Malu Sebagai Alumni UI

Bukannya aku tak bangga ketika bisa memasuki Universitas ini 4 tahun yang lalu. Mengenakan jaket kuning, mengecap pendidikan di Universitas yang direbutkan banya orang. Namun bukan hanya kebanggaan yang kurasakan, karena begitu banyak proses yang kulalui, yang akhirnya justru menjerumuskanku pada kenyataan yang menyedihkan.

Aku adalah bagian dari masyarakat yang menghadapi pesimistis banyak orang tua dan akanya yang tidak berani memilih atau mendaftar di UI, karena biayanya yang mahal

Aku ada di lembaga, sehingga memiliki cukup akses untuk mengetahui bahwa banyak kesalahan pelaksanaan BOP B yang berdampak signifikan bagi seorang maba.

Aku berhadapan dengan mahasiswa baru yang berkata: “iya ni Mbak, minggu depan deadline cicilan, belom tau juga si mau bayar pake apa”

Aku mendapat cerita tentang seorang anak yang berkata “ Mama udah ngutang di pasar buat bayar”

Aku mengetahui ada laporan yang masuk tentang beberapa anak yang tidak jadi masuk UI karena tidak sanggup dengan besaran BOP yang ditetapkan.

Aku pun bukan orang yang berlebihan secara finansial, terkadang untuk bisa membayar 1,3 juta per semester saja, mama harus memutar otak, bahkan sampai berhutang. Demi bisa kuliah di Ui. Di Universitas yang nampaknya kini semakin menutup pintu untuk potensi-potensi hebat yang tidak terlalu beruntung dari segi finansial.

Aku teringat 12 tahun yang lalu, ketika pertama kali aku datang ke kampus megah ini. Sejak saat itu aku jatuh cinta, dan bermimpi untuk bisa masuk ke Universitas Indonesia. Impian yang begitu indah, yang begitu memacuku untuk bisa menggapainya.

Dan kini aku berhadapan dengan anak-anak yang punya impian yang sama. Dan merasa sangat tersayat ketika mereka harus melepaskan impian mereka. Tidak jadi masuk UI karena biaya.

Di titik ini aku menangis. Maaf, aku memang cengeng, tpi akau tak mau menutupi kecengenganku saat ini. Hati ini begitu tersayat, ketika terbayang wajah-wajah mereka. Wajah-wajah yang memiliki impian yang besar. Wajah-wajah yang hak pendidikannya digerus keserakahan dan ambisi pribadi. Mata-mata yang sayu, dan khawatir. Tidak tau mau bayar pakai apa, dari mana mereka bisa mendapatkan utang dan untuk membayarnya. Dan mata-mata yang sinarnya meredup. Karena impian terangnya tiba-tiba berhenti. Mereka yang harus menyerah, dan tidak menjadi bagian dari UI

Sedih, sekaligus kecewa, Malu, terutama pada diri sendiri.

Aku diwisuda. Tanggal 27 Agustus lalu, tanpa nyanyian dari adik-adikku yang hebat yang terpaksa melepaskan impian mereka.

Rasanya hampa,
kosong,

“Almamaterku Setia Berjasa”

Ah, almamaterku betapa angkuh engkau sekarang

Almamaterku yang tidak peduli pada impian wajah-wajah tulus yang ingin merangkulnya begitu dekat, menjadi bagian dari dirinya yang begitu lekat.

Almamaterku yang tidak memberikan kesempatan untuk memberikan hak untuk mereka yang memang sudah melalui tes intelektual, dan lulus.

Almamaterku yang mungkin sudah menolak calon akademisi berprestasi, calon pengusaha besar, calon aktivis masyarakat yang membangun bangsa, atau bahkan calon pemimpin bangsa ini

Sementara aku, tidak bisa apa-apa…

4tahun waktu yang diberikan untukku mengenal dan berkarya di sana. Untuk bisa berusaha, agar almamater besarku itu bisa sedikit, sedikit saja menoleh pada kepentingan anak-anak bangsa yang membutuhkan toleransi finansial..

Sia-sia, untuk apa 4 tahun aku di sini hanya untuk menyaksikan keangkuhan suatu lembaga yang menghancurkan impian anak bangsa? yang tidak sadar bahwa yang dia lakukan tidak lain adalah menghancurkan masa depan bangsa itu sendiri??

