Mapala UI Menyelam di Perairan Kapoposang

Makassar- Disambut oleh segarnya air dari buah kelapa yang baru saja dipetik, rasa lelah empat jam terombang-ambing diatas kapal motor terbayar sudah. Saya bersama Hizkia Dianne Angela (Mahasiswa Penyiaran 2008), dan Stephanie Amalia (Mahasiswa JIP 2010) berangkat dari Depok menuju Makassar mewakili Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (MAPALA UI) untuk mengikuti acara Jambore Forum Penyelam Mahasiswa se-Indonesia (FoPMI) tanggal 9-12 Maret 2012 di Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene, Kepulauan Pangkep, Sulawesi Selatan.

Para penyelam mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia (Photo by : Mena Rizky Tarigan-Universitas Diponegoro)
Para penyelam mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia (Photo by : Mena Rizky Tarigan-Universitas Diponegoro)

Tak banyak memang yang mengenal Pulau Kapoposang sebagai salah satu tempat menyelam yang menawan, padahal titik-titik penyelaman disana sangat menarik. Kurang lebih ada sembilan titik yang sering diselami, yaitu cave point, turtle point, januar point, tanjung point, teluk point, marjono point, aquarium point, nakano point dan sang primadona shark point. Tepat tanggal 10 Maret 2012, kami dari Mapala UI berkesempatan menyelam di turtle point, sesuai dengan namanya, tentu saja yang paling ditunggu-tunggu di titik ini adalah penyu yang diharapkan berenang di sekitaran kami.

Perjalanan dari Desa Mattiro Ujung tempat saya menginap ke tempat saya akan menyelam dilalui dengan kapal kayu kecil yang lalu dilanjutkan dengan kapal motor kayu yang lebih besar. Hanya dalam waktu 15 menit kapal besar itu lalu membawa saya dan para penyelam mahasiswa lainnya ke sebuah titik penyelaman, yap ini dia.. turtle point!. Di turtle point, saya harus menyelam dengan terus melipir ke kiri karena di sebelah kanan saya adalah laut lepas yang kalau tidak hati-hati saya bisa terbawa arus. Saat menyelam, sebuah dinding yang begitu besar terbentang panjang di hadapan saya, tidak hanya panjang namun kedalaman dinding menuju dasar laut konon katanya lebih dari 500 meter. Soft coral atau karang lunak warna-warni yang bergoyang-goyang serta ratusan ikan-ikan karang dan invertebrata menghuni dinding besar itu. Fugu atau ikan buntal, segera menyapa ketika turun di kedalaman sembilan meter, clownfish alias si nemo sibuk menari-nari di dalam anemon sedangkan butterfly fish dan juga batfish tak ketinggalan keluar dari persembunyian. Wuiiih..ikannya ramai.

Biota di perairan Kapoposang (Photo by : Mena Rizky Tarigan- Universitas Diponegoro)
Biota di perairan Kapoposang (Photo by : Mena Rizky Tarigan- Universitas Diponegoro)

Saya dan teman-teman Mapala UI menyelam rata-rata dengan kedalaman 30 meter. Bukan hal yang mudah, karena menyelam dengan kedalaman seperti ini seorang penyelam harus memiliki sertifikasi selam advance atau tingkat lanjutan. Kalau tidak pintar mengendalikan tekanan dan waktu menyelam, telinga bisa sakit atau bahkan terkena decompression sicknessyaitu situasi dimana unsur nitrogen terlarut dalam darah dan membentuk gelembung udara lalu menyumbat pembuluh darah dan sistem saraf, efeknya tubuh akan mati rasa, pingsan,dan lebih parahnya meninggal dunia. Itulah salah satu sebab mengapa menyelam adalah salah satu kegiatan paling berbahaya.

Siluet penyelam dalam laut (Photo by: Mena Rizky Tarigan-Universitas Diponegoro)
Siluet penyelam dalam laut (Photo by: Mena Rizky Tarigan-Universitas Diponegoro)

Selesai bermain di kedalaman 30 meter perlahan saya mulai naik, tiba-tiba di kedalaman sekitar 20 meter yang dicari datang juga! Seekor penyu sisik bertotol-totol hitam melintas perlahan tepat di atas kepala saya, sontak kegirangan yang pertama kali saya lakukan adalah mencolek buddy (partner menyelam) saya yang kebetulan seorang fotografer untuk segera siap dengan kamera dan memotret pergerakan si penyu. Gerakan si penyu begitu pelan, berenang menyusuri dinding dan lalu menyelam lebih dalam sehingga tanpa sadar si penyu sudah berada lima meter di bawah tubuh saya. Wow!Pengalaman yang begitu menyenangkan.

Penyu yang menghuni perairan kapoposang (Photo by : Mena Rizky Tarigan-Universitas Diponegoro)
Penyu yang menghuni perairan kapoposang (Photo by : Mena Rizky Tarigan-Universitas Diponegoro)

Setelah pengalaman menyenangkan bertemu penyu sisik, akhirnya seluruh penyelam termasuk saya naik ke atas kapal dan melepas semua peralatan selam sambil merapikannya kembali. Suara kapal motor sudah terdengar, Kapal sudah siap membawa kami kembali ke Desa Matirro Ujung. Sampai di pinggir pantai wangi ikan yang sedang dibakar oleh penduduk setempat mengusik indra penciuman saya. Makan siang bersama ikan ekstra besar yang disebut penduduk setempat dengan ikan talasang, sambal colo-colo(sambal yang terdiri dari tomat, lombok kecil, garam, air jeruk nipis) serta setangkup nasi panas menjadi pengisi perut paling nikmat hari itu, apalagi dengan pemandangan pasir putih dan langit yang hampir merah.

Nikmatnya menyantap ikan talasang bakar dan sambal colo-colo (Photo by: Mena Rizky Tarigan-Universitas Diponegoro)
Nikmatnya menyantap ikan talasang bakar dan sambal colo-colo (Photo by: Mena Rizky Tarigan-Universitas Diponegoro)

Acara Jambore yang rutin diadakan setiap satu tahun sekali sejak tahun 2010 ini, berhasil mengumpulkan 52 orang penyelam mahasiswa dari berbagai pulau di Indonesia. Acara yang tahun ini mengusung tema clean up sea, joyful, safety and natural dive, tidak saja menjadi ajang silaturahmi para penyelam mahasiswa, tapi kegiatan ini juga selalu mengingatkan saya bahwa keragaman hayati bawah laut Indonesia begitu kaya raya dan patut dilindungi.” Semoga kalian anak muda yang pintar-pintar ini lewat menyelam nantinya bisa mengembangkan tempat-tempat terpencil seperti Pulau Kapoposang ini ” Begitulah harapan Pak Marijan seorang pengemudi kapal yang kami tumpangi untuk menyelam selama di Kapoposang. Jadi, sempatkan waktu untuk menikmati kekayaan alam negeri sendiri sehingga kita dengan sukarela ingin selalu melindunginya. Let’s dive!

 

All Photos by : Mena Rizky Tarigan- Universitas Diponegoro

Leave a Comment