JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia bakal memiliki perpustakaan termodern, terbesar dan terindah di dunia yang akan berlokasi Universitas Indonesia (UI) Depok di areal seluas 2,5 hektar. Pihak Rektorat UI dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (30/5), menyebutkan, gedung perpustakaan yang memiliki luas bangunan 30.000 m2 serta terdiri atas delapan lantai yang pemancangan tiang perdana akan dilakukan Senin (1/6) ditargetkan pembangunnya selesai pada Desember 2009.
Deputy Director Corporate Communications UI Devie Rahmawati menyatakan, proyek yang merupakan pengembangan dari perpustakaan pusat yang dibangun tahun 1986-1987 itu didanai oleh pemerintah dan industri dengan anggaran sekitar Rp 100 miliar. Gedung perpustakaan tersebut dirancang dengan konsep “sustainable building” yang mana kebutuhan energi menggunakan sumber terbarukan yakni energi matahari (solar energy) selain itu di dalam gedung tidak diperbolehkan menggunakan plastik [..]
Setelah membaca artikel tersebut, saya berpendapat sepertinya UI mengejar prestise saja dibandingkan dengan sisi fungsional dan kegunaan perpustakaan tersebut. Dengan beraninya UI menjelontorkan dana sebesar 100 Milyar untuk menarik perhatian dunia. Padahal kalau saya perhatikan, masih banyak fasilitas-fasilitas lain di UI yang harus diperhatikan. Mulai dari keadaan gedung-gedung lama di setiap Fakultas yang katanya masuk ke dalam lingkungan World Class University. Seperti contohnya gedung B di Fakultas MIPA. Memang gedung tersebut sebenarnya menjadi tanggung jawab fakultas, namun seharusnya pihak Universitas juga memperhatikan kelayakan gedung tersebut. Belum lagi gedung Departemen Geografi yang bikin angker karena tangganya sudah retak-retak dan belum diperbaharui sampai sekarang.
Jika UI hanya memandang prestise belaka dengan membangun gedung megah seperti Perpustakaan Pusat yang baru ini, bagaimana dengan nasib gedung Asrama yang lingkungannya kian terpojokan. Belum lagi perawatannya tidak layak (masa iya air di Asrama ada cacingnya??).
Dan, jika perpustakaan tersebut rampung, apakah mampu mengubah minat baca dan akses jurnal online bagi mahasiswa? Dari perpustakaan-perpustakaan yang ada sekarang saja, mahasiswa lebih gemar memanfaatkannya untuk akses Hotspot UI dan juga Labkom untuk keperluan internet.
Ya intinya saya cuma berpendapat, sepertinya masih terlalu cepat untuk UI membangun perpustakaan megah. Masih banyak infrastruktur yang harus mendapat ekstra perhatian untuk diperbaiki terlebih dahulu. Dan mengenai kebutuhan, tampaknya mahasiswa sekarang tidak butuh perpustakaan, tapi butuh ruangan yang ber-AC, lega, nyaman, ada sinyal Hotspot+steker 🙂
Bagaimana dengan pendapat kamu?
Perpustakaan Baru UI, sekedar kebutuhankah atau prestise belaka??
saya sih enggak masalah mau bangun perpustakaan bervisi modern. tapi apa iya semua perpus fakultas harus dipindah ke situ?
Kalau iya, kan kasihan mahasiswanya kalo mau cari bahan nanti harus pergi ke sana. Apalagi yang fakultasnya jauh dari perpus baru ini, macamnya MIPA dan FT
Tabik.
Saya mengapresiasi sikap kritisnya dari sdr Emir Hartato. Tabik untuk anda.
Saya ingin turut serta memberikan komentar. Pertama adalah mengenai kutipan yang membuat saya geli adalah kutipan dari artikel berita (kompas) dibawah ini,
“Indonesia bakal memiliki perpustakaan termodern, terbesar dan terindah di dunia yang akan berlokasi Universitas Indonesia (UI) . . .”