Aku Kecewa
Aku Sedih
Aku Malu

25 thoughts on “Malu Sebagai Alumni UI”

  1. jadi ikutan sedih deh ka..
    tpi memang bener sih apa yg dikatakan sama kaka.apakah mungkin ini cara lembaga kita untuk menuju world class university? huft..

    Reply
  2. Lagi-lagi tulisan masalah biaya UI yang semakin mahal. Saya juga sebagai mahasiswa yang masih aktif bingung harus berbuat apa lagi. Menuju World class university emang butuh biaya yang banyak, tapi jangan sampai mengorbankan anak bangsa yang kurang mampu donk,,

    Reply
  3. ini dia yang membuat saya bingung ketika sedang menjalankan UIGTC (ui goes to cirebon), karena ketika road show pasti banyak yang tanya mengenai pembiayaan di ui, “kak biaya di ui mahal ga?”
    nah harus jawab pa coba???

    sedihnya hatiku ketika potensi2 daerahku yang amat brilliant tak bisa berkontribusi untuk negeri ini terhalang hanya karena pikiran “UI pasti mahal”

    Reply
  4. sedih sekali memang… banyak teman2 sy yang tak jd masuk UI krn biaya, dan sisanya, orag2 yang nekat, harus dikejar2 penagih utang, dan bingung mencri uang…

    berdoa saja, semoga pak rektor, pak dekan, dan mahalum2 tiap fakultas mengakses internet untuk menemukan kebobrokan dari sistem yang mereka jalankan.

    Reply
  5. waw,,,
    sama seperti yang saya rasakan sekarang…
    duit duit dan duit…
    peringkat 201 dunia hanya di kejar dari tampilan fisik, bukan ke akademik !!!!!!!

    Reply
  6. Saya juga pernah membayangkan saya adalah orang yang cukup beruntung bisa duduk di bis kuning yang sekarang berAC dan menikmati fasilitas kampus…. padahal orangtua membanting tulang untuk membiayai kuliah saya.

    Reply
  7. percayakah kalian dalam sebuah rapat internal kebijakan penetapan BOP dan sejenisnya.
    seorang kawan yang masih beridealis, seperti kebanyakan generasi muda yang kritis pada umumnya. melempar pertanyaan seperti ini,
    “pak kenapa biaya kuliah harus terus dinaikkan seperti ini?”
    tau jawabannya beliau apa?
    “kalau bisa dinaikkan, kenapa tidak?”
    sungguh saya terjerembab mendapati jawaban sperti itu. entah ini sumber terpercaya atau tidak, yang jelas bgitulah adanya.

    Reply
  8. @LH dan yang lainnya: semangat selalu yah, setiap langkah usaha kita,,,insya Allah diberikan petunjuk-Nya!
    @ramtay: benar atau tidak berita itu tetapi faktanya sudah kita rasakan dengan terus meningkatnya pembebanan biaya, tapi jangan menyerah kawan Tuhan bersama kita!

    Reply
  9. Bisa jadi kebutuhan operasional UI memang benar-benar besar & tidak tertutupi…


    Transparansi absolut mungkin akan menjawab itu semua,,,

    MWA yang kuat dalam mengambil orientasi kebijakan kampus juga mungkin akan membantu
    (menyangkut ranking 201 yang katanya hanya dari fisik & duit),,,

    Reply
  10. Habis lulus juga ternyata alumni UI pun tidak sehebat alumni swasta udahlah mari kita ciptakan usaha serta lapangan kerja sekuat mungkin jadi di masa depan kelak kita bisa bantu kasih sumbangan ke UI supaya menekan adanya kenaikan biaya pendidikan yang berlebih.

    Reply
  11. beuhh… klo gni sp yg salah???
    UI menjadi angkuh, tidak hanya lembaganya melainkan mahasiswanya yg selalu mmengkota-kotakan segalanya dari masalah fakultas, jurusan yg diambil hingga derajat D3,S1 reg, S1 non reg, dll.. sekarang telah terasakan.
    Dan sekarang inilah banyak Anak UI pecundang yg mengatasnamakan JAKET KUNING yg terlahir akibat keangkuhan UI, sekarang bukan lagi intelektualitas yg dicari melainkan prestis konyoL, jargon selama ini sangat salah yg mengatakan bahwa UI adalah kampus rakyat, dan seharusnya adalah UI adalah kampus MERAKYAT..!!!

    Reply
  12. jangan menyerah. buat yg mau kuliah di ui.
    sprti kata pepatah: selama ada kemauan di situ ada jalan. terus berjuang!

