Mengenal Biografi Cut Nyak Dien Sampai Kematiannya

anakui.comCut Nyak Dien , Cut Nyak Dien adalah Pahlawan Nasional wanita Indonesia yang berasal dari Aceh. Ia lahir pada tahun 1848 dari keluarga bangsawan yang agamis di Aceh, Sumatera.

Dari garis ayahnya, pahlawan wanita ini merupakan keturunan langsung Sultan Aceh.

Ketika usianya menginjak 12 tahun, Cut Nyak Dien dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, yaitu pada tahun 1862 yang juga berasal dari keluarga bangsawan.

Suaminya merupakan putra dari uleebalang Lamnga XIII. Pasangan muda ini pun dikaruniai satu orang anak.

Pada tanggal 26 maret 1873, ketika Perang Aceh meluas, ayah dan suami Cut Nyak Dien memimpin perang di garis depan, melawan Belanda yang memiliki persenjataan lebih lengkap dan modern.

Ayah Cut Nyak Dien bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati, perantau dari Minangkabau

Setelah bertahun-tahun melawan, pasukannya pun terdesak dan pada akhirnya memutuskan untuk mengungsi ke daerah yang lebih terpencil.

Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda.

Tewasnya Ibrahim Lamnga di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 pada akhirnya menyeret Cut Nyak Dien lebih jauh ke dalam perlawanannya terhadap Belanda.

Pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar, setelah sebelumnya ia dijanjikan dapat ikut turun di medan perang jika menerima lamaran tersebut.

Dari pernikahan ini keduanya dikaruniai seorang anak yang diberi nama Cut Gambang.

Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda.

Namun, pada tanggal 11 Februari 1899 Teuku Umar gugur. Hal ini membuat Cut Nyak Dien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.

Ia dikenal pantang menyerah, sebab cita-cita utamanya yakni ingin bangsanya dapat terbebas dari kekuasaan para penjajah.

Biografi Singkat Cut Nyak Dien

Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan perempuan yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis.

Cut Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap.

Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1850, ini sampai akhir hayatnya teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, juga bersuamikan pria-pria pejuang.

Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan.

Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.

Cut Nyak Dien lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh. Tidak diketahui dengan jelas tanggal lahir dari Cut Nyak Dien.

Tapi ia diketahui lahir pada tahun 1848. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848.

Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat.

Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dien merupakan keturunan Minangkabau.

Masa Kecil Cut Nyak Dien

Pada masa kecilnya, wanita pemberani ini adalah anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya).

Banyak laki-laki yang suka padanya dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orang tuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

Pernikahan Dengan Teuku Umar

Setelah Ibrahim Lamnga meninggal, Teuku Umar kemudian melamar Cut Nyak Dien. Pada awalnya Cut Nyak Dien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Ia akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880.

Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan belanda. Dari pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dien memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang.

Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi’sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat.

‘Menyerahkan Diri’ ke Dengan Belanda

Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan “menyerahkan diri” kepada Belanda.

Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh.

Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dien dan memakinya. Ia berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda.

Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai.

Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.

Mininggalnya Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan untuk menghindari pengaruhnya terhadap masyarakat Aceh, ia diasingkan pada tanggal 11 Desember 1905 di Pulau Jawa, tepatnya ke Sumedang Jawa Barat.

Di tempat pengasingannya, Cut Nyak Dien yang sudah renta dan mengalami gangguan penglihatan, mengajar agama.

Ia tetap merahasiakan jati dirinya sampai akhir hayatnya. Cut Nyak Dien wafat pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat.

Makamnya baru diketahui secara pasti pada tahun 1960 saat Pemda Aceh sengaja melakukan penelusuran.

Hingga kini makamnya masih cukup sering diziarahi masyarakat. Itu dia informasi dan bentuk perjuangan dari Cut Nyak Dien semasa hidupnya.

 

Daftar Isi

Leave a Comment