Pijakan Kokoh untuk Maju, Orkes Simfoni UI Mahawaditra

Geliat perkembangan musik mulai bergairah, dan berita yang menggembirakan adalah bahwa geliat tersebut tidak hanya dari segi kuantitas pertunjukan saja tapi juga segi kualitas. Contoh yang cukup baik adalah pagelaran terakhir Musikampus yang diselenggarakan oleh Orkes Simfoni Universitas Indonesia Mahawaditra, Sabtu (28/11). Sebagai salah satu orkes mahasiswa aktif tertua di Indonesia, Mahawaditra juga menunjukkan komitmennya untuk perkembangan kualitas musik simfoni di Jakarta dan sekitarnya.

Mahawaditra yang tahun depan akan merayakan pesta peraknya menggelar Musikampusnya yang keempat dengan tema Joyous Music. Perbaikan musikalitas yang cukup besar jelas tampak dalam pagelaran Musikampus yang mereka adakan setiap tahun sejak 2004. Mereka pun berhasil dalam mempertahankan dan bahkan mengembangkan kualitas mereka walaupun seperti organisasi lainnya yang diawaki mahasiswa, Mahawaditra juga mengalami aliran regenerasi yang besar setiap tahunnya. Jelas kemajuan ini tidak dapat terjadi tanpa kerja keras awak serta alumni Mahawaditra dan konduktor mereka Catur Kurniawan.

Pagelaran di Balai Sidang BNI UI Depok dimulai sedikit terlambat dari jadwal semula pukul 16.00. Sepertinya hal ini sengaja dilakukan mengingat budaya terlambat yang cukup merasuk di masyarakat, termasuk di lingkungan kampus.

Sebuah Kemajuan

Pagelaran pun diisi dengan berbagai musik, dimulai dari orkes kamar, ensembel alat gesek, ensembel alat tiup logam (brass section), sampai dengan ensembel perkusi. Pagelaran pun juga diisi duo soprano dan tenor serta paduan suara yang diiringi oleh orkes ini. Jenis musik yang dipersembahkan oleh kelompok ini juga beragam, dari zaman barok, sampai dengan modern, dari teater musikal sampai dengan lagu traditional.

Secara umum homogenitas suara setiap section sudah jauh berkembang dibandingkan dengan empat tahun yang lalu. Keseragaman ini tampak sekali di seksi gesek, terutama gesek besar seperti cello dan kontrabas. Biola pun tidak kelah seragam dibandingkan dengan seksi rendah. Jarang terdengar suara-suara miring jika dibandingkan dengan empat tahun yang lalu. Dapat disimpulkan bahwa orkes ini sedang dalam proses untuk berkembang lebih jauh lagi.

Keragaman jenis musik juga memperkaya konser ini. Dari ensemble perkusi yang terdengar ritmik primitif sampai dengan alunan melodius opera dibawakan sore itu. Semangat dari penyelenggara juga terlihat dari keseriusan mereka menanggapi musik yang mereka hadapi. Duo Imanuel Bimo dan Sri Muji Rachmawati membawakan lagu dengan serius, begitu pula dengan Paduan Suara Ancol yang membawakan lagu-lagu tradisional dengan penuh semangat.

Pekerjaan Rumah

Walaupun banyak pencapaian baru yang mereka lewati tetapi tetap ada pekerjaan rumah yang dapat ditarik dari penyelenggaraan kemarin. Dari sisi non-musikal terlihat master of ceremony kurang siap menghadapi pagelaran seperti ini. Banyak percakapan tidak perlu yang keluar dari dua MC ini, menghilangkan nuansa dan suasana dari awal pagelaran sampai akhir. Terkadang MC malah menginterupsi nuansa yang telah susah payah dibangun orkes. Bukannya membantu membentuk suasana dan kenikmatan konser malah menghancurkan nuansa yang dibentuk orkes dari satu lagu ke lagu lain. Sungguh disayangkan.

Dari segi musikal ada juga kekurangan, yaitu seharusnya Mahawaditra mencari pemain luar untuk melengkapi orkes. Contoh untuk lagu-lagu Phantom of the Opera dan beberapa lagu seharusnya mereka dapat mencari pemain bass elektrik yang dapat memberi dasar bas dari lagu yang sedikit berbeda dari kontra bas gesek. Sayang sekali karena sebenarnya banyak sekali pemain bas di lingkungan UI yang dapat membantu pada pagelaran itu. Oleh karenanya, beberapa lagu terasa biasa atau lewat begitu saja padahal apabila ditambah dengan pemain tamu, beberapa karya bisa lebih menggigit. Sepertinya Mahawaditra harus lebih aktif dalam mencari personel tambahan seperti ini, karena sebenarnya UI berlimpah sumberdaya manusia yang sebenarnya mau untuk membantu.

Pada beberapa lagu juga terdengar bahwa orkes ini belum mampu menanam intensitas kalimat. Seringkali intensitas arsitektur karya terdengar sama saja sepanjang lagu tersebut. Memang mereka diuntungkan oleh alat musik yang beragam, tetapi tetap terdengar monoton. Orkes harus mampu merangkai kalimat dari satu ke yang lain, menyambungkan nada demi nada untuk membentuk arsitektur besar nan jelas dari setiap karya yang dimainkan. Hanya dari arsitektur itulah pendengar dapat sepenuhnya mengerti dan merasakan musik yang dimainkan.

Berkali-kali rasa kagum sempat mengalir, bahwa mereka sebenarnya memiliki musikalitas yang cukup tinggi, nampak dari awak orkes mahasiswa ini. Berkali-kali kalimat mengalir dengan syahdu, penuh makna. Tetapi sayang, awak orkes sepertinya belum memiliki stamina yang cukup untuk membuat kalimat serupa sepanjang karya maupun sepanjang konser. Mereka memiliki bibit potensi, hanya tinggal diolah dan dipupuk saja supaya tumbuh dan bersinar.

Namun apabila dalam empat tahun seksi gesek Mahawaditra berhasil mengolah homogenitas suara, berarti mengolah frase dan arsitektur sehingga lebih baik pun bukanlah suatu hal yang mustahil. Harapan besar musik klasik juga ada di bahu pemuda-pemudi ini, harapan untuk membangun bangsa melalui musik dan budaya.

Mahawaditra, selamat atas konser kemarin dan tentunya selamat berproses.

3 thoughts on “Pijakan Kokoh untuk Maju, Orkes Simfoni UI Mahawaditra”

  1. Hmm, makasih yah atas komentar yang sangat membangu,, pemilihan kata juga tidak terasa menggurui dan menakitkan hati,, Masukannya akan saya sampaikan deh ke Ketua Umum nya

    Reply

Leave a Comment