MIPA Itu Gak Keren! Gak Ada Duitnya!

Sebuah perjalanan pelan sebelum sholat Jumat tanggal 3 Desember 2010 menjadi saksi bisu pendengaran saya yang panas akan pemikiran pihak ”rektorat”.

Siang itu begitu khas udara kampus UI yang mulai memanas. Perjalanan seperti orang rempong akhirnya dimulai dengan pembicaraan terkait adanya pembangunan gedung baru Fasilkom UI di samping Departemen Kimia FMIPA UI. Salah seorang teman saya mulai berdiskusi lebih kurang demikian (maaf, nama samaran).

Times New Roman : ”Eh, kok rektorat banyak bangun gedung baru ya? Kok gak merenovasi gedung yang udah ada?” Gumamnya sambil sesekali melihat pepohonan di samping danau Kenanga UI yang berubah menjadi tumpukan beton.

Century Gothic : ”Iya ya, padahal fakultas kita (MIPA), udah bobrok kayak gitu” Kembali teringat bagaimana kamar mandi gedung kuliah yang tinggal sepasang. Ia juga teringat bagaimana Laboratorium Kimia Lantai Empat yang tembus pandang ke genting. WC Musholla yang mampet dan Laboratorium dengan alat-alat seperti bekas armada perang kemerdekaan. ”Oiya, kemarin kan si Comic Sans nanya ke pihak rektorat, kenapa kok fasilitas di MIPA tidak direnovasi? Padahal kan udah miris banget” tuturnya pelan.

Times New Roman : ”Terus” dia berkata, saya (Arial Narrow) pun ingin tahu dan mendengarkan kenapa.

Century Gothic : ”Ia (Comic Sans) juga menanyakan kenapa kok malah yang dibangun gedung Fasilkom sih Pak?” ia menghela napas, sembari Arial Narrow dan Times New Roman mulai khusuk mendengarkan.

Century Gothic melanjutkan: ”Si rektorat itu ngomong kurang lebih demikian. Ya, memang kami lebih memilih Fasilkom karena lebih keren. Fasilkom dinilai memiliki kualitas dan nilai jual yang lebih. Dan pokoknya begitulah,” ia menghentikan kata-katanya.

Times New Roman: ”Waduh, parah ya?!”

Dan obrolan penghinaan terhadap rektorat berlanjut sepanjang jalan menuju MUI yang tak jauh dari lokasi obrolan tersebut terjadi.

Nah, setelah mendengar berita demikian, saya pun mulai berpikiran yang macam-macam mengenai kata-kata liputan yang mungkin secara gaulnya bisa dijadikan judul artikel ini, MIPA itu Gak Keren! Gak Ada Duitnya!

Gambar dinding gedung Geografi yang tumbuh tanaman pakunya.

Serendah itukah MIPA? Serendah itukah fakultas para calon pemikir di negeri ini dihargai? Itukah World Class University, yang MIPAnya gak punya lagi alat rotasi tumbuhan. Tidak punya lagi pipet yang karetnya masih utuh.

Quotes: Terinspirasi dari buku berjudul 5cm Donny Dhirgantoro, dengan nama tokohnya Arial.

80 thoughts on “MIPA Itu Gak Keren! Gak Ada Duitnya!”

  1. yang gak ada duwitnya dari REKTORAT! jangan ngomong MIPA yang gak ada duwitnya dong! judul tulisan ini di twitter bikin emosi

    Reply
      • Membuat tulisan menjadi lebih menarik (dengan judul provokatif) boleh-boleh saja. Tapi diharapkan bisa menjelaskan secara garis besar apa yang ingin disampaikan. Karena isi artikel ini tak lebih dari diskusi (bukannya menyatakan sesuatu seperti judul di atas).

        Sebaiknya tanda seru itu diganti dengan tanda tanya karena di situ Anda tak memberikan konklusi apapun dan dengan tanda tanya tersebut Anda bertanya kepada para pembaca “apakah benar MIPA gak keren? MIPA gak ada duitnya?”

