Kamis, 2 Februari 2012
“Kecewa” Ya… Mungkin itu kata yang tepat menggambarkan perasaan saya hari ini dengan pelayanan administrasi keuangan UI.
Satu hari sebelumnya, Rabu, 1 Februari 2012, saya mendatangi direktorat keuangan UI. Saya berencana meminta keringanan terkait denda karena telat melakukan pembayaran BOP semester empat. Saya akui saya telat melakukan pembayaran BOP. Namun, jika melihat total denda yang harus dibayarkan menurut saya jelaslah tidak masuk akal. Dan ini merupakan peraturan yang sangat merugikan pihak mahasiswa. Bagaimana tidak? Sudah harus membayar uang BOP tiap semester yang jumlahnya Rp. 7.600.000. Jika terlambat melakukan pembayaran, maka akan dikenakan denda sebesar 50% dari BOP yang harus dibayarkan (berdasarkan SK rektor). Tentu bukan jumlah uang yang kecil untuk biaya perkuliahan, bukan? Berarti saya harus mengeluarkan uang 3,8 juta untuk denda akibat keterlambatan membayar itu. Wow! Besar sekali denda yang harus saya bayar akibat keterlambaan 1 hari itu. Bagaimanakah peraturan ini dapat terbentuk ya? Kemana uang pembayaran denda ini akan dialokasikan? Saya bertanya-tanya dalam hati. Dari situlah saya berusaha untuk meminta keringanan penghapusan denda.
Maka datanglah saya kebagian direktorat keuangan UI. Saya jelaskan permasalahan dan sebab-sebab saya telat melakukan pembayaran (Bukan karena lupa atau tidak tahu). Mereka menanggapi bahwa tidak dapat memberi penghapusan denda keterlambatan pembayaran uang kuliah walaupun satu hari saja, untuk alasan apapun. Arogan sekali mereka, pikir saya. Namun, saat itu saya bersikeras meminta dihapuskan denda 3,8 juta karena sangat memberatkan bila harus melunasi denda tersebut lalu baru bisa mengisi IRS. Ya, tentu 3,8 juta bukanlah jumlah yang kecil. Hari itu juga saya ingin bertemu dengan direktur keuangan UI, tapi sayangnya dia sedang tidak ada ditempat. Saya diminta membuat surat pernyataan untuk disposisi (menghapus) denda ke direktur keuangan UI. Lalu saya diminta datang lagi esok hari.
Esok harinya saya datang kembali ke direktorat keuangan. Saya bertanya tentang bagaimana progress penghapusan denda yang saya mohonkan. Tapi, jawaban yang saya dapat adalah direktur keuangannya sedang berada diluar kota dan baru akan kembali minggu depan. Hah? Terus gimana bisa isi IRS? Gimana mau kuliah semsester ini? Saya meminta nomor telephone direktur keuangannya (Lien Andriana) dan entah kenapa, mereka tidak mau memberikannya. Semakin heran dan bingunglah saya. Kenapa saya dipersulit seperti ini.
Ternyata hari itu bukan saya saja yang mengalami. Kira-kira ada 10 orang yang meminta keringanan pembebasan denda dengan berbagai alasan mereka. Kebanyakan dari mereka beralasan bahwa kondisi perekonomian orangtuanya sedang mengalami penurunan atau permasalahan. Orang tua mereka baru mendapat gaji diawal bulan februari sehingga baru bisa melunasi pembayaran setelah menerima gaji tersebut. Tetap saja alasan tersebut tidak cukup kuat untuk bisa membuat para mahasiswa terbebas dari dendanya. Bahkan sampai ada mahasiswa S2 yang terkena denda hingga 6 juta rupiah. Wow!
Miris… Ya, kurang lebih 4,5 jam saya bernegosiasi di direktorat keuangan namun tidak kunjung menemukan solusi yang sama-sama menguntungkan. Ditengah kebingungan saya dan teman-teman mahasiswa yang lainnya, akhirnya kami memutuskan meminta biaya denda itu ditangguhkan hingga akhir semester ini. Awalnya pihak direktorat keuangan tidak mau dengan keringanan tersebut. Namun, mungkin karena mereka sudah gerah atau bosan dengan permintaan dari mahasiswa akhirnya mereka terpaksa mengabulkan.
Itu berarti saya tetap harus membayar denda. Ya… setidaknya saya berfikir masih ada tenggat waktu yang diberikan untuk melunaskan denda tersebut. Walaupun tetap ada rasa kecewa karena 3,8 juta bukanlah jumlah yang kecil.
