bahwa jangan hanya mahasiswanya aja yang aksi..kta harus adakan forum rektor juga untuk membahas masalah BHP tentunya dengan bantuan BEM2 seluruh Indonesia..krn masalah pendidikan adalah masalah bersama. Senang jika BEM atau elemen manapun dari unsur mahasiswa mampu memfasilitasi kegiatan semacam itu.
Jika tidak, sepertinya ada wacana lain yang sedang disusun sekarang ini. Sedikit saya sampaikan, ada gerakan yang ingin menggalang seluruh elemen mahasiswa untuk membuat pernyataan sikap bersama yaitu untuk bersikap golput dalam Pemilu 2009 apabila ‘perwakilan-perwakilan partai’ di DPR tidak memperhatikan dengan baik soal tuntutan mengenai BHP itu. Saya sendiri belum tahu banyak soal hal ini. Jika justru wacana seperti ini yang lebih mengemuka dan dinilai lebih memiliki ‘kekuatan’ dalam memperbaiki sebagian atau bahkan membatalkan keseluruhan UU BHP, saya sarankan BEM UI bersama segenap lembaga eksekutif lainnya untuk segera bergabung di dalamnya. Namun, tentunya saya akan sangat menyayangkan jika itu memang yang menjadi pilihan. Saya sangat menyayangkan atas ketidakberdayaan para akademisi atas keputusan-keputusan politis. Dalam pandangan sayapun perlulah dipikirkan soal komentar yang diutarakan mas bagyo, mas bowo, dan #25: dkr | 23.12.08, 22:00, karena pandangan-pandangan mereka itu secara jujur juga ada dalam pandangan-pandangan saya untuk menyikapi UU BHP sekarang ini. Sebagai rambu-rambu bagi saya dalam bersikap.
Demikianlah apa-apa yang mesti saya utarakan. Mohon maaf jika justru memperkeruh diskusi yang ada. Harapan saya, air harus terus mengalir, dan hulu harus terus terjaga, demi embun-embun bercahaya di pagi yang cerah.
Salam,
Saca Firmansyah
-bukankah awan tak akan pernah melaju lebih cepat dari angin …-
#31 & #33: Ha… yang ngerti masalah baru ngomong setelah RUU-nya jadi UU… bukannya digodok dari dulu. Jadi si Edwin deh yg dikata-katain.
Sip!
+iR+
lepas dari semua perdebatan mengenai BHP,,
saya pikir sesuatu yang salah ketika BEM sebagai lembaga Badan Eksekutif kita melakukan suatu perbuatan aksi yang seperti terjadi di gedung MPR kemarin itu.
mahasiswa kan harusnya pake otak donk,
jangan pake fisik. kalo gua ngomong begini pasti dikira ga ada andil khusus, ga ada tindakan protes konkret lah, tapi mari kita sama sama pikir2 lagi, kenapa harus dengan cara memalukan kaya gitu kita protes ke MPR..
Bang Edwin, pernah nonton spiderman 2 ?
disitu ada kalimat bagus, “You have been gived a gift, Peter, with great power, come with great responsibility.”
jadi hati hati dengan orang orang dan oknum di sekitar anda yang memanfaatkan situasi dan punya tujuan lain misalnya, tujuan pribadi, eksistensi diri, ketenaran, dan tujuan-tujuan lain yang menurut saya menjadi sebab musabab BEM sampe sekarang tidak didukung “rakyat”nya..
soal itu kita sama-sama mengerti tapi memang great power, comes with great responsibility,,
widih.. seruw euy diskusinya! pengen ikutan cm lagi males baca smuanya!
tapi yang perlu kita ketahui bersama adalah UU BHP itu adalah termasuk salah satu agenda neoliberal untuk meliberalisasikan pendidikan kita..
mereka ingin masuk ke dalam bisnis pendidikan dalam negeri kita..
cobalah jgn melihat sepotong2, tapi lihatlah secara holistik: kenaikan BBM, privatisasi BUMN, Pemisahan BI – dgn kementerian keuangan, dll
itu adalah jelas sekali agenda dari neoliberalisme di dalam negeri..
gampang ketebak lah!
bila ingin mengusut, jgn mengenai tema pemerintah thp kebijakan tertentu, tapi usut lah pemerintah yg menjadi ‘boneka’ mereka
entah di antara kita ada yg menolak atau tidak mengenai neoliberal, tetapi menjadi boneka adalah suatu kehinaan besar!!