        Terima kasih.

        Reply
    • selow aja masberooo. lagian kan kurang referensi. ini namanya kan anakui.com di AD/ART udah diatur kok. klo masih marah, gausah baca donk :p

      Reply
  2. kenapa oknum seperti itu ada di wilayah rektorat??bukankah world class university ini menghasilkan orang cerdas?kenapa pernyataan tidak cerdas tersebut sampai terlontar di wilayah rektorat yg notaben nya wilayah para pemimpin ui?

    saya sebagai mahasiswa mipa merasa tersinggung dalam pernyataan pihak rektorat!jika memang menurut anda fakultas kami tidak penting dan tidak menjual layaknya Fasilkom atau FK,kenapa dulu pihak anda mendirikan fakultas kami??

    Reply
  3. Saya cuma bisa bilang bahwa nggak habis pikir ilmuwan-ilmuwan hebat indonesia jarang yang mau mengamalkan ilmunya disini, yang mau berkarir disini, yang mau mengadakan penelitian-penelitian ilmiah disini, bahkan hidup disini, karena memang mereka selalu dipandang sebelah mata. Jadi jangan salahkan jika fisikawan hebat seperti nelson tansu betah berkutat di amerika serikat dan ogah balik kesini 🙂

    Reply
    • betul mb Finda … sebenarnya banyak dari Indonesia itu hebat … itulah salah satu ketidakpeduliannya, ya pantaslah kalau mereka gak mau pulang … dan bangsa kita “terjajah” untuk selamanya …

      Reply
  4. untuk menjadi sukses, seorang pemikir tidak harus berangkat dari istana yang megah bukan?
    bahkan kebanyakan dari mereka lahir dari gubuk2 reot…

    kenapa perkataan orang rektorat yg ga berkualitas kayak gt kita layani??
    mari kita bungkam mulut mereka dengan kemajuan dan kesuksesan kita!!!!

    Reply
  5. pengen nangis rasanya baca kalimat yg terakhir
    “Serendah itukah MIPA? Serendah itukah fakultas para calon pemikir di negeri ini dihargai? Itukah World Class University, yang MIPAnya gak punya lagi alat rotasi tumbuhan. Tidak punya lagi pipet yang karetnya masih utuh.”

    sebagai anak mipa (dan geografi, yg fotonya terpamapang diberita ini) rasanya memang ingin protes…mungkin banyak yg tdk tahu bagaimana anak-anak kimia terganggu saat praktikum karena ada pembanguan gedung (bagaimana jika mereka sedang melakukan titrasi, terus salah karena ada getaran maha dahsyat dari pembangaunan????kan kasihan) sampai ada yg bilang”gedung fasilkom jadi, gedung kimia ambruk”….ckckckc….
    fakta lainnya: geografi saja memperbaiki WC sendiri, dari bantuan para alumni, mana bantuan dari UI?
    pada kenyataanya nasib lab-lab di MIPA memang memprihatinkan…jadi kalao mau jadio research university seharusnya ditingkatkan pula fasilitas pendukung untuk research itu sendiri(laboratorium misalnya)………..kenapa masih begini???????????????????????????????

    Reply
  6. Memang bener banget tuh. Gue juga sebagai anak MIPA agak risih dengan segala kekurangan kita. Sedih mesti menyandang nama World Class University, padahal bikin nomenklatur binomial aja salah

    Reply
  7. kata menteri pendidikan : Untuk menjadi World class University, tidak harus punya gedung2 yang bagus kok…
    buat apa punya gedung bagus tapi SDMnya rendah??

    hehehe..sesama Anak MIPA, yang sabar ya Kawan….
    kita lawan perkataan dengan sebuah tindakan, yaitu PERUBAHAN..hihi

    Anggap aja itu sebuah teguran..

