Sekali-kali Bergerak Bukan Demo

Seperti yang kita ketahui. Biaya pendidikan terus meningkat sekarang ini. Tidak terkecuali UI, sebuah Universitas yang menyandang nama Indonesia. Dari tahun ke tahun, biaya pendidikan di UI semakin mahal. Seolah-olah hanya kalangan tertentu yang bisa mendapatkan pendidikan sampai bangku kuliah.

Saya memiliki kenalan seorang tukang ojek di wilayah tempat tinggal saya, yaitu di kawasan CIledug, Tangerang. Beliau memiliki anak yang kebetulan kuliah di UI. Beliau sering bercerita mengenai kendala dan jalan keluar dari kesulitan ekonomi yang dialaminya. Beliau bercerita, awalnya cukup sulit untuk meminta keringanan biaya kuliah, tetapi anaknya tetap gigih memperjuangkan haknya untuk melanjutkan kuliah.

Akhirnya beliah hanya perlu membayarkan beberapa ratus ribu untuk uang tiap semesternya. Anaknya pun sangat cerdas. Ia berhasil mendapatkan beasiswa, berprestasi dibidang akademik, dan juga sering mengikuti perlombaan untuk mewakili jurusannya.

Saya hanya ingin mengusulkan kepada teman-teman UI lainnya yang jauh lebih beruntung dari pada salah seorang teman kita ini yang harus bekerja keras untuk membiayai kuliahnya. Bagaimana kalau kita menyisihkan sedikit saja dari uang saku kita untuk membantu teman-teman yang kurang beruntung di UI ini. Karena saya yakin, masih  banyak di luar sana, teman-teman yang mengandalkan beasiswa ataupun bekerja keras sendiri demi membiayai kuliahnya.

Kepada teman-teman BEM, BEM UI ataupun seluruh BEM fakultas. Kenapa kita tidak bergerak dari hal-hal sepele untuk membantu teman-teman kita sendiri. Menyisihkan uang saku dari berapa ribu anak UI tentu akan cukup untuk membantu beberapa teman kita yang memiliki kesulitan. Agar tidak ada lagi, teman-teman yang terancam keluar dari UI hanya karena tidak bisa membayar kuliah.

Kalau kita bisa mencari dana untuk sebuah acara yang sampai memakan biaya puluhan juta, kenapa kita tidak bisa mencari dana untuk membantu sesama teman kita?

Terima Kasih.

Regards

9 thoughts on “Sekali-kali Bergerak Bukan Demo”

  1. Sepertinya memang pilihan para aktivis kampus berjaket kuning adalah pilihan jalanan….

    Benar-benar tidak ada respon untuk post “Sekali-kali Bergerak Bukan Demo”

    Reply
    • Nggak ngerti lagi, deh, kenapa tiap komen saya gagal terus. Sudah ditanggapi, pertama tanggal 27, lalu hari ini, penjelasannya panjang. Tapi ternyata gagal lagi. 🙁

      Reply
        • Makasih, ya, Kak Ilman. Semoga nggak ada lagi yang ngira bahwa pergerakan mahasiswa UI cuma demo tanpa solusi-solusi berjiwa sosmas. Sebenarnya teman2 yang berharap gerakan UI nggak sekadar demo sudah satu hati, ya, dengan aktivis selama ini. Cuma yang terblow up pas demo aja kali, ya. 😀

  2. *Ternyata komen panjang saya tanggal 27 kemarin benar2 gagal terposting. Semoga kali ini nggak gagal lagi.*

    Monika, terima kasih, ya, usulnya bagus, dan alhamdulillah sudah dikerjakan. 🙂
    Perkenalkan, saya Ridha, tahun lalu kadep kesma BEM UI 2010. Sebelumnya saya ceritakan alur gerakan terkait biaya kuliah selama ini dulu, ya.