Perhatikan kata termodern, terbesar dan terindah didunia. Cukup provokatif dan sepertinya memang tidak berdasar, bagi saya. Saya belum akan begitu yakin, ketika perpustakaan baru dari UI ini akan sanggup mengalahkan litarasi dari perpustkaan klasik dari Al-Azhar misalnya, yang koleksi klasiknya merupakan yang terbaik di dunia. Belum lagi ratusan perpustakaan di Perancis, tempat dimana ilmu pengetahuan (barat dan modern) bersemayam. Apakah kemudian pernyataan bahwa perpustakaan baru UI sebagai yang termodern, terbesar dan terindah di dunia tersebut hanya sebuah retorika dalam komunikasi publik saja? Ataukah memang sebuah kebenaran.
Jika saja UI sanggup mengalahkan literasi kepustakaan Al-Azhar dan universitas-universitas di Perancis, saya akan membuat tabik untuk UI.
Hal yang kedua adalah sikap kritis dari seluruh aspek masyarakat kampus, baik itu mahasiswa, birokrasi maupun seluruh majelis wali amanat -sebagai wakil dari masyarakat luas. Sikap kritis ini adalah sikap untuk terus bertanya, sangksi ataupun juga mungkin sinis terhadap segala geliat baru yang sedang dilakukan oleh pimpinan kampus UI yang dikomandani oleh Bapak Gumilar, seorang ahli sosial dari negeri Jerman.
Transparansi segala bentuk proyek pembangunan ini menjadi perihal penting untuk kemudian menjadi program utama dari Badan Eksekutif Mahasiswa UI -jika memang mereka adalah bagian dari mahasiswa dan bukan antek2 dari birokrat UI, untuk kemudian meminta semacam laporan publik atas seluruh proyek tersebut.
Laporan tersebut dimulai dengan uji desain, perencanaan, yaitu meliputi segala macam telah kembali apakah pembangunan tersebut telah melewati proses2nya yang benar, uji amdal dsb. Disertakan juga, apakah proyek tersebut mendapatkan persetujuan MWA, dan dengan alasan yang seperti apa. Kemudian yang perlu juga disampaikan kepada publik adalah perihal tender proyek dari pembangunan tersebut. Semisal adalah masalah dana. dana 100 miliar adalah dari yang diperoleh UI dengan cara uang seperti apa? Mekanismenya? Dan ada kesepakatan kerjasama apa dibalik dana sebesar 100 miliar tersebut, perlu mendapatkan proses transparansinya. Perlu juga diperhatikan pemenang dari proyek tender tersebut, apakah perusahaan pelaksana pembangunan perpustkaan UI tersebut memiliki hubungan pribadi dengan rektorat ataupun segala pimpinan birokrasi kampus.
Dari kesemuanya ini, yang kemudian menjadi fokus penting adalah agar seluruh mahasiswa UI sebisa mungkin tidak terlalu terpukau dengan tampilan tampilan yang bersifat fisik, material dan kemegahan semata-mata. Tetapi membangun kampus UI dalam basis kultural akademis yang kuat dan terus-menerus bergulat dengan pencarian kebenaran ilmu pengetahuan, bukan semata-mata memegahkan diri, dengan segala perubahan dan tranformasi kampus, seolah-oleh telah menjadi kampus mdoern, dan terbaik di dunia hanya dengan sebuah gedung baru.
Apakah kebanggaan kita sebatas gedung yang mewah saja?
Amat sangat memprihatikan UI ketika hal tersebut benar-benar terjadi.
wah komentar di atas saya kaya artikel baru aja.
he.. artikel dalam artikel neh (nested dunkj..)
btw, mendingan uang nya dipake wat kesejahteraan mahasiswa n fasilitas dulu aj daripada main megah2an bangunan,,,,
yah begitulah ui dengan segala kemewahan nya yang membuat banyak calon mahasiswa nya enggan memilih UI.