    Reply
  8. gw dulu waktu d3 di farmasi, sekarang ekstensi di iklan fisip,

    kabur jauh.. karena gw ga kuat dengan kehidupan anak2 mipa yang sedikit lebih ‘kaku’ dibandingkan dengan sekarang gw di fisip. intinya si gw salah milih jurusan. hehehehe,

    yang gw rasain selama kul di farmasi ga tau kenapa pembangunan gedung dan fasilitasnya lambat bgt! padahal biaya semesteran lebih mahal MIPA lho daripada FISIP. ga tau lah itu duit larinya kemana..

    buat beli alat lab?! tetep pake yang lama tuh…

    bangun gedung?! farmasi aja yang baru… okelah.. tapi isinya tetep yang lama semua…

    sempet gw tanya kenapa ga pake alat yang lebih moderen? alesannya, biar di dunia kerja kita bisa ‘survive’… anjis..!

    fasilitas mahasiswa?! cukup seadanya…

    AC di gedung B?! ditemuin di MIPA di tahun 2004-an!

    dosen2nya?! subjektif! ga demokratis! apalagi masi ada ngatain mahasiswa ‘monyet!’ WTF!!!

    inikah cara mendidik dan apa yang di dapatkan calon pemikir anak bangsa?!

    Reply
  9. waduh, ngebaca komentar yg mengatakan FASILKOM lebih berkualitas dan menjual dibandingkan FMIPA..sungguh ini tidak adil…
    bukankah pembangunan UI itu merata..tidak berat sebelah…
    karena mau itu MIPA , FASILKOM atau FK dll adalah satu UI juga??

    Reply
  10. Akhir bulan November kemaren, sempat jalan-jalan ke UI setelah lebih 8 tahun tak melihatnya, banyak sekali perubahan di sana, sepertinya UI tengah bersolek. Tapi setelah membaca ini saya jadi kepikiran, jangan-jangan UI sekarang cuma pandai bersolek?

    Reply
  11. Sebuah tantangan untuk membuktikan bahwa kita bisa maju tanpa bergantung pada rektorat. Yang punya menteri dari UI fakultas apa saja ya hehehe(?) Tolong Menteri ESDM agar bantu FMIPA UI agar menjadi tulang punggung Research Country. kenpa takut bermimpi?

    Reply
  12. jadi teringat dulu sedang UTS statistik saat hujan dan kertas ujian sukses basah gara2 atap bocor yang udah jadi masalah sejak saya masuk MIPA. tiap inget kejadian itu, cuma bisa ketawa miris.

    Reply
  13. Weleh2… rame juga yach yg komen… santai aja kali :sambil sinis dan datar:

    Gw yg sudah jadi ‘penghuni’ sebelah Gd. Fasilkom sejak lama biasa aja koq… Mulai dari lab bawah yg skr udah BAGUS bgt (dulu ga sempet mencicipi sich.. hehehe…) sampai lab paling atas yg cukup serem jg pas malam hari (apalagi bila dipakai menginap untuk penelitian)… Gw jg udah pernah merasakan jadi pengurus HMD yg terletak di sebelah toilet dan di bawah toilet serta dapur… Apalagi gw jg udah pernah merasakan alat2 instrumen yg umurnya lebih tua dari gw dan bahkan ada semenjak kalian semua belum lahir… Bila sedang kuliah,, ruangan yg paling enak itu pasti di Gd B lantai 2 (201-204), 306-307 yg luas sudut pandangnya,, sehingga bisa nyaman melihat bahan kuliah meski duduk di belakang,, dan di bawah kipas tentunya (posisi paling adem)… Ah,, semua itu hanya kenangan indah masa2 kuliah dl… hehehe…