    Reply
  13. Sebagai konsekuensi dr UU BHP akhirnya UI mesti membiayai sendiri segala sstnya.. Menurut gw solusi yg cantik adalah biarkan UI berbisnis..
    Buat saja pom bensin, starbucks, dan juga mungkin retrebusi msk kampus..
    Sehingga pihak rektorat menjadi lbh kreatif dlm mencari dana, bukan menumpukan pd uang masuk atau semester mahasiswa saja.

    Reply
  14. yaaaaa,, “keangkugan manusia terdidik” (kata salah satu seorang temen gw mengenai mahasiswa UI). harus ada transpatansi keuangan. Rasanya spanduk besar di Halte Ui yang menyatakan selamat karen UI peringkat 201 jadi ga berarti klo liat masalah biaya masuk yang semakin mahal, semakin membuat mahasiswa tidak peduli kepada masyarakat karena akan ada paradigma baru bahwa mereka kuliah dengan uang mereka sendiri, tidak seperti dulu Mahasiswa merasa berutang kepada rakyatnya..

    Reply
  15. memang biaya kuliah di sini sekarang dah jauh melejit. jadi inget, dulu da alumnus yang beberapa tahun jauh sebelum sekarang yang ternyata bisa bayar kuliah sendiri.
    sebab itulah yang buat saya ingin kuliah mandiri.
    tapi…. dengan biaya kuliah yang sekarang, impian itu bisa jadi ga mungkin, malah beberapa anak yang yang ga jadi masuk sini hanya karena biaya seperti yang dicritain di atas.
    universitas negeri skarang ga jauh beda ma universitas swasta.

    Reply
  16. Assalamualaikum wr.wb.

    Sekedar mau tanya, Apakah pihak UI sdh cek atau survey langsung dengan benar KONDISI setiap Mahasiswa yang mengajukan keringanan BOP?,

    Sebaiknya Tidak hanya percaya dengan dokumen yang dilampirkan dan cerita saja!!.

    Pada kenyataannya banyak MHS yg mengaku tidak mampu ternyata bisa nenteng laptop, langganan internet, bisa bayar kost cukup mahal lagi.

    Sementara MHS lain yang dengan JUJUR melaporkan dan melampirkan semua dokumen BOP dengan rincian penghasilan yang TERLIHAT BESAR tapi MENJADI PAS-PASAN ketika sudah dipotong dengan seluruh biaya hidup termasuk cicilan hutang. Yang akhirnya pengajuan BOP-berkeadilan tidak disetujui.

    Dalam pemandangan sehari-hari cukup menjadi iri, melihat gaya hidup para MHS yang mendapatkan keringanan dan MENGAKU TIDAK MAMPU tadi. Sama-sama pintar kok perbedaan tanggungan SPP sangat JAUH TIMPANG, coba saja yang satu bawa laptop, cost, di fakultas yang sama hanya bayar di bawah 1 juta/semester, sementara mahasiswa lain juga bawa laptop, cost yang sama di fak yang sama pula harus bayar penuh Rp. 7.5 juta / semester. Sekali mahasiswa yang satu bayar untuk 1 semester (7,5 juta), sementara mahasiswa yang lain sudah bisa untuk sampai SELESAI kuliah (7,5 juta dibagi 8 semester).

    Apakah nggak sebaiknya BOP-tidak berkeadilan ini di tinjau ulang. Menurut hemat saya untuk bisa belajar di Univ yang berkualitas, Semua mahasiswa harus ikut berpartisipasi dalam menanggung biaya pendidikan yang sama. JER BASUKI MOWO BEO! kata orang bijak, ya memang harus berusaha.

    Coba lihat di ITS, ada 5 jalur masuk dengan harga karcis (Uang pangkal) yang berbeda, tapi biaya SPP semua sama (Rp. 1.3 juta/semester). Dan hanya harga karcis JALUR KEMITRAAN (Sponsor Perusahaan) saja yang memang tinggi. Saya kira ini yang lebih ADIL.

    Semoga ini menjadi bahan tinjauan kembali dari pihak UI.

    Kami hanya bisa memohon keadilan dari para decision maker. Semoga Allah mengabulkan do’a kita. Amien.