Yang jelas buat lu nanti yang sekarang masih mahasiswa lu harus sadar habis lulus segala macam aturan di negara antah berantah ini pasti penuh kepentingan ini itu, ditunggangi menunggangi segala macam, pro kontra dalam BHP itu sebuah contoh kasus kecil saja, yang paling penting adalah kalau lu mau bertahan hidup terpandang dan mau menolong orang lain sekarang ini maka bekerjasama dengan sistem untuk memanfaatkan peluang untuk maju secara nyata adalah pilihan yang tidak terelakkan.
@ iRhotep..
mereka yang mengerti masalah itu sudah membahas, berdiskusi, dan menggodok bersama fraksi – fraksi besar dan komisi X. Mereka yang mengerti sudah bergerak sekuat tenaga.. bahkan sampai sehari sebelum aksi yang katanya memalukan itu, mereka masih berdiskusi di sela – sela rapat paripurna. Mereka sudah bertindak saudaraku.. jauh sebelum UU BHP disahkan.
#36 & #37: that’s what I’m talking about! setuju! seharusnya kalo pengen bergabung dalam generasi solusi, harus buka itu kacamata kuda dan think out of the box.
#38: kalo dari berita di atas kok kesannya kayak blom digodok ya? Mau dikoreksi pernyataannya?
+iR+
kuliah maunya murah, gaji maunya gede
ada yang mikir gitu gak?
#38
kalo masalah penggodokan yg belum menyeluruh itu mah udh ‘lagu lama’ kali..
demo ini kan masalah ‘kepentingan’ jg!! hihi
untuk mantan ketua bem..: ilmu itu penting… insyaallah kalau anda ngajinya bener, anda akan tau intinya sebuah pemahaman/ ilmu.. jangan main tuntut tapi apa yang di tuntut ngak tau..! saya memang bukan anak UI, tapi masih jaket kuning (politeknik negeri jakarta). bukan mahasiswa UI saja yang malu… tapi jangan bikin malu mahasiswa…!
sebelum protes atau demo..! pahami dulu apa tuntutan anda..!
jangan cuma menghandalkan nama UI yang di selalu di sorot media…! tapi andalkan kecerdasan anda sebagai mantan ketua BEM ui yang lama…!
untuk ketua BEM UI yang baru jangan tiru senior mu nak….! salam perjuangan…
rifki (teknik sipil PNJ)
yang barusan cuma sedikit curhat terhadap saudara tetangga saya di kampus baru UI depok…! salam kenal… maaf kalo katanya tidak mengenakkan di dengar…
hidup indonesia aja ah….!!!
mahasiswa…?
@iRHoTeP
tolong rajin-rajin belajar baca-tulis yang baik ya ‘dik’… buka itu ‘kacamata kuda’ dan ‘think out of the box’. yang holistik kalau baca, pikirkan baik-baik sebelum mengutarakan pendapat, jangan maunya mulut bicara terus tanpa ‘input’ yang baik.
coba deh baca lagi tulisan ‘kakak’ ya ‘ade’ yang baik… saya harap kamu mengerti. baca lagi juga tulisan mas #36: terow, #37: bagyo dan #40: pradana setya kusuma, semoga ada kedalaman berpikir bagi kamu sayang…
saya sayang kalian…
@saca firmansyah
hahaha…. makasih doanya mas. tulisan itu saya kutip dari sebuah baliho besar dideket UGM kalo gak salah. yang saya liat pas daftar ulang maba UM UGM. sekedar agak gatel ama teman-teman yang ngilang sama sekali setelah lulus. ujung-ujungnya cuman ngurusin kerjaannya. kuliah bagus murah demi kerja yang bagus bergaji gede. ‘kakak’ sekarang bagaimana kabarnya? sedang bahagia atau membahagiakan? sedang sejahtera atau mensejahterakan? saya juga sayang ‘kakak’
Pasal 41 ayat 10..
perihal pendanaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dilakukan dengan cara hibah..Hibah = cuma-cuma yang diberikan dengan syarat = ga smuanya dapet deh..simplenya gitu
Project IMHERE World Bank
pada project description key indicators (poin 3): The draft law on education institutions (BHP) is passed by 2010, thereby putting in place the foundation for a coherent legal structure and an overarching regulatory framework to
support the effectiveness of institutional autonomy.
halaman 38 documentnya:
A new BHP law must be passed to
establish the independent legal
status o f a l l education institutions
in Indonesia (public and private),
thereby making BHMN HEIs a
legal subset o f BHP.
Requires the development o f a
new l a w that establishes
independent BHP legal status o f
a l l education institutions in
Indonesia (public and private).
BHP creates entities that are
distinct from government
agencies, independently holding
and controlling separate assets.