Hidup deh pak gumilar..
(T.T)
…………..
Waduh banyak sekali proyek UI yang perlu dana besar kalau begitu makin banyak dan makin mahal lah biaya mahasiswa apalagi pendanaan yang masuk ke UI mayoritas berasal dari mahasiswa. Kalau sudah begini yang bisa diharapkan adalah lembaga formal yang kental dengan pergerakan misalnya BEM untuk kritis dan bersuara jangan hanya diam
@Angin_pemburu
Terima kasih apresiasinya..sebenarnya kenapa saya mengkritik dari segi kebutuhan dan prestise karena saya pikir UI tidak adil..infrastruktur lain masih banyak yang rusak tetapi dibiarkan begitu saja. Saya dan teman-teman sudah was-was tiap kali naik turun tangga di gedung departemen geografi, saya tanya ke departemen katanya udah diajukan ke fakultas untuk diperbaiki, karena dana fakultas gak cukup (katanyaa..tau disampaikan tau enggak) fakultas udah mengajukan ke rektorat tapiii….
sampai sekarang tangga masih retak-tak-tak..sekali lagi RETAK..Nanti saya foto deeh~
Masa iya mau nunggu korban dulu? Udah kaya situ gintung aja..
nuhun dear atas masukannya…
insya allah program ini bukan hanya sekedar prestise saja…
UI memiliki serangkaian program yang akan menyentuh semua infratrsuktur yang ada di fakultas dan lainnya.
hanya kali ini perpustakaan menjadi yang pertama di bangun…
kalau boleh kapan-kapan kita bicara tatap muka dengan teman-teman mahasiswa.
wasalam
devie rahmawati
0811.11.03951
“Indonesia bakal memiliki perpustakaan termodern, terbesar dan terindah di dunia yang akan berlokasi Universitas Indonesia (UI) . . .”
Kenapa saya merasa itu akan lebih menggambarkan bangunan daripad isinya ya? Tapi semoga aja saya salah..
Hmm.. kayaknya Pak Gumiar ini menganut Bung Karno dalam masalah politik Mercusuar. Yang dibangun cuma infrastruktur yang kelihatan dari luar. Proyek sepeda, jembatan kansas, kabar2nya stasiun megah, dsb.. Not that it’s bad.. cuma agak kurang tepat.
Coba duitnya diarahkan untuk langganan lebih banyak jurnal dan sampai keluaran yang paling baru, menambah koleksi buku, mempercepat akses internet.. buat apa punya gedung perpustakaan yang megah dan terindah kalau ga ada isinya?
Coba duitnya dibuat mengganti alat2 praktikum di jurusan MIPA yang maaf.. sudah kadaluarsa itu.. coba duitnya buat bantu jurusan Teknik untuk beli mesin2 yang harganya luar biasa itu.. coba duitnya untuk bantu mahasiswa bayar semesteran dan uang pangkal.. nyekolahin dosen biar semua dapat gelar doktor, phd, atau malah sampai jadi professor..
Maaf.. jadi malah curhat.. kan bukan saya rektornya.. jadi apa yang saya inginkan ga penting buat UI.. *hehehe.. tolong jangan dituntut dengan pencemaran nama baik.. sungguh tidak bermaksud :p*
Tabik!
Ruang ini akhirnya mendorong semakin banyak orang untuk bersuara. Sepertinya memang harus begitu. Menjadi tanda bahwa anak UI memapu untuk mengeluarkan pendapat.
Akan tetapi yang menjadi penting untuk ditunggu adalah artikulasi suara dari kawan-kawan dari BEM UI dan seluruh fakultas di UI. Apakah memang mereka itu adalah anak-anak mahasiswa yang kritis dan mau menanggapi suara dan keluhan dari temen-temennya ini, ataukah memang mereka itu merupakan bagian dari struktur birokrasi kampus, yang mendukung penuh segala kebijakan kampus.