    Semenjak jadi pengurus HMD dl,, gw suka bersinggungan dg KaDept dan Bendaharanya,, tentunya terkait urusan KLASIK a.k.a DANA… Semenjak Rektor UI dijabat oleh Mr. der.Soz,, sistem keuangan di UI, terutama anggaran, berubah menjadi sistem yg terintegrasi.. Sistem tersebut mewajibkan bahwa segala sumber pendapatan UI ditangani di rektorat, termasuk SPP ente2 semua, dan segala pengeluaran hrs dibuat semacam rencana anggaran setiap bln untuk bln berikutnya… Akibatnya Dept. tidak memegang uang sepeser pun,, sehingga sulit untuk menangani urusan tetek bengeknya… Dengan kata lain,, bila ada atap bocor atau kaca pecah,, maka diganti bln depan dan itu pun bila turun duitnya… Makanya,, gw ga heran Gd. sebelah Fasilkom itu yach bs dibilang ‘Hidup segan mati tak mau’…

    Tapi,, gw yakin dg segala keterbatasan dan kekurangan fasilitas yg dimiliki,, masih bisa mencetak SDM2 yg unggul.. =]

    Reply
  14. Yah butuh support semua pihak untuk menjual MIPA…..sebagai lulusan MIPA saya tetap mem-value diri saya tinggi dan sama sekali tidak minder karenanya. Mindset sbg lulusan inferior ini yg musti dihapus !!!

    Reply
  15. kak wendy, berani gak kalo ini di post ke media cetak.. biar masyarakat luas tau, supaya pake rektornya malu sendiri sudah mengatakan hal yang sangat durjana seperti itu ?
    atau emang udah di posting ke media cetak ya ?

    Reply
  16. Teruntuk Adik Ku Wendy.

    Mipa memang ga da duitnya, tp stlh keluar dr MIPA sy rskan dri sy yg skrg ni. MIPA lh yg telah membuat sy bs Menuju Malaysia & German, MIPA yg tlh mengubah hidup sy dr yg tdnya mkan d warteg sinta kukusan skrg makan d hotel bintang 5 di Bali bersama para Bos2 yg bukan expatriat.

    Wendy u pngen pny duit d kampus tp keluar kaga pny duit / d kmpus ga brduit tp u keluar bnyk duit ?u tingal pilih.

    Ga penting qta sekolah d tmpt yg ga da/berduit.

    Reply
  17. Alhamdulillah. Seharusnya memang mahasiswa itu harus kritis, meledak-ledak (dalam segi positif) dan taktis. Media dan sarana sekarang jauh lebih baik, lebih banyak lebih dan efektif. Jadi seharusnya lebih bisa “merubah”.

    Saya lulus MIPA tahun 1997 dan menikmati masa kuliah seperti mahasiswa UI secara umum (bukan hanya FMIPA). Kami (saya dg beberapa teman) melanglang fakultas dan mengikuti beragam kegiatan. Jadi kalau ada yg berpendapat mahasiswa MIPA kaku, ya balik ke orang yg melihat dan juga yg ngejalanin. Lha wong semua ini opsi kok.

    Secara keseluruhan, saya sebenarnya gak melihat manfaat langsung ilmu MIPA dalam kehidupan dan dunia kerja. Kebanyakan pola pikir, dimensi akal dan cara membuat “masalah” dan mengatasinya yang akhirnya digunakan. Ya kan? Coba saja tanya sama mas2 dan mbak2 yg sudah mencapai jenjang karir selevel manager keatas, masih pakai statistik gak? Masih pakai FFT atau rumus2 Fisika/Kimia dan lain sebagainya? Gak kali ya? paling ngasih tahu yunior supaya anak buah kerjanya lebih efisien.

    Bagi saya tulisan di atas (terlepas benar apa enggak) agak terlalu dibesar-besarkan. Kalaupun benar saya justru melihat sisi positifnya. Tugas membangun memperbaiki dan mengembangkan kampus adalah tugas dekan dan staffnya. Justru lebih dekat ke mahasiswa fakultas. Dizaman kami, kami terbiasa berbicara dengan dekan dan staffnya untuk kemajuan jurusan/fakultas, termasuk fasilitas dan prasarana perkuliahan. Kenapa tidak kita lakukan lagi sekarang?

