Sebuah Pertanyaan…

Pernahkah terlintas di benak kita, bagaimana perasaan adik-adik kita yang harus mengurungkan niatnya untuk masuk kampus yang katanya kampus rakyat ini hanya lantaran terpampang dihadapannya pengumuman biaya kuliah yang melangit. Atau jeritan hati adik-adik kita yang harus memendam impiannya karena ternyata biaya yang harus dibayarnya untuk menginjakkan kaki di kampus indah ini tidak sesuai dengan kemampuan kantong orang tuanya, bahkan ketika dia sudah mengajukan banding sekalipun.

Tak berani membayangkan pula kekecewaan dan sedih-pilunya hati para pendahulu kita yang sejak dulu memperjuangkan biaya murah di kampus ini, mempertahankan tidak adanya kenaikan biaya kuliah (bahkan ketika kenaikan Rp.100.000,- saja membuat kakak-kakak kita memenuhi jalan di UI), dan terus memperjuangkan jangan sampai pendidikan dan bangku kuliah ini di perjualbelikan layaknya barang dagangan mewah.

Baru-baru ini UI menelurkan sebuah kebijakan yang bisa dikatakan fenomenal, BOP Berkeadilan. Dilandasi filosofis berkeadilan, dimana yang mampu harus bayar lebih, dan yang tidak mampu membayar kurang dan diharapkan adanya subsidi silang. BOP Berkeadilan yang dilandasi oleh filosofis se”mulia” itu dalam perjalanannya tidak sesuai dengan niatan awal. Biaya kuliah yang dipatok 100 ribu-7,5 juta & 100 ribu-5 juta memang tetap di terapkan, tetapi paradigma yang dipakai ketika penerapannya ternyata tidak jauh berbeda dengan konsep beasiswa (baca; keringanan) dari tahun ke tahun. Jadi asumsi yang terbentuk bahwa biaya kuliah di UI adalah 5 juta dan 7,5 juta dan bila mau mendapatkan pengurangan harus mengikuti mekanisme BOP Berkeadilan.

Permasalahan BOP Berkeadilan tidak berhenti sampai di situ, pertama terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi di beberapa fakultas. Adanya fakultas yang meniadakan banding (pengajuan keberatan) atas keputusan dekanat, ada fakultas yang mempermainkan formula yang telah disepakati antara mahasiswa dan rektor(at) dan dekanat. Adanya pematokan batas atas untuk Uang Pangkal dan sejumlah permasalahan lainnya.

Permasalahan kedua adalah tahun ini jumlah mahasiswa baru yang tidak daftar ulang hampir menyentuh angka 500 orang tidak seperti tahun sebelumnya yang hanya berkisar puluhan orang. Kalau untuk hal ini memang banyak perspektif yang terjadi, yang pertama adalah ekses negatif dari pensosialisasian BOP Berkeadilan yang menimbulkan efek psikologis ketakutan di tengah masyarakat dengan angka-angka sebesar itu. Perspektif yang kedua adalah Adanya keinginan MABA yang telah diterima di UI untuk mencoba mengikuti ujian masuk (SNMPTN) untuk mendapatkan jurusan favoritnya yang kebetulan berbarengan dengan waktu registrasi ulang maba. Dan perspektif terakhir adalah bahwa maba yang tidak daftar ulang dikarenakan mereka telah di terima dikampus lain yang lebih mereka inginkan. Terlepas dari perspektif manapun, angka 500 bukanlah angka yang wajar. Jelas kita (baca;UI) telah melakukan sebuah kekhilafan besar.

Permasalahan ketiga, adalah adanya pelegalan komersialisasi pendidikan. Dari tahun ke tahun kita senantiasa menyuarakan penolakan terhadap jalur khusus. Karena bagaimanapun juga harusnya orang-orang yang diterima di kampus besar ini harusnya lebih mengedepankan seleksi intelektual, bukan seleksi finansial. Tetapi, tahun ini UI memberlakukan dua jalur khusus untuk semua fakultas, hanya saja dikemas dengan nama yang berbeda dan tidak menamakan bahwa ini adalah jalur khusus, yaitu KSDI (Kerja sama Daerah dan Industri) dan Jalur Non-Reguler.

Permasalahan keempat yang sekaligus menjadi permasalahan turun-temurun adalah transparansi keuangan di UI. Kemana saja biaya pendidikan yang selama ini kita bayarkan, Apakah benar Student Unit Cost per fakultas mencapai belasan juta persemester per mahasiswa? Lalu bagaimana dengan RKAT UI 2006 & 2007 yang menyebutkan pemasukan dari masyarakat (baca;mahasiswa) mencapai + 65 % dari total pemasukan UI. Padahal salah satu konsekuensi menjadi BHMN adalah adanya perbaikan manajerial dengan terciptanya profesionalisme, adanya transparansi dan akuntabilitas kampus kepada publik. Bahkan rektor baru kita telah berjanji bahwa UI akan di audit oleh badan audit eksternal dalam waktu dekat, tetapi sampai sekarang belum ada realisasi dari janji tersebut.

Permasalahan kelima adalah terkait pelaksanaan UMB dan Beasiswa Seribu Anak Bangsa (BSAB). Kontroversi pelaksanaan UMB sampai kericuhan dari pendaftaran hingga pelaksanaan teknis meliputi kebijakan UMB, kebijakan yang tidak dikomunikasikan sebagaimana janji Bapak Rektor kita ketika belum menjabat dahulu. Inefektifitas kebijakan BSAB yang terejawantahkan dalam bentuk asimetri informasi di para penerima BSAB, bentuk BSAB yang tidak jelas bahkan tidak ada perbedaan dengan MABA yang mengajukan beasiswa untuk UP. Ini semua menunjukkan bahwa UI masih setengah hati dalam mengeluarkan kebijakan ini.

Semua permasalahan di atas bisa jadi hanya puncak gunung es dari semua permasalahan yang sebenarnya ada. Dan apakah kita hanya bisa diam saja mengetahui semua permasalahan itu? Atau Empati kita hanya berada di ruang sejuta wacana?? Atau kita hanya bisa menyalahkan pihak-pihak yang harusnya bertanggung jawab??? Lalu apakah kita, saya, anda, dan siapapun yang membaca tulisan ini tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki proporsi kesalahan atas semua yang terjadi ini???

SO….WHAT’s NEXT???

25 thoughts on “Sebuah Pertanyaan…”

  1. Permasalahan ketiga, adalah adanya pelegalan komersialisasi pendidikan. Dari tahun ke tahun kita senantiasa menyuarakan penolakan terhadap jalur khusus. Karena bagaimanapun juga harusnya orang-orang yang diterima di kampus besar ini harusnya lebih mengedepankan seleksi intelektual, bukan seleksi finansial. Tetapi, tahun ini UI memberlakukan dua jalur khusus untuk semua fakultas, hanya saja dikemas dengan nama yang berbeda dan tidak menamakan bahwa ini adalah jalur khusus, yaitu KSDI (Kerja sama Daerah dan Industri) dan Jalur Non-Reguler.
    An offense to KSDI.

    Reply
  2. Lalu apakah kita, saya, anda, dan siapapun yang membaca tulisan ini tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki proporsi kesalahan atas semua yang terjadi ini

    kemungkinan besar kita semua akan menjawab: gw nggak bertanggung jawab, karena gw nggak melakukan apa-apa, apalagi salah melakukan?

    kenapa? karena kebanyakan dari kita nggak tahu apa-apa tentang ini.. oke deh, pastinya nggak semua dari kita ikutan BEM, apalagi terjun langsung mengurusi masalah seperti tersebut di atas.. especially tentang BOP berkeadilan dan UMB..

    tapi bukankah lebih baik kita diinformasikan tentang apa2 yang terjadi? supaya kita ‘ngeh’ ada sesuatu, dan pada saatnya sesuatu yang diluar rencana terjadi, kita tahu sebabnya dan siap ngebantu..

    Reply
  3. teman-teman semua, tentang masalah yang saya sebut sebelumnya (tentang informasi), sebenernya BEM UI udah cukup OK dengan mempublish di websitenya:

    http://bem.ui.edu/v1/?p=46
    http://bem.ui.edu/v1/?p=45
    http://bem.ui.edu/v1/?p=44
    http://bem.ui.edu/v1/?p=43

    tapi sayang, anak UI yang baca cuma dikit.. hmm.. sayang informasi tentang advokasi dan BOP berkeadilan ini nggak bisa saya temukan..

    ngomong-ngomong, besok, Rabu 16 Juli, mau aksi ya? karena aksi besok mengusung isu yang UI banget (nggak kaya aksi biasanya yang politik banget), seharusnya anak-anak UI paham apa yang terjadi (mudah2an anakUI.com udah ngebantu tentang ini), jadi kita besok bisa bener2 ‘kuat’

    tolong lah informasi lebih jelasnya, yang runut, yang lengkap, ditulis, jangan ujug-ujug ngasih publikasi berupa ajakan-ajakan dengan bahasa propaganda (yang ngerti cuma orang-orang tertentu aja) tanpa ngasih pemahaman..

    anak UI! kalo ngerti tentang masalah ini, ayo bergerak!