Masak kalau demo di Bundaran HI dan mendiskusikan kasus BHP cepet sekali tanggapan dan responnya, kok masalah dalam (internal) kampus mereka seakan tidak ”bersuara”?
Jangan-jangan mereka menjadi ”aktivis ketika demonstrasi di jalan atau ke DPR” itu karena biar dapat masuk koran atau TV, sedang untuk yang ini tidak.
Aduh, kalau begitu bagaimana generasi BEM UI ini??
Semoga mendapatkan respon.
{Dengan setulus hati memohon maaf : ) }
@angin_pemburu
saya anak bem ui loh ~.~
haha..dimaafkan ^^
Bang ilman..ada yg buang sampah sembarangan nih..
Tabik!
Sepertinya isu ini memang harus dibawa dalam kajian yang lebih luas. Aktivis mahasiswa BEM dapat memberikan ruang gerak yang cepat untuk menyikapinya. Tentunya secara proposional.
Yang jelas, sikap kritis terus menerus terhadap birokrasi kampus, salah satunya dalam konteks pembangunan infrakstruktur di UI harus dikembangkan dan semakin diperluas jangkauannya. Saya sudah memulai dengan membuka forum-forum kecil bersama dengan kawan, agar isu ini semakin meluas secara baik.
Karenanya, kepada seluruh kawan-kawan mahasiswa yang lain, tentunya yang mempunyai perhatian kepada isu ini agar dapat membawa masalah ini dalam setiap pertemuan organisasi kampus, baik di tingkat Himpunan Mahasiswa, organisasi Fakultas, lembaga-lembaga ekstra kampus maupun juga beragam forum diskusi mahasiswa. Nantinya isu ini akan mendapatkan ruang yang luas, dan menjadi postif ketika proses ini akan dipertemuakan dengan Rektor dan jajaran petinggi kampus lain.
Yang jelas tetap membuat sikap kritis ini bertahan.
Karena beberapa tahun mendatang, pembangunan fisik di UI pasti akan semakin lebih banyak dan mungkin juga mengmabil tema-tema “mega proyek”.
Mahasiswa siap menghadang setiap perubahan di UI!
kibat!
angin pemburu, sudikah anda meluangkan waktu sesaat dengan saya untuk berdiskusi tentang suatu perpustakaan? Kita akan berbicara perpustakaan lebih dari sekedar bangunan, institusi tapi juga tentang perpustakaan sebagai suatu pengetahuan..
mungkin saya yang bodoh karena tak mampu menangkap apa yang anda sampaikan. alamat email gw: lagigakhoki@yahoo.co.id..ntar gw kirim pesan ke lo nomor hape gw dari email itu..
kibat!
@ mbak devie
Di dalam harian Suara Pembaruan Edisi 25 Oktober 2007 yang di kliping oleh Humas UI diterangkan oleh Rektor kita tercinta bahwa UI akan mulai membangun Rumah Sakit pada pertengahan 2008 dan direncanakan selesai pada tahun 2011.
Tapi kok hingga kini belum ada tanda-tanda akan dibangun rumah sakit tapi sebaliknya malah dibangun perpus yang megah ini.
Sehingga kesannya UI sama sekali tidak punya perencanaan matang dan tidak memiliki prioritas dalam menentukan mana yang pertama kali harus dilakukan.
Maaf ini hanya curahan hati dari saya yang ingin UI lebih baik lagi. Btw untuk mbak Devie terimakasih banyak karena anda mau berpendapat di forum ini.
Sebab ini menunjukkan bahwa ada kepedulian dan perhatian dari rektorat terhadap suara-suara dari mahasiswa atas segala kebijakan yang dikeluarkan rektorat.
Saya sependapat dengan Danar. Menurut saya UI salah dalam menempatkan prioritas pembangunan. Bukannya tidak boleh ada perpus termegah didunia namun pertanyaannya adalah apakah wajar untuk membangun perpus yang baru ketika penggunaan yang lama saja belum optimal?