    Menjual atau tidak FMIPA? Balik kanan dan lihat bayangan kita di kaca depan gedung B. Kita ngejual gak? Makanya ayo kita “jual” MIPA! Jangan hanya belajar matematika, geografi, biologi dan seabrek ilmu eksak. Anda akan terjun menjadi apapun di dunia kerja akan menemui model masalah yang jauh lebih kompleks dari sekedar FFT dan turunannya. Jadi kita harus belajar komunikasi massa, belajar politik, sastra (untuk menghaluskan biar gak kaku), belajar ekonomi dan MARKETING!

    Lho iya toh? Pada akhirnya kita harus belajar ilmu2 itu kok. Jangan mau dikotak-kotak. Jangan mau dipecah belah. Kita buat MIPA terjual. Bagaimana caranya? Kalian menggenggam jawabannya.

    Reply
  18. perlakuan UI terhadap MIPA menggambarkan Perlakuan Indonesia terhadap para SCIENTIST-nya, , LEBIH mewah Gedung DPR daripada Gedung-gedung di LIPI. .
    Daripada beli BAOBAB mending beliin GENETICS ANALYZER!

    Reply
  19. hmm jadi bingung,
    w bkan anak UI tapi w tetangganya FMIPA yaitu POltek,

    kirain w managament UI bisa mengkordinir lebih baik.
    tw”nya gitu toh.
    Memang sih klo w liat FMIPA kaya dianaktirikan dngn fakultas” lain kaya FT,FE,FISIP Dll
    dari gedung dan fasilitasnya.

    Reply
  20. Sebenernya tahun ini fasilitas mipa agak sedikit lebih mending dibandingkan sebelumnya. Tadinya kita nggak punya halte sepeda, jadi punya. Tadinya parkir motor kita nggak ada atap, skrg dibangun lahan baru dan ada atapnya, dan bagus juga kok tempatnya. Terus halaman depan mipa diperindah. Ya memang sih baru eksteriornya saja, jadi baru keliatan dari luarnya. Kalo diliat ke dalam sih ya sebenarnya masih banyak yg kurang memadai. Tapi setidaknya fmipa menunjukkan perubahan, bukan? Saya sebagai anak fisika, yg saya keluhkan itu hanya alat2 praktikum yg sudah tua dan sudah banyak yg rusak. Bahkan osiloskop dan blackbox yg msh benar pun pas2an jumlahnya. Oh ya, dan satu lagi. Perpustakaan fakultasnya amat sangat menyayat hati jika dibandingkan dgn perpustakaan fisip. Tapi saya yakin dibalik semua kekurangan itu, kalau ada tekad dan kemauan, tidak akan menghalangi kita untuk bisa maju. Saya juga tidak peduli dgn apa yg orang bilang ttg mipa bahwa lulusan mipa itu tidak punya masa depan. Bah, saya ketawa dalam hati kalo denger orang ngomong itu. Iya sih mungkin kita memang dipandang sebelah mata di negeri kita sendiri, tapi justru kita luar biasa dihargai di negeri orang, apalagi jika kita bisa berprestasi. Percaya deh. Saya sih santai aja kalo ada yg banding2in mipa sama fakultas lain. FYI, papa saya bergelar doktor ekonomi tetapi waktu tes simak ui beliau tidak menyarankan saya untuk ngambil ekonomi tuh jadi saya ketawa aja kalo denger lagu sombong feui (udah pada tau dong pastinya sama lagu sombong feui? ;D). Semangat ya teman2 fmipa! 🙂