    *mencoba bicara menggunakan sudut pandang mahasiswa pada umumnya*

    Reply
  4. rupa2nya kaum ‘kapitalis’ semakin didiamkan semakin menunjak !

    dan..

    sepertinya belum ada pergerakan yang benar2 membawa perubahan bagi ‘kita’. klw memang jalan diplomasi sudah ditempuh oleh rekan2 BEM, tapi hasilnya bgni2 aj (katanya dihianati) lalu dengan cara apalagi ??!!

    dan tampaknya pula cara ini (turun ke jalan secara besar2an dan intergritas dari setip mahasiswa, untuk melakukan aksi damai didalam kampz. mudah2an dengan demikian pihak ‘kapitalis’ terbuka hatinya untuk mengadakan diplomasi yang sebenarnya) adalah cara yang paling efektif !?

    yang sekarang diperlukan adalah bukti2 konkrit dari kita setiap mahasiwa, jangan cuma ngisi komen tapi ga ada reaksi apa2.

    tunggu apalagi??
    nunggu rekan2 dari 2008 minta bantuan sama para seniornya ?! klw begitu adanya … terkutuklah,..

    untuk rekan2 2008 : salah satu doa yang tidak akan ditolak dan tidak ada hijab (antara Allah dan hambanya) adalah doa orang yang terdzhalimi.

    sph

    Reply
  5. tau tuh, bung IR ..
    biasanya paling demen soal kebijakan rektor macem beginian.

    lagi banyak pasien kali…

    btw, tadi apa hasil aksi di rektoratnya?
    gua cuma sebentar cek TKP nya… abis itu cabut.

    Reply
  6. hmmm…Ini karena yang selalu di munculkan adalah angka 5 dan 7,5 juta yang notabene adalah uang BOP bagi orang kaya jadi kayaknya tertanam di pikiran para pejabat dekanat gimana sech caranya biar dapat uang segitu…

    gw kira lebih setuju jika uang BOP dinaikan 300 ribu yang seperti sebelum diusulkan jadi berkeadilan, kan jadinya cuma 1,8 juta, ya walopun memang kelihatan “tidak berkeadilan”, tapi kayaknya lebih manusiawi…dari pada orang ga mampu,,eh malah dapat 7,5 juta, coba lihat di

    http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MTcwNDk=

    seharusnya BEM UI dan BEM Fakultas menyadari hal ini sehingga tidak terjebak pada kata “keadilan” yang ada, nasi sudah menjadi bubur,mungkin kita hanya bisa mengawal agar proses ini menjadi lebih baik,,

    sekali lagi kami (mahasiswa UI) sangat berharap pada BEM Fakultas dan BEM UI karena kalian adalah suara kami,

    pokoknya gw ga rela UI jadi kaya trisakti, UPH, dkk…

    Reply
  7. Ayo…. BEM UI dan fakultas…. semangat
    gw kira lo harus terus perjuang kan terus kepentingan semua mahasiswa UI.

    oiya kata nya denger-denger mau ada aksi lagi.
    yang lebih besar ya.. mungkin Pak rektor setelah melihat mahasiswa bergerak mau merubah kebijakannya yang salah.

    ayo kita berdoa supaya pak gum sadar bahwa kebijakannya salah.

    Reply
  8. menemani OoT #7 & #8: gw mengaku gw gak bisa mengomentari yang gak gw kuasai, daripada asbun. btw betul… pasien lagi banyak, kmarenan lagi stase luar Jakarta… minggu depan gw klaar total kok. mo ketemuan?

    kembali ke topik,

    yang aktual deh, Program Pendidikan Dokter Daerah (PPDD) FKUI, mungkin sekarang termasuk KSDI, angkatan gw yang sempat tertahan 1 – 4 semester sekarang lagi pada riweuh soal kerancuan dana penggantian… kalo pake anggaran biaya kuliah yang sekarang, mereka harus bayar 12 – 15 juta per semester yang mereka ketinggalan… kacao.. SMFKUI sedang memperjuangkan keringanan ini.

    sebenernya pertanyaannya secara umum… what can we do? could you (yang mengerti hal ini) help us to solve this problem?

    terus terang gw gak ngerti apa yang bisa gw lakukan untuk menyelamatkan UI yang biaya kuliahnya menggila ini… gimana ntar biaya gw ikut kuliah spesialis yak..