    Reply
  17. well, pertama, mau bilang makasih banget buat yang udah ikutan diskusi, maaf baru ngeliat lagi, dan baru sempet ikutan lagi..

    sebenernya tulisan ini adalah curhat pribadi saya, yang lagi ngerasa prihatin banget sama apa yang terjadi di UI.
    dan tentunya, perasaan malu, sedih, dll ini ga boleh berlanjut terlalu lama, karena masalah ga akan selesai hanya dengan perasaan2 itu.

    buat yang bilang bahwa apa yang terjadi di UI itu akibat BHP, itu bener banget.
    apa yang terjadi di UI emang ga bisa dilepaskan dari apa yang terjadi di tataran nasional. BHP (termasuk BHMN)memang memberikan otonomi bagi pihak universitas. jadi ada kewenangan menentukan kebijakan, termasuk kebijakan pendanaan di situ.

    nah, nampaknya kewenangan itu digunakan Mas Gum, untuk diarahkan kepada pembangunan fisik. dan pembangunan fisik itu sangat identik dengan biaya yang sangat mahal. berhubung pt daya makara tidak berdaya, dan tidak mendapatkan sumber pendanaan lainnya, maka akhirnya dibebankan secara penuh kepada mahasiswa.

    walaupun ini dampak kebijakan nasional, tapi sebenernya UI sendiri (baca Mas Gum dkk) juga sangat berpengaruh ehadap bagaimana kebijakan nasional itu diaplikasikan. dan tampaknya memang pilihan mereka adalah, ‘ngotot’ di pembangunan fisik, dan sama sekali ga mau peduli bahwa apa yang mereka lakukakan sudah merampas hak anak bangsa, termasuk menghambat akses mereka masuk ke UI..

    karena itu, yang harus kita lakukan juga 2 arah, advokasi skala kampus maupun skala nasional. dan apapun yang bisa kita lakukan lakukan saja. sekecil apapun, asal ga diem aja..
    Ayo2 Semangat!! kita berjuang dengan kapasitas kita masing2, aku mungkin akan banyak dari luar, dan temen2 semua, pasti bisa lebih baik. generasi selanjutnya harus lebih baik dari generasi sebelumnya kan???

    gerakan Malu menjadi alumni Ui?? emang ada ya?
    sebenernya si tulisan ini yang tadi aku bilang, lebih curhatan aku, aku malu sama diri aku sendiri yang ga bisa apa2 ketika almamater kita tercinta ini kebijakan2 nya makin menggerus hak2 anak bangsa..

    soal eknis pengajuan BOP, semoga ada temen2 DPM, atau lembaga lain yang membaca tulisan ini yang mau menjawab. tpi sebatas pengetahuan aku, mekanismenya cuma penyerahan berkas, bahkan banding lewat email. ga tau deh ada wawancara atau nggak. yang jelas ga ada survey,, dan itu sangat signifikan pasti sama hasilnya..
    aku sepakat, emang ga akurat jadinya.
    peninjauan kembali??
    Sepakat Banget
    tapi jangan lupa merumuskan bentuk sistem pengganti yang terbaik, yang juga memperhitungkan segala aspek, terutama aksesibilitas UI..

    Semangat Semua!!!!!!
    semoga kita bisa lebih konkret daripada hanya sekedar prhatin dan merasa malu…

    Reply
  18. ya sudah, yang sudah lulus, terutama yang bilang malu, kalau sudah sukses, jangan segan2 untuk kembali ke kampus, berkontribusi dengan memberikan sumbangan, beasiswa iluni, atau membawa sistem baru yang bisa membuat biaya pendidikan di UI lebih terjangkau, atau bahkan gratis sama sekali.

    sebagai bukti nyata bakti alumni, bukan hanya protes terhadap almamater. toh selama ini para alumni juga dapat banyak hal dari universitas.

    Reply
  19. dan kalau dipikir2, mereka yang masuk angkatan 2007 ke atas masih ‘beruntung’, masih belum kena yang namanya BOP berkeadilan itu.

    yah semoga nanti ada hal signifikan yang bisa kita lakukan lah buat adik2 kita di UI. salam.

    Zulfan
    alumni, angkatan 2005

    Reply
  20. sekedar berbagi pengalaman aja…dulu waktu kuliah (1997-2003) kalo lagi nggak ada duit buat bayar spp juga bisa kuliah…bahkan beberapa kali sampai Rp 0,- (masih ada buktinya)…yaa yg penting jujur aja…
    sekedar berpesan aja…jangan cengeng jadi anak UI…

    Reply
  21. UI jangan di jadikan kebanggaan..
    masalahnya banyak orang yang berbangga dengan UI, padahal dia bukan apa2… jangan berlindung di balik jaket kuning…

    Reply

Leave a Comment