Meru Betiri? Boleh Ko’ Dicoba Lagi…

Oleh Ali Budiharto Haryanta, Karlina Triana, dan Shinta Paramita

Gerbong kereta api penuh sesak dengan puluhan carrier yang bertebaran di setiap sudutnya, ditambah lagi puluhan calon anggota Mapala UI yang malang melintang mengisi satu gerbong yang memang sudah penuh sesak itu. Suasana di dalam kereta mengawali Perjalanan Panjang (PP) Jelajah Taman Nasional Meru Betiri (TNMB).

71 orang, termasuk kami, berada dalam gerbong kereta di 24 jam perjalanan menuju taman nasional terbesar di Pulau Jawa, Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Melelahkan memang duduk di kereta api selama itu, tapi 58 km jarak tempuh PP Jelajah TNMB dengan berjalan kaki memikul berat carrier yang lebih dari 40 kg selama 8 hari, dari 27 Juni sampai 4 Juli 2009, ternyata jauh lebih menguras tenaga kami. Jika memang ingin dibandingkan, tahap persiapan yang sebelumnya sudah menguras waktu, dana, pikiran, dan tenaga selama kurang lebih satu setengah bulan pun terasa lebih menyenangkan.

Di Tengah Hutan Meru Betiri
Di Tengah Hutan Meru Betiri

27 Juli kami memulai perjalanan dari entry point di Desa Sumber Mulya, Banyuwangi. “Memulai?”, tapi kenapa tenaga dan pikiran seolah sudah terkuras semua? Tapi kenapa kita sudah mulai ketar-ketir? Tapi kenapa sudah terpikirkan untuk segera menyudahi perjalanan ini? Hanya berpedoman pada kompas dan peta topografi karena memang GPS dilarang untuk digunakan, medan dataran rendah yang memang sulit untuk bernavigasi darat, serta panasnya cuaca wilayah timur Pulau Jawa mungkin dapat dijadikan alasan beratnya “memulai” perjalanan ini.

Orientasi Medan
Orientasi Medan

Setiap hari sepertinya sama saja, semua berlalu dengan rutinitas yang serupa. Pagi hari tim navigasi berkumpul untuk orientasi medan, selanjutnya tim besar PP bergerak dengan dibagi menjadi empat; tim bacokers bersama dengan tim navigasi, tim leader, tim middle, dan tim sweeper. Di dalamnya, tim riset tetap terus menjalankan tugasnya. Meneliti potensi wisata yang ada di kawasan Taman Nasional Meru Betiri, mulai dari situs arkeologi yang ada hingga indahnya deburan ombak di Teluk Permisan dan Teluk Meru. Kami berjalan dengan sorak-sorai penyemangat yang terdengar memecah heningnya hutan. Teriakan penyemangat sedikit banyak berpengaruh bagi anggota tim yang berada di barisan terdepan alur perjalanan, karena merekalah yang membutuhkan banyak tenaga dan dorongan motivasi untuk membuka jalur yang sebagian diantaranya dikatakan sebagai jalur perawan, yang memang masih rapat tertutup oleh vegetasi yang ada.

Menyusuri Teluk Meru
Menyusuri Teluk Meru

Tak ada kata menyerah, perjuangan dari hari ke hari terus berlangsung. Dengan waktu yang semakin sedikit dan posisi kami yang masih jauh dari exit point di Desa Bandealit, perjalanan di malam hari pun dilakukan. Tak tanggung-tanggung, jalur yang harus dilalui adalah tanjakan ke puncak gunung, dengan kemiringan hampir 40o. Perjuangan tak hanya terhenti sampai di situ, hari terakhir perjalanan kami tempuh dengan jarak yang cukup panjang. Total sekitar 16 km dan Desa Bandealit harus kami capai hari itu juga. Beberapa di antara kami semakin mempercepat langkahnya karena mungkin sudah merasa bosan dengan hutan TNMB yang mengekang diri mereka selama 8 hari. Adapula yang justru terlihat sangat menikmati perjalanan terakhir ini, mereka memperhatikan setiap sudut hutan yang dilalui.

Masih Tetap Ceria di Tengah Lelahnya Perjalanan
Masih Tetap Ceria di Tengah Lelahnya Perjalanan

Malam hari kami tiba di sebuah desa kecil sebelum exit point, menanti kedatangan anggota tim lainnya yang belum sampai, sambil masak dan membuat minuman hangat. Setelah semua terkumpul, kami berjalan perlahan menyisiri desa dan menikmati sisa perjalanan panjang ini. Beberapa calon anggota yang sakit kakinya sempat sedikit memperlambat sistem jalan tim besar. Di batas desa, beberapa teman sesama calon anggota menyambut kami dan bahkan merangkul kami. Nampaknya mereka cukup senang tim ini sudah sampai di Bandealit. Kami juga sangat bersyukur sudah sampai di desa ini. Tidak ada beban lagi. Semuanya sudah kami anggap selesai. Tinggal kenangan yang akan terus kami ceritakan.

2 thoughts on “Meru Betiri? Boleh Ko’ Dicoba Lagi…”

  1. Selamat ya buat kawan-kawan, mungkin kenangan berjalan bersama ratusan mahasiswa UI dari berbagai fakultas, akan terus terkenang di kemudian hari..

    Tapi bukan itu tujuan utama..intinya perjalanan ini dapat mengajarkan kita agar lebih dekat dengan alam dan bangsa Indonesia,

    Indonesia Tanah Air Kita…
    Disini kita bukan turis, kita harus membangun.

    Tetap semangat yah..bwt (calon anggota Mapala UI)..mental, fisik dan intelegensia harus tetap ditingkatkan agar menjadi pemuda-pemudi kebanggaan negeri.

    Reply

Leave a Comment