BHP institutions do not yet exist
because the law to establish them
has yet to be passed. Once this i s
passed, BHMN HEIs will become
a subset o f BHP. This Has yet to occur
perhatikan kata Requires the development o f a
new l a w that establishes
independent BHP legal status o f
a l l education institutions in
Indonesia (public and private).
BHP creates entities that are
distinct from government
agencies, independently holding
and controlling separate assets.
terpisah dari negara (ranah hukum publik) ke personal badan hukum (ranah hukum privat)
@saca firmansyah
Perlu kedalaman berpikir lagi maksudnya apa nih, bisa berbagi pengalaman yang berbeda?
#44: lah kok emosi kang? trus kenapa merujuk orang lain untuk meminta saya mengerti kang? ada yang salah dengan tulisan akang? atau berarti akang lebih jago, kang? ajarin dong kang?
+iR+
ah jadi pingin ikutan diskusi setelah 2 minggu absen dari dunia maya ini…
hhhmmm BHP ya… setelah melihat komen dari yang pertamax ampe yg terakhir (punyanya bang iR) saya punya kesimpulan begini nih (dikoreksi kalo ada yang salah atau tersinggung, tapi gak usah make emosi ya, hehe…):
1. ternyata masih banyak orang yang peduli sama pendidikan Indonesia yang sudah diujung tanduk ini, saya bilang diujung tanduk bukan karena ada sebuah UU yang baru disahkan atau adanya peraturan negara yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat luas, tapi lebih karena: makin banyak sekolah yang bangunan fisiknya gak layak, makin banyak kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru (untung udah ada HP yang bisa recording video sekarang, jadi bisa dibuat barang bukti), makin banyak orang-orang yang makin antipati sama sistem pendidikan di Indonesia (termasuk keluarga saya yang akhirnya beralih ke homeschooling), dan makin banyak peristiwa negatif lain yang lebih unggul kualitas dan kuantitasnya dibanding peristiwa positif di dunia pendidikan.
2. ternyata masih banyak aja yang memang baru ngerti mengenai UU BHP, padahal BEM UI sendiri sudah menggaung2kan sejak masih RUU sekitar 1 tahun yang lalu (saya baru denger RUU ini setahun lalu/2 bulan sebelum pemiranya Edwin, dkk) padahal waktu itu saya lihat temen2 dari BEM UI jamannya Andika sudah berupaya untuk membahas dan menginformasikan RUU BHP ini seluas-luasnya, tapi kok masih banyak aja yang gak tau, sebegitu resistennya kah anak2 UI terhadap BEM UI? sampai2 tutup telinga terhadap segala seuatu yang sudah sekuat tenaga di-sounding-kan
3. perkara di detik.com yang menggambarkan ketidakpahaman/ketidaksiapan Edwin pada waktu aksi,.. Jujur pertama kali membaca berita ini di detik.com, saya sempat shock dan berpendapat sama dengan Gigih (karena dengan sangat menyesal saya tidak bisa ikut aksi ini), lalu saya coba tanya lagi ke temen2 yang ikut aksi dan baru saya mengerti bahwa bukan itulah kejadian yang sebenarnya terjadi waktu itu, hampir tidak ada waktu untuk menjelaskan secara panjang lebar mengenai pasal2 mana saja yang dianggap tidak berpihak, dan ketika ada kesempatan malahan temen2 dari BEM UI ditinggal ngeluyur begitu saja oleh Irwan Prayitno yang katanya ingin segera menghadiri acara di tempat lain…
4. masalah isi/content dari UU BHP itu sendiri… coba temen2 perhatikan pasal2 yang mengatur masalah keuangan, berasa gak sih kalo pemerintah mau lepas tangan akan kewajiban mereka menyediakan dana/sarana/fasilitas bagi kepentingan khalayak ramai (salah satunya pendidikan), gak cukup apa bidang migas yang diprivatisasi??(dulu katanya supaya banyak investor tertarik menanamkan modal ke Indonesia,trus jadinya sekarang pendapatan APBN bukan lagi dari migas tapi dari pajak yang dibayar oleh rakyatnya sendiri), terus apa jadinya kalo pendidikan yang diprivatisasi?? apa jadinya kalo pendidikan diperlakukan sama seperti barang dagangan dan diserahkan ke mekanisme pasar seperti yang tersirat pada UU BHP (memang gak tersurat sih), maka akan berlaku hukum ekonomi: dengan uang lebih banyak maka Anda akan mendapatkan kualitas yang terbaik, dan bagi orang2 tak ber-uang dapat dengan bebas melihat barang/jasa yang bagus tanpa dapat mententuhnya apalagi menikmatinya… lama2 ntar pendidikan punya jargin gini nih “dapatkan di mall-mall kesayangan Anda”… baru tau tuh… hoiya yah anak UI mah gak perlu takut yah, kan semuanya bakal jadi orang KAYA dan bisa nyekolahin anaknya DI MANA AJA, harga gak jadi masalah buat anak UI mah….
