20 AGUSTUS 2011
SANG INSPIRATOR
Sungguh kita memang sudah selayaknya berterimakasih atas bakti luhur para guru dan dosen kita. Dan sungguh salah apabila semboyan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa kita artikan secara lurus begitu!. Karena pada saatnya, para pahlawan ini, atas bakti luhurnya dalam pendidikan, wajib diberikan tanda jasa.
Satu dosen di kampus ini menginspirasi ku untuk membuat tulisan. Itu alasan pertama. Alasan kedua ku, aku ingin menyampaikan kalian betapa kampus ini begitu dipenuhi oleh para ahli dari berbagai bidang. Dan karena selama ini perhatian kita tersita dari figur-figur ilmu ekonomi-sosial-humaniora, rasanya cukup adil untuk memunculkan figur dunia nature sciene kampus ini.
Beliau adalah dosen kami. Jatna Supriatna, Ph.D, dosen departemen Biologi UI yang pada tanggal 14 Agustus 2011 lalu menerima penghargaan Achmad Bakrie Award ke IX untuk bidang ilmu sains. Penghargaan diberikan kepada beliau atas kontribusinya yang luar biasa dalam memajukan ilmu Biologi di negeri ini khususnya dalam bidang ilmu konservasi, restorasi, dan primata.
Aku beruntung semester lalu sempat diajar oleh bapak Jatna. Mata kuliah yang aku tempuh saat itu adalah ekologi restorasi dan ekologi perilaku. Sebelumnya, jarang sekali baak Jatna bisa penuh mengajar di kampus. Beliau tercatat sebagai Presiden Regional untuk NGO yang bergerak di bidang konservasi, Conservation International.
Posisinya itu membuat bapak Jatna harus sering bepergian ke berbagai daerah dan negara untuk melakukan riset, menjadi pembicara seminar, hingga mengikuti rapat mengenai perubahan iklim dunia. Sering aku lihat beliau tampil di TV dalam acara yang sedang membahas perubahan iklim, pemanasan global, hingga perdagangan karbon.
Memang kesibukan beliau setelah habis masa tugasnya di CI ( Conservation International ) juga tidak banyak berkurang. Sekembalinya aktif di kampus, beliu dipercaya bapak Rektor untuk menjabat sebagai ketua Pusat Studi Perubahan Iklim Universitas Indonesia. Perkuliahan pun akan dibawakan oleh dosen-dosen lain. Namun, sesibuk apapun beliau saat itu, jika memang sempat, beliau akan tetap mengajar kami, dengan begitu baik.
Sebagai seorang mahasiswa yang terus ikut dengan perkembangan kampusnya, aku memiliki dua momen menarik tentang beliau. Dua momen ini yang membuat aku memiliki kekaguman yang luar biasa untuk bapak dosen yang satu ini. Semoga kita bisa sama-sama menghargai ilmu yang kita pelajari dan orang-orang yang begitu baik hati mengajarkannya kepada kita. Guru dan dosen kita.
Seperti bapak Jatna Supriatna, bapak dosen ku.
… … …
Satu pengalaman ku yang masih teringat sampai sekarang adalah saat perkuliahan Ekologi Perilaku. Metode perkuliahan yang kami dan bapak dosen sepakati saat itu adalah mempresentasikan bab-bab khusus di buku teks sesuai kelompok. Tema-tema dalam buku itu, yang memang kebanyakan berupa teori tentang perilaki makhluk hidup, lalu akan di perluas ke kondisi yang pernah kami temui atau riset yang pernah dijalankan.
Beruntungnya, atau mungkin sialnya, kelompok ku harus jadi kelompok pertama yang akan memeresentasikan tema khusus kami. Dengan persiapan materi yang begitu minim dan juga karena ilmu Ekologi Perilaku ini termasuk ilmu yang masih baru kami pelajari, kelompok ku mendapat kan banyak kesulitan penyusunan presentasi.