Mulai pikiran saya bertanya-tanya dengan keanehan sistem ini.
Pintar sekali ya universitas ini mencari uang?
Saya masih bingung, dialokasikan kemanakah pembayaran denda mahasiswa ini?
Siapakah yang membuat kebijakan denda 50% ini?
Beberapa hal lain yang membuat saya heran adalah cara mereka menanggapi keluhan mahasiswanya dan dari cara berfikir mereka.
Berikut ini gambaran dialog yang saya lakukan:
Saya: Maaf bu, saya berharap denda 3,8 juta ini bisa dihapuskan dong bu.
Ibu E: Oh, denda tersebut tidak dapat dihapuskan. Anda tetap harus membayarnya.
Saya: Itu jumlah yang besar bu, apakah tidak ada toleransi? Karena telat satu hari saja. Dan hari ini saya toh akan membayar BOP secara full.
Ibu E: Ga perlu telat satu hari, telat satu menit pun akan dikenakan denda. Saya tidak bisa memutuskan, kalau mau… coba saja bicara dengan direktur keuangannya. Tapi dia sedang tidak disini.
Saya: Boleh saya minta nomor telephone bu lien (direktur keuangan)?
Ibu E: Oh, saya tidak bisa memberikannya kpd anda.
Saya: Mengapa bu?
Ibu E: Saya tidak berani memberikannya kpd anda.
Disinilah saya cukup terheran dgn pendapat ibu tersebut. Ya… saya tahu mungkin takut nanti akan dianggap menggangu ibu lien. Tapi, bukankah itu tanggungjawab dia sebagai direktur keuangan?
Kemudian saya dilempar keorang lain, yang dianggap lebih memiliki kuasa dalam memutuskan permohonan saya + teman2 saya.
Pak X: Sudah tau UI mahal kan? Makanya jangan telat membayar. UI tuh sistemnya selalu tepat waktu, kamu sebagai mahasiswa UI harusnya ngerti itu!
Saya: Ga bener itu pak, buktinya masih ada 5 nilai matakuliah saya yang sampai detik ini belum keluar di SIAK-NG.
Pak X: Yah itu bukan urusan saya dong, protes ke akademik fakultas saja.
Saya: loh kok? Bingung saya pak. Bahkan temen2 saya kalo nunggu uang beasiswa turun dari UI sering terlambat pak. Dan mahasiswa pun selalu (mau tidak mau) bertoleransi dgn keterlambatan penyaluran beasiswa itu.
Saya: Ketika UI menuntut tepat waktu dalam pembayaran tetapi ternyata UI tidak bisa melaksanakan kewajibannya dalam menyalurkan kebutuhan mahasiswanya. tidak adil.
Pak X: Ya, pokoknya denda ini tidak bisa dihapuskan karena sudah menjadi aturan dan keputusan melalui SK Rektor.
Pak X: Makanya jauh2 hari kalian seharusnya sudah mempersiapkan uang BOP ini.
Teman Saya: Kondisi keuangan kami kan tidak selamanya bisa memenuhi tuntutan tersebut pak.
Pak X: Kamu tuh mahasiswa UI, seharusnya berusaha. kan ada beasiswa.
Saya hanya diam karena lelah berdebat daritadi dgn orang yang cara berfikirnya cukup unik. Dalam hati saya berpikir… “Apakah yang seharusnya bertanggung jawab atas besarnya biaya pendidikan UI adalah perusahaan-perusahaan atau mitra UI pemberi beasiswa? Lalu dimana tanggung jawab UI?”
Debat tersebut berlangsung cukup lama hingga akhirnya kami bingung karena tidak menemukan solusi. Dan jalan terbaiknya mungkin adalah meminta penangguhan pembayaran denda, sehingga kami tetap dapat berkuliah.
Kita semua tahu tentang informasi batas akhir pembayaranny
Memang saya tidak pernah mengajukan keringanan terkait besarnya BOP per-semester. Alasan pertama, sewaktu saya maba saya kurang mendapat/mencari info tentang BOPB. Kedua, orangtua saya dari awal (hingga sekarang) menyanggupi dari untuk melakukan pembayaran semester dengan BOP full. Tapi bukan berarti biaya BOP full adalah biaya yang murah bagi kami sehingga, dengan mudahnya pun dapat membayar denda yang besarnya 50% dari BOP.