    Reply
    • findaaaa kita punya kesamaan kurang lebih dari opini orang” mengenai jurusan kita yang dipandang sebelah mata sama banyak orang. Defintely, i’m with you!!! Semangat yah teman-teman MIPA saya yakin kalian bisa jadi lulusan yang terbaik dari yang baik. Dulu saya pengen banget masuk farmasi loh tapi takdir berkata lain. Saya cukup bahagia di jurusan saya yang sekarang. Sastra Jerman semoga mengawali langkah saya menjadi calon diplomat yang jujur dan berguna untuk Tanah Air. Amin. hehe 🙂

      Reply
  21. hmm, saya sebagai warga teknik agak kecewa jika memang itu perlakuan rektorat akan MIPA.

    MIPA bagi kami adalah pondasi ilmu teknik 🙂

    buat teman2 MIPA, sabar dan semangat ya!

    Reply
  22. Gua kira fakultas gw doang yang ga ada pembangunan. Ternyata di MIPA lebih parah ya.

    Keadaan di fakultas gua sedikit banyak sama kayak di MIPA, hanya saja pihak dekanat (mungkin malu, lalu) tergerak untuk membenahi beberapa fasilitas di fakultas (toilet, AC, proyektor, dsb) karena di fakultas gua bukan cuma orang Indonesia doang yang kuliah disitu, tapi ada mahasiswa-mahasiswa mancanegara yang kuliah disitu.

    oia, gua anak FIB, salam kenal 🙂

    Reply
  23. hhmmm…
    sedih juga dengernya. tapi biarpun g dianggap, kita harus buktikan bahwa kita mampu.

    ngomong2 ada yg tau prodi teknik perkapalan g?

    Reply
  24. Ini gw juga baru denger kata orang rektorat, dia lagi ngobrol berdua sama temannya.
    Kira2 gini percakapannya.
    “Kalo kita tambah ekstensi di FE, tujuannya jelas, banyak peminatnya, kalo di Mipa siapa yg mau coba”.
    Sialan tuh orang,,cara ngomongnya merendahkan Mipa bangett…
    Mau gw lempar aja pake laptop tuh..
    Tapi sayng laptopnya & gw juga ga mau berurusan sama rektorat gara2 gw ng’lempar pewagainya pake laptop 😛

    Reply
  25. parah dah, ilmu” MIPA tuh ada dalam kehidupan sehari hari, basic dari sebagian besar ilmu…
    kenapa muncul diskriminasi….
    klo begini gimana bisa melahirkan ilmuwan baru….

    Reply
  26. Nah mangkanya.. kalau MIPA mau maju rektorat tuh ngeliat juga lulusannya.. emangnya pada jadi ilmuwan ya? Nggak juga kok. lebih dari 50% gw yakin pindah ke bidang lain pas kerja. utamanya marketing bener gaak?

    Jadi ngaca juga kalau masalah lulusan mau dibilang ilmuwan ya ngaca dulu sih.

    Kuliah tinggal kuliah. Gak ada prakteknya di lapangan. Itu namanya gap dunia pendidikan. Itu fakta.

    So, jangan ngomongin kualitas deh. Kita (gw juga UI) menang di nama doank. Bener deh. Tapi emang bangga juga sih dan yakin klo kita tuh pinter jadi ga harus ngikutin “jalurnya” jurusna dulu. Bisa dan bisa jadi pemenang bersaing dengan lulusan lain. Gak melulu mesti idealis.