Minggu depannya, datanglah hari presentasi itu. Aku maju sebagai presentator pertama. Baru beberapa slide aku bahas, aku sudah tiga kali dipotong bapak Jatna.
“ Cuma itu yang kamu pahami dari teorinya ? kamu tidak baca bukunya ya ? “ protes beliau.
“ Kamu yakin begitu yang terjadi kalau sang individu ada di lingkungan yang ekstrim ? apa yang kalian sampaikan ini tidak menjelaskan banyak hal “ sanggahan beliau lontarkan.
` “ Bagaimana mekanisme adaptasi nya ? kan kalian bisa lihat itu dibanyak buku. Jangan jadi mahasiswa yang malas “ nasihat beliau.
Entah di slide yang ke berapa, wajah ku sudah pucat pasi habis dibantah sana-sini oleh bapak dosen. Aku lihat teman ku di kelas kuliah juga sama pucatnya. Mungkin baru kali ini mereka belajar dengan dosen seperti pak Jatna. Padahal saat itu perkuliahan kami dicampur juga dengan mahasiswa S2 dan S3.
Selesailah giliran ku yang lalu dilanjutkan kedua teman kelompok ku yang lain. Mereka juga sama parahnya. Habis dibantah disana-sini.
Selesai presentasi, adalah sesi tanya jawab. Kami menjawab sebisanya pertanyaan. Lalu kelas diambil alih bapak dosen. Sungguh, saat itu adalah pengalaman pertama aku melihat langsung bagaimana seorang maestro ilmu menyampaikan isi kepalanya.
Beliau terangkan dari hal yang begitu mendasar tentang apa itu sesungguhnya Ekologi Perilaku, dan bagaimana seperti kebanyakan ilmu Biologi lain, ilmu itu begitu dekat dengan kehidupan kita. Ilmu ini bahkan bisa membantu kita memahami bagaimana suatu suku bangsa itu memiliki kebiasaan atau budaya tertentu. Beliau menyampaikan bahwa kita semua spesies makhluk hidup, tergerakkan, termotivasi oleh hal-hal mendasar yang sama. Makanan, tempat bernaung, dan pasangan hidup. Ketiga hal tersebut juga membuat makhluk hidup berkompetisi antar atau satu sama lain. Manusia sebagai spesies yang memiliki tahap perkembangan otak yang membuatnya memiliki budaya juga tidak berbeda hal fundamental hidupnya.
Beliau dalam satu kesempatan juga menceritakan pengalaman saat menempuh riset doktoralnya di dataran tinggi dan lembah-lembah di Sulawesi. Apa yang beliau lakukan bersama tim saat itu adalah menemukan adanya bukti hidup berlangsungnya hibridisasi antar spesies primate. Spesies hibridisasi yang ditemukannya begitu menarik perhatian dunia. Tidak kurang 14 universitas tingkat dunia menawarkan pak Jatna dana riset untuk PhD nya. Hibridisasi ini begitu mencengangkan karena memungkinkan perubahan genetic dan perilaku serta sifat-sifat biologi lainnya. Dan itu, adalah dasar yang begitu penting untuk mekanisme evolusi.
Risetnya tentang hal itu lah yang membuat nama beliau jadi besar. Selain itu beliau juga merupakan pejuang konservasi yang tangguh. Begitu sering beliau terlibat dalam penghijauan kembali daerah-daerah bekas pertambangan. Beliau juga aktif memperjuangkan moratorium hutan Indonesia dalam rangka memperkuat posisi Negara ini dalam percaturan perdagangan karbon internasional.
Prestasi-prestasi di bidang-bidang itu yang menjadi dasar Freedom Institute memberikan Achmad Bakrie Award tahun ini kepada beliau. Sungguh sayang sekali kalau kita tidak mengenal figur inspiratif yang satu ini.