Apakah perpus baru ini memiliki manfaat intelektual yang dapat mengatasi kekurangan di ruangan-ruangan kuliah, lab-lab untuk riset, ataupun dibandingkan pembangunan rumah sakit penelitian?
Saya ingat ketika Pokja Pilrek mengadakan roadshow perkenalan calon-calon rektor UI dimana mereka menjelaskan program kerja mereka. Dan saya ingat sekali bahwa Pak Gumilar menekankan masalah kekurangan fasilitas (mis: di Fasilkom masih ada ruangan kelas berbentuk ‘L’) yang harus diatasi.
Saya ingat waktu jadi MaBa dan satu angkatan membuat maket UI 2010 terdapat FK dan FKG di kampus Depok dan Fasilkom memiliki ged. sendiri. Saya ingat di maket itu tidak ada rencana pembangunan perpus baru.
Pertanyaan: Setelah sadar bahwa ada fakultas yang tidak memiliki gedung sendiri, ruangan kuliah memadai, ataupun lab untuk riset, apakah perpus baru ini termasuk prioritas tinggi sehingga dibangun [dengan cepat pula].
Jangan bilang pembangunan di tingkat Fakultas tergantung dekannya. Bukannya pengangkatan dekan melalui seleksi rektor??
Sepertinya pembangunan di UI sama saja dengan trend di Indonesia: tidak berkelanjutkan dan hanya mengikuti pola ‘ganti pemimpin, ganti kebijakan’.
Jika ada dari pihak rektorat ingin mengklarifikasi. akan diterima dengan senang hati.
Cheers,
Jonathan
P.S. saya tidak akan meminta maaf atas post ini ;P
Lalu gedung perpustakaan lama kira2 mau diapakan y? Sayang kalau ditinggalkan begitu aj. Kita harus ingat berapa banyak pohon ditebang untuk perpus yang ad sekarang ini (brp y?)
Tabik!
Terima kasih buat Danar, Jonathan dan Herlambang atas partisipasinya. Akhirnya suara anak-anak UI juga menujukan posisi yang bijak, kritis dan proposional dalam melihat sebuah gejala.
Mari lanjutkan diskusi ini, dan semoga banyak kawan lagi yang akan bersuara,,
saya yg termasuk menganggap pak Gumilar keliru prioritas. gdg fakultas, sarana kuliah/riset/kemahasiswaan, dan infrastruktur internet saya raya jauh lebih penting dari proyek ‘green campus’ . bus AC stlh ada bikeway? perpus baru sekedar konsep green belum bagaimana visi dan pengelolaannya.
saya bermimpi ke depan akan banyak ‘proyek’ berbasis-aktivitas (bukan gedung apalagi yg kelas mercusuar) kelas dunia hadir di UI, melibatkan civitas dan bisa dinikmati masyarakat. semacam enhanced JGTC, tp dengan tiap fakultas punya unggulannya.
Jangan-jangan Perpus kita jadi rame oleh mahasiswa bukan karena ingin mencari pengetahuan, tapi sekedar ingin tau perpus termodern dan terbesar itu. Fungsi utamanya malah tidak berjalan
Menuju research university itu tidak berarti harus membangun gedung-gedung mewah. Menuju research university itu seharusnya dimulai dari membangun karakter civitas akademikanya.
Persiapan melulu, kapan bergeraknya?
Ibarat sponsor ya, saya sebenarnya ingin menurunkan lagi besar BOP saya karena kecewa dengan cara UI membelanjakan uang saya. Duh, prioritas dong pak rektor.