    Anyway komen ga nyambung aja sih, soalnya yang dibahas fasilitas, bukan kualitas lulusan hehe..

    semangat dan semoga terprovokasi

    Reply
  27. Saya mhs ekstensi manajemen FE. Perkenankan untuk memberikan sedikit tutur kata. Saya pikir mungkin para pimpinan di MIPA yang kurang piawai dalam melakukan “nego” yg dapat meyakinkan rektorat agar mengembangkan fasilitas di MIPA. Kalo perlu sajikan perbandingan dengan fasilitas PT gambar gajah di Bandung dan kampus di Balik Sumur. Atau bahkan dengan PT negeri sebelah. Saya sendiri dulu salut sama teman2 yg tembus ke MIPA. “Scientist” banget, keren! Ayo teman2 MIPA, semangat terus dalam berkarya!!!…

    Reply
    • wahh, mau masuk geo,,bagus2..saya juga anak geo..
      pertama masuk kaget, kok gini??????..tapi lama kelamaan bakalan nyaman kok di geo,hehehe..
      memang kendalanya di fasilitas, tapi ya jangan dinomorsatukan juga donk..
      kita kuliah buat apa?kalo cuma pengen dapet fasilitas nomor 1 silakan pilih fakultas lain..MIPA ga butuh calon mahasiswa yang cuma menilai baik atau tidaknya dari luarnya saja(fisik maupun kata2 orang)
      so, jangan takut masuk MIPA..hehhehe
      TETEP SEMANGAT!!!!

      Reply
  28. dosen pembimbing akademik pernah bilang gini saat gue protes tentang ac di gedung geo yang panas: “Mahasiswa sekarang itu manja-manja. saya dulu belajar pakai kapur, dan ga pake ac ga masalah.” hahahaha langsung tengggggg dalemm banget rasanya. lalu dosen gue ngelanjutin, yang penting hidup itu punya tujuan, kejarlah target-target kalian, bangkitkan “monster” dari dalam tubuh kalian untuk mencapai target yang sudah kalian susun itu. yak dosen gue berhasil membuktikannya dengan kuliah di hawaii dan sepertinya kehidupan ekonominya sejahtera-sejahtera (baca: mobil, ada. rumah dengan kamar belasan meter, ada. piara 12 kucing? iya *loh wkwk) saja namun tetap kelihatan sederhana.

    Reply
  29. Sangat disayangkan juga sih sebenarnya opini seperti itu terbentuk di kampus tercinta. Maaf sebelumnya, saya sih hanya seorang MaBa, cuma menurut saya, kalo mindset seperti ini, mindset bangsa yang kurang atau sedikit sekali menghargai karya para ilmuwan Indonesia, mau dibawa kemana nasib bangsa ini?
    Yah, mudah-mudahan selepas Ramadhan ini akan menjadi momentum untuk UI yang lebih baik lagi…

    Reply
  30. yang penting dari semuanya itu kepercayaan dri dan mindset kita temen2 FMIPA semua,,,janganlah takut,gentar,goyah dan jadi minder.
    Semua ilmu di dunia ini itu memiliki dasar mipa,jadi kita ini ibaratnya itu sbagai GURUnya ILMU,
    yg penting kita semangat KULIAH dan berdedikasi tinggi,,yakinlah bahwa kesuksesan adalah berasal dari diri pribadi,bukan diukur dari instrumen2 dan gedung perkuliahan !! MAJU TERUS FMIPA UI!

    Reply
  31. Belum tau ya kalau sebenernya Fasilkom ga punya gedung? Hehehe..

    Kalo mau dicari2 alasannya, semua fakultas juga bisa merasa dianaktirikan.

    Reply
  32. Baru ketemu pos ini 10 tahun setelah ditulis. Ya, gak papa deh, saya tetap pingin komen. Para alumni tercinta, baik yang dari mipa maupun fakultas lain, silahkan datang kembali, main-main ke mipa…tentunya setelah pandemi usai ya. Alhamdulillah sekarang sudah banyak perbaikan fasilitas yang dilakukan, walaupun masih ingin lagi ditingkatkan. Fasilitas laboratorium juga terus di-upgrade, semoga g ada lagi plafon yang tembus pandang ke langit biru. Khusus buat Dep Biologi banyak banget fasilitas lab modern yang sepuluh tahun lalu g ada. You’ll be surprised! Come and see, we welcome you 🙂

    Reply

Leave a Comment