… … … …
Pengalaman kedua adalah saat menjadi ketua pelaksana Mipa Untuk Negeri ( MUN ) 2011. Ajang tingkat nasional ini dilangsungkan tanggal 25-31 Juli 2011. Serangkaian acara didalam Mipa Untuk Negeri 2011 adalah lomba karya tulis Tulisan Untuk Negeri, Konferensi Ilmuwan Muda Indonesia, Talkshow “ Sains Untuk Kebangkitan Nasional “, dan MIPA UI-Columbia Award. Acara yang disponsori penuh oleh pihak sponsor Columbia Cash & Credit bekerjasama dengan departemen Keilmiahan BEM FMIPA-UI 2011 ini diantaranya berhasil mengundang 27 kampus dari berbagai daerah di Indonesia, 177 orang delegasi, 500-an orang setiap harinya, dan Bapak Ir. Pramono Anung MM ( Wakil Ketua DPR-RI) dan bapak Muhammad Thoha ( Habibie dari Selokan Mataram) untuk turut hadir.
Terkhusus untuk bapak Jatna Supriatna, beliau mendapatkan tempat yang begitu terhormat dalam acara MIPA UI-Columbia Award. Acara puncak dari .MUN tahun ini disusun sebagai suatu malam penghargaan untuk figur dunia keilmiuan Indonesia. Kategori yang diberikan adalah sesuai dengan bidang ilmu di departemen FMIPA-UI saat ini (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Farmasi, dan Geografi ). Beliau, tidak lain dan tidak bukan adalah peraih penghargaan untuk ilmuwan bidang Biologi kontributif.
Pemutusan beliau sebagai penerima penghargaan itu pun begitu sulit awalnya. Hal itu karena pihak panitia nominasi bersama dewan juri independen belum bisa memutuskan dengan pasti siapa peraih penghargaan diantara ketiga nominasi. Alhamdulillah, setelah melihat lagi poin penilaian, terutama dalam aspek dampak keahlian atau keilmuan para nominator terhadap kemajuan sains di Indonesia, terpilih lah bapak Jatna Supriatna sebagai pemenang.
Setelah dihasilkan keputusan itu, memang tidak semua pihak awalnya senang. Karena lucunya, begitu banyak orang yang tidak mengenal sama sekali figur inspiratif yang satu ini. Aku sebagai ketua pelaksana, yang tidak terlibat dalam penjurian, pernah ditanya oleh salah seorang panitia tentang figur beliau. Aku ceritakan sepengetahuanku, apa adanya, coba tanya pihak dekanat, coba kalian googling juga. Aku utarakan bahwa kalau memang beliau lah yang diputuskan menerima penghargaan ilmuwan Biologi, Insya Allah kita telah memilih orang yang paling tepat di tahun pertama MUN ini.
Begitulah, beliaupun menjadi penerima penghargaan MIPA UI- Columbia Award. Sayangnya beliau saat itu tidak dapat hadir untuk menerima penghargaan secara langsung karena sedang berada di Singapura. Penghargaan diwakili penerimaannya oleh ketua Departemen Biologi, Dr. rer. nat Mufti P. Patria.
… … …
Dua minggu kemudian, suatu pagi dalam suatu halaman koran nasional utama, aku membaca suatu pengumuman yang membanggakan. Jatna Supriatna, adalah peraih Achmad Bakrie Award ke IX untuk bidang sains. Acara itu disiarkan secara langsung oleh Tv.One pada tanggal 14 Agustus pukul 20.00-22.00.
Perasaan bangga membuncah saat aku menyaksikan lewat televisi pak Jatna maju ke panggung untuk menerima penghargaan. Dari serangkaian kalimat yang beliau utarakan mengenai penghargaan saat itu, yang paling aku ingat adalah:
“… … Ilmu Biologi, menjadi makin begitu penting … … “
Itulah beliau, sang Inspirator.
bagus nih, ternyata dosen2 kita jg banyak yg inspiratif..
Ayo angkat profil dosen yg lainnya, teman2 semua! 😀
jadi merasa rugi,,,, belum pernah di ajar sama beliau,,,,,