    Pada langkah awal, jauh sebelum calon maba mendaftar tes masuk UI, mahasiswa (dalam hal ini melalui kesma se-UI) bergerak dengan cara memasifkan sosialisasi BOP-B dkk. Cara pertama adalah melalui Bedah Kampus. Sadar bahwa Bedah Kampus di Balairung hanya mencakup wilayah sekitaran Jabodetabek, kesma melakukan koordinasi dengan paguyuban daerah di UI, menyampaikan dan meluruskan informasi mengenai pembiayaan di UI dan jalur masuk di UI kepada teman2 yang akan mengadakan sosialisasi juga di daerahnya, semisal melalui Bedah Kampus daerah masing-masing. Selain itu, kesma juga bekerja sama dengan bimbel2 dan SMA2 yang dapat dijangkau untuk menyampaikan info serupa. Dan kesma membuat http://www.ayomasukui.com yang tujuannya adalah untuk membantu memasifkan sosialisasi dari UI dan menjadi sarana berkomunikasi masyarakat yang ingin tahu tentang masuk UI dan biayanya dengan lebih komunikatif lagi. Ada empat hal yang sangat ditekankan dalam sosialisasi info di poin ini, yakni penjelasan mengenai jalur masuk dan program pendidikan, penjelasan mengenai BOP-B, penjelasan mengenai kesma, dan penjelasan mengenai pengomunikasian jika ada kendala nantinya.

    Setelah antisipasi itu, ketika maba mulai berdatangan, alur gerakan selanjutnya adalah mengantisipasi terjadinya kesalahpahaman camaba terkait BOP-B (sampai di sini, diakui bahwa yang bisa “diselamatkan” hanyalah S1 reguler). Paguyuban daerah dan kesma fakultas jadi mitra utama pada alur ini. Kesma berupaya memperbaiki alur koordinasi dengan paguyuban melalui forum paguyuban, sehingga inventarisasi masalah yang diperoleh paguyuban (seperti salah klik, berkas nggak nyampe, dan teknis lainnya) bisa langsung dikomunikasikan dengan kesma yang pada alur selanjutnya akan masuk ke alur advokasi langsung ke pihak kampus. Selain paguyuban, kesma juga sangat mengandalkan jejaring sosial untuk terus menginformasikan update informasi terkait BOP-B (misal proses pengomunikasian jika ada kendala, dll).

    Setelah itu, alur gerakan masuk ke ranah advokasi. Di sini kesma langsung mengomunikasikan masalah yang laporannya sudah masuk ke pihak rektorat atau mahalum fakultas. Jaring pengaman disediakan di alur ini sehingga jika misalnya ada camaba yang sudah terlambat pengajuan BOP-B-nya tapi ternyata butuh, dia akan segera direkomendasikan untuk mendapat beasiswa. Kesma juga terlibat hingga survey investigasi ke keluarga camaba sehingga kesma bisa lebih menyampaikan alasan mengapa maba X perlu dibantu dan sebagainya.

    Masih ada masalah yang tidak tercover melalui gerakan2 di atas. Oleh sebab itu, alur gerakan beasiswa mandiri juga dilakukan. Ada fakultas yang memiliki program kakak asuh, menghubungkan camaba dengan alumninya yang sudah sukses, mengumpulkan uang secara swadaya dari teman2 di fakultasnya untuk menalangi kebutuhan BOP temannya yang membutuhkannya, dll. Sebenarnya ini pernah jadi proker kesma BEM UI 2008, namun LPJ BEM UI kala itu menganjurkan agar proker ini tidak usah dilanjutkan lagi karena pihak UI agak keberatan dengan metode pengumpulan uang mandiri oleh mahasiswa untuk membantu mahasiswa lainnya seperti inil. Alhasil, saya tidak memasukkan proker itu ke dalam proker kesma, namun tidak menutup kemungkinan menyalurkan alumni yang ingin membantu melalui program sosmas ini. Oya, proker ini juga sangat dibutuhkan oleh vokasi karena keterbatasan vokasi dalam memperoleh beasiswa, sehingga ini menjadi salah satu alur gerakan utama kesma vokasi.