-think with u’r heart and feel with u’r brain-
Salam,
Saudara #48: iRHoTeP, bukan begitu maksud saya sayang … Yang ingin saya tekankan adalah bahwa ada pandangan lain sebagai ‘input’ bagi kita dalam mengambil keputusan-keputusan ke depan. Dalam menentukan sikap kita ke depan. Maksud saya, berpikir lebih dalam lagi dengan mempertimbangkan pandangan-pandangan lain itu tentunya akan membuat sikap kita jadi lebih kritis termasuk pada apa yang kita pikirkan sendiri. Sehingga diharapkan kita hanya akan berbicara atau mengutarakan pendapat saat memang apa yang kita bicarakan itu benar-benar kita mengerti dan perlu kita utarakan. Saya harap saudara #47: bagyo juga mengerti soal ini. Bukan maksud saya menggurui atau sok jago loh … Gak perlulah itu semua, toh perasaan seperti itu hanya akan membuat kita stagnan dalam pikiran-pikiran diri sendiri yang kadang bisa jadi seperti katak dalam tempurung. Dengan kerendahan hati saya ucapkan maaf loh kalo ada kata yang mungkin tersimpan perasaan-perasaan sok jago atau seolah-olah menggurui.
Saudara #45: pradana setya kusuma, kabar saya baik. Sebagai muslim, katanya bahagia itu kalau seseorang telah menjalankan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Saya rasa, dengan pengertian bahagia seperti itu, saya belum sepenuh-penuhnya bahagia. Apalagi mencapai kesejahteraan. Hhehee…
Kembali kepada BHP, sudah seharusnya masyarakat Indonesia secara bersama-sama berusaha menyuarakan agar tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan formal menjadi tanggung jawab negara sebagaimana produk UUD yang telah dibuat dalam pembentukan negara ini. Tapi, perlu kita tekankan pada diri kita juga bahwa pendidikan formal juga bukan satu-satunya jalan bagi kita untuk dapat mengerti soal hidup, apalagi dianggap sebagai satu-satunya jalan mencapai kesejahteraan dengan nantinya menyodor-nyodorkan ijazah ke perusahaan-perusahaan. Ada berbagai alternatif pendidikan lainnya yang dapat membuat kita mengerti soal hidup dan menjalankan sebaik-baiknya hidup.
Terima kasih untuk saudara #46: imhere. Mengutip Emha Ainun Nadjib, beginilah tragedi trisakti yang sesungguhnya: kita tidak lagi berdaulat secara politik, tidak lagi mandiri dalam ekonomi, tidak lagi berkepribadian dalam budaya. Semua itu karena jeratan utang luar negeri, dan terutama jeratan IMF/World Bank. Apakah kita benar2 layaknya Bangsa Kasihan dalam sajak Kahlil Gibran. Yah … generasi kita dan generasi setelah kita yang akan menjawabnya dalam keputusan-keputusan hidup kita ke depan.
NB:
Maaf kalau pembicaraan terlalu melebar dan tidak menyentuh titik permasalahannya. Terima Kasih, Salam!
gw cuma mau komentar buat mahasiswa yang jaket kuning tapi bukan UI. lo bisanya jangan nerimo aja apa yang udah dibahas di DPR sana. kalo lo ngajinya bener, lo juga mesti ngerti apa arti perjuangan!
Koordinasi ke Universitas-universitas yang lain bagaimana? BEM SI bicara apa?
waktu jaman gw masih muda, katanya kakak kelas…
satu komando! satu perjuangan!
satu komando! satu perjuangan!
make it clear(kalo bisa yang ikut langsung di rapat BEM SI)
me==>just watch and learn
gw gak ngerti…!!!!!
ga boleh gitu..
klo emg masih malu, pindah kuliah aja ke Jogja.,.
Buktinya, Kuliah di UI sekarang menjadi jauh lebih mahal.. itu bukti nyata liberalisasi pendidikan..
hmm, bhp sudah dihapuskan..
lalu sekarang,,
mau dibawa kemana kampus kita? tetap kritisi kebijakan dalam pendidikan!
🙂