    +iR+

    Reply
  9. #12 AnakUIjuga

    sebenernya yang banyak mengundurkan diri karena mereka gak aktif dalam mencari informasi, mereka sudah nyerah sebelum berperang, apakah kita harus membela orang yang nyerah dulu sebelum mencari informasi???

    hemm, tolong koreksi gw kalo salah, tapi informasi tentang UI yang ada di media massa itu emang nunjukin kalo UI mahal, kaya di kompas disebutin kalo biaya kuliah di UI itu 5juta dan 7,5juta.. padahal kan BOPnya disesuaikan dengan kemampuan ortu..

    selain itu, kalo ngandelin internet, masih banyak anak daerah sana yang nggak punya akses internet sama sekali..

    Reply
  10. hemm, tolong koreksi gw kalo salah, tapi informasi tentang UI yang ada di media massa itu emang nunjukin kalo UI mahal, kaya di kompas disebutin kalo biaya kuliah di UI itu 5juta dan 7,5juta.. padahal kan BOPnya disesuaikan dengan kemampuan ortu..
    Ya… kesalahan ada pada medianya dong, bukan pada rektorat. Ato, rektorat juga salah karena kurang menerangkan pada media.

    selain itu, kalo ngandelin internet, masih banyak anak daerah sana yang nggak punya akses internet sama sekali..
    Anda sepertinya jarang keluar Jabodetabek ya?
    Saya rasa hampir semua ibukota kabupaten di Indonesia ini punya jaringan internet. Bukan cuma ibukotanya, banyak kecamatan di kabupaten itu yang udah punya kok. Kalo emang dia mau masuk UI, biarpun harus mendaki 7 bukit dan menuruni 7 lembah, dia sanggup kok. ^_^

    Reply
  11. sepakat dengan bung ilman. kemana aja nech wakil kita di BEM. jujur aja yach. saya ndak tahu segini detail masalah BOP ini. padahal mah tahu, tapi ga dari dalem kampus sendiri, a.k.a BEM. terutama pas demo kemaren. gw aja bingung, kok BEM asyik Demo sendirian tanpa memberitahukan mahasiswa lain. yah, gw tahu jawabannya. “BEM sudah mensosialisaikan ko, mahasiswa nya ja yangga peduli” kalo BEM udah ngomong kaya gini ma gimana lagi.

    ada yang bisa kasih saran yang bisa temen2 lakuin menyangkut masalah ini?

    Reply
  12. aslm..sebenernya mw tanya dl..
    sistem BOP berkeadilan itu dibuat oleh BEm atau Rektorat atau kedua2nya?
    kl ada maslah tentang BOP berkeadilan ini lalu yg salah adalah sistem yang belum sempurna atau implementasi dari sistem tersebut gt?
    mohon penjelasannya.trims.

    Reply
  13. #18 enak banget lo bilang BEM kemana aja. situ yang kemana aja?? BEM dr awal mah perjuangin. tiap mau aksi BEM pasti ngadain pencerdasan di bundaran psiko. siapa bilang gerak sendiri ga bilang2. pemberitahuan kapan pencerdasannya juga jelas kok. gw selalu tau padahal bukan anak bem
    #19 yang ngerancang forma (forum mahasiswa) bersama BEM.diajuin ke rektorat diterima

    Reply
  14. Ayo teman2,,
    Apakah kita hrs terdiam dgn ini smua????
    kita kembalikan kampus kita tercinta ini
    menjadi Kampus Rakyat,,,,,

    Hidup Mahasiswa………!!!!!

    Reply
  15. Balikin aja ke sistem semula!
    BOP yang flat!!

    BOP Berkeadilan apaan?
    nyatanya pelaksanaannya juga
    “tidak berkeadilan”!

    emang “BEM UI” masih ada ya?

    Reply
  16. BEM UI kalau mau aksi ajak2 yang lain dong jangan birokrat dengan lembaga2 saja, anak tongkrongan dan ekstra kampus juga perlu informasi. Kalau pencerdasan di depan psiko tujuannya untuk mahasiswa psiko atau mahasiswa UI. Ayo dong BEM UI turun ke fakultas sebagaimana calon ketua BEM bisa datang kampanye lisan di fakultas

    Reply

Leave a Comment