Aku sebenarnya kasihan melihat teman-teman yang tidak mendukung pembangunan perpustakaan baru UI. Masa ada pembangunan tidak kita dukung. Tidak seharusnya kita mencelanya sebagai ajang peningkatan prestise saja. Memang sudah mendarah daging mungkin dalam diri kita sebagai bangsa Indonesia untuk bersikap positif atas pembangunan yang ada. Mungkin ini jawaban mengapa pembangunan di Indonesia berjalan lambat karena ada beberapa orang yang selalu mencela pembangunan yang ada. Perpustakaan itu hanya akan menjadi sekedar prestise bagi UI kita yang menjadi penentunya, bukan pihak rektorat. Apabila perpustakaan itu kita gunakan dengan baik, maka perpustakaan itu akan benar-benar berguna. Tapi jika saudara sekalian juga malas ke perpustakaan maka akan benar bahwa perpustakaan tersebut menjadi prestise karena saudara tidak mau menggunakannya!
setuju dengan bung ini 🙂
kita liat aja sob ke depannya bakal gmn,
Pertanyaannya apakah Anda dirugikan dengan pembangunan perpus ini, dan apakah kalau perpus itu bagus dan mewah berarti akan kehilangan fungsinya.dan apa salahnya kalau itu adalah hal yg meningkatkan prestise UI.
Dan saya kira kalau kita berpikir visioner , mewah bukan berarti tidak berkualitas , dan megah bukan berarti bakal membuat fungsinya jadi terabaikan.
Yang menentukan apa jadinya isi perpus itu nanti ya mahasiswanya bukan
kalau mahasiswanya emang males2 dan enggan buat meningkatkan iklim keilmuan di ui dan kerjanya cuma facebookan doank. perpus sebagus apapun ya bakal menjadi yg temen2 bilang
jadi kalau anda mau berkeluh kesah mengenai perpus ini sesungguhnya yg jadi masalahnya adalah diri anda sendiri
menurut gw pak gumilar tidak keliru dalam menentukan prioritas,
Luar biasa sekali sekarang ui menjelma menjadi universitas yg terus tumbuh dan bergerak.
tentu pembangunan yg dilakukan pastinya dengan perhitungan yg matang dan mempertimbangkan banyak aspek.
GO UI jangan jadi UI yg stagnan. UI harus terus bergerak menjadi the best university in the world dah.
Saya sebenarnya merasa prihatin dengan pembangunan perpustakaan baru ini. Serius, bukan apa-apa, tapi di mata saya perpustakaan ini hanya terkesan sebagai sebuah aksi “gagah-gagahan” dari pihak UI. Sementara, kebutuhan mahasiswa pada umumnya cenderung ditelantarkan.
Hal ini tampak dari aksi yang akan memindahkan seluruh isi dan literatur perpustakaan fakultas ke perpustakaan pusat yang baru, agar menjadi “terbesar se-Asia Tenggara” dengan buku “yang terbanyak”. Padahal, menurut saya, kuantitas itu tidak akan berimbang dengan hasil yang akan didapat, karena toh belum tentu dapat meningkatkan minat baca anak UI itu sendiri.
Jika dilihat, malah pemindahan ini akan berefek buruk, yaitu menjauhkan anak UI dari buku yang seharusnya menjadi hidup mereka (3 elemen = buku, pesta, cinta). Jika perpustakaan fakultas ditutup, lalu kemana lagi mahasiswa yang jauh dari perpustakaan pusat harus belajar? Apakah mereka harus berjalan setengah danau untuk meminjam koleksi agar dapat diteliti?
Perlu diingat, lokasi fakultas-fakultas yang jauh dari perpustakaan pusat dapat mengganggu kemudahan mahasiswa.
Agaknya akan lebih baik jika UI membangun fasilitas-fasilitasnya yang telah ada. Implementasi Lontar hingga sekarang masih ngaco, kecuali di lingkungan UI saya tidak bisa mengakses database koleksi.
Saya sih Ok kalau UI ingin membangun perpustakaan pusat baru tapi jangan sampai menutup perpustakaan fakultas saya (FIB) yang menurut saya bangunan yang paling penting di FIB, Masa bisa bangun gedung, ga bisa beli buku?