    Namun harus diakui, setelah semua alur gerakan di atas, masih ada yang tak tertuntaskan oleh alur tersebut. Mungkin nggak semua mahasiswa merasakan keganjilan ini. Ini butuh evaluasi besar BOP-B terkait dengan tujuan awal dan komitmen awalnya BOP-B ini.

    Jadi, kalo dibilang kenapa kita tidak bergerak dari hal-hal sepele untuk membantu teman-teman kita sendiri, alhamdulillah sudah dan akan terus dilakukan, kok. Ini tentu masih butuh banyak pembenahan dan inovasi, seperti bagaimana agar sosialisasi ini bisa sampai ke daerah pelosok yang ternyata juga punya kisah sendiri mengenai kurangnya sosialisasi BOP-B di daerahnya. Dan kalau dibilang sekali-kali bergerak bukan demo, semoga penjelasan di atas dapat memperjelas, ya, bahwa selama ini memang bergerak bukan demo, kok, yang dilakukan, jadi kayaknya agak nggak tepat, ya, kalo dibilang sekali-sekali gerak bukan demo. 🙂

    Regards,
    Ridha.

    Reply
    • Salut!

      Lanjutkan terus perjuangannya. Banyakin share dan forum publiknya, sekaligus siap-siap buat workshop auditing. Di UI banyak tuh tenaga ahli auditingnya. Jadi publik luas bisa secara rasional melihat bagaimana performanya.
      Masalah transparansi ini yang paling susah untuk dikerjakan.

      Oh iyah, saya usul juga kalau kawan-kawan adkesma juga punya divisi semacam internal affairs yang terus memantau bagaimana perkembangan anak-anak yang sudah mendapatkan BOPB. Ini untuk melihat juga seberapa jauh BOPB tersebut salah sasaran. Karena banyak juga kawan-kawan yang secara real tidak usah berBOPB tetapi dengan menjalankan prosedur BOPB dapat juga mendapatkannya.

      Reply
  3. Gw inget banget kampanye Imad-Choky di PEMIRA 2009. Mereka bilang, “Kita capek loh di Pusgiwa, kerja untuk kalian semua. Tapi kalian tahu nggak?”

    Imad bilang begitu karena anak2 BEM yang udah kerja setengah mati di BEM lewat jalur apapun yang mereka bisa tetep aja dibilang gabut sama anak2 yang bukan BEM. Kenapa? karena gak ada publikasi..

    jadi gini,,hasil kerja mereka itu gak terpublikasikan dengan baik. Terus terang, media BEM se-UI itu masih perlu ditingkatkan. Dan cukup salut dengan BEM UI 2010 karena medianya meningkat pesat dibanding media BEM UI 2009. SOal media ini Imad-Choky gak asal ngomong lah..walaupun pastinya masih perlu ditingkatkan juga..
    🙂

    Nah, soal BOPB ini juga salah satunya. Saya paham betul, di BEM fakultas maupun universitas, anak-anak kesma BEM sudah habis-habisan. Ada yang rela gak liburan, input ribuan data maba, begadang, ngejemput maba ke bandara Soeta karena maba itu dari provinsi terpencil. Nyariin mereka kos-kosan. Minjemin duit dll. Tapi kenapa anak2 di luar BEM gak tahu? Karena ga ada sosialisasi. Itulah masalahnya..

    Solusinya ya kita ciptakan media yang up to date terhadap proses dan hasil kerja. Cuma itu aja,,Nah, prakteknya yang gak gampang nih, hehe..karena kenyataannya untuk nyiptain media up to date gitu butuh orang-orang media yang oke dan paham banget dan di UI (atau khsusnya di BEM) orang-orang kayak gitu jarang (atau bisa jadi gw nya yang belom tahu).

    Ada yang bisa temen2 bantu untuk nyelesein masalah ini??

    😀

    Reply

Leave a Comment