Ya inilah UI, World Class University. Kampus yang dulu dianggap sebagai kampus rakyat, kampus semua kaum. Entah akan menjadi apa kampus ini 10 tahun yang akan datang.
Rektor pernah berkata bahwa,”Tidak akan ada mahasiswa UI yang dikeluarkan karena masalah Biaya” Lucu… Memang mahasiswa tidak ada yang dikeluarkan, ptetapi status akademisnya menjadi tidak aktif ( sama dengan tidak bisa kuliah). Atau secara tidak langsung mahasiswa akan mengundurkan dirinya dari UI karena tekanan biaya yang ada.
Ya.. cerita diatas merupakan bentuk opini dan pandangan saya terhadap Univesritas Ini. Mungkin pesan saya sederhana, agar seluruh mahasiswa UI untuk tidak bosan-bosannya menuntut keadilan, mengadvokasi pembuat kebijakan-kebijakan yang dianggap memberatkan pihak mahasiswa khususnya masalah BOP ini, dsb.
Halo ito,
Tidak ada yang salah dengan kebijakan itu. Kebijakan itu dibuat agar memang tidak ada yang telat membayar kuliah karena menggampangkan denda yang kecil atau adanya keringanan penghapusan denda. Coba kamu bayangkan kalau ternyata keringanan untuk menghapuskan denda yang besar itu mudah sekali dimintanya, akan ada berapa mahasiswa yang akan menggampangkan waktu pembayaran uang kuliah setiap semesternya?
UI memang menerapkan denda pembayaran uang kuliah sebesar 50% dari biaya kuliah yang seharusnya dibayarkan jika memang mahasiswa telat membayar uang kuliah. Namun tahukah kamu, jika memang kamu tidak bisa membayar uang kuliah tepat pada waktunya karena beberapa alasan yang memang rasional seperti keadaan keuangan orang tua lagi sulit, bisnis orang tua sedang tidak baik, atau kamu memang belum punya uang untuk membayar BOP tersebut, kamu bisa mengajukan permohonan pencicilan BOP ke fakultas kamu. Yang penting alasannya jelas, dan kamu sudah menyiapkannya jauh2 hari minimal 1 bulan sebelum semester yang sedang kamu jalani berakhir. Coba deh kamu tanyakan mengenai hal ini ke senior2 di fakultas kamu, atau ke adkesma BEM di fakultas kamu, gimana prosedur pengajuannya. afaik, Kalau di fakultas saya sih tinggal menuliskan surat pribadi ke bagian akademik (atau dekan, lupa), lalu nanti oleh dosen bersangkutan tersebut akan diurusin (cmiiw). Kalau tidak salah juga sepertinya permohonan penundaan pembayaran tagihan BOP juga bisa diajukan deh, cuman saya tidak yakin ada yang pernah nyoba atau tidak.
Intinya, sebelum kamu ngeluh2 dan gembar gembor kemana2, coba dianalisis dulu mengapa begini mengapa begitu. Kenapa kamu ga coba nyari tau apa yang bakal terjadi kalau kamu telat membayar denda? dan kenapa kamu ga coba nyari tau gimana caranya biar “walau saya telat membayar BOP, saya tidak mau kena denda, apa yang harus saya lakukan dan saya ajukan? kemana?” Dan kamu sebagai mahasiswa harus rajin cari tau tentang solusi permasalahan2 yang begini sebelum permasalahan tersebut terjadi sama kamu. Fakultas kamu (dan fakultas kita semua) punya BEM dan DPM yang bisa menjadi penyambung lidah buat kita para mahasiswa dengan para petinggi UI. Bertemanlah dengan mereka, bukan berteman gaul2an ga jelas, tapi berteman dengan mengkomunikasikan hal2 yang memang perlu dikomunikasikan dan didiskusikan, atau bahkan kita juga bisa jadi bagian dari mereka. Oke?
Halo juga kika 🙂 Ya, memang tdak ada yg salah sih dgn peraturan itu. Tapi saya menganggap itu memberatkan mahasiwa yg telat melakukan pembayaran khususnya karena alasan ekonomi. Oh iya, lupa diceritakan… 1.) Saya beserta mahasiswa yg lain sudah membuat surat dari mahalum fakultas & orangtua utk diserahkan kpd direktorat keuangan ui trkait permohonan keringanan denda. 2.) Yang sebelumnya sudah meminta keringanan cicilan-pun juga ada yg telat melakukan pembayaran karena masalah ekonomi. Tapi ya… Tetap nihil hasilnya. Memang ini blom saya infokan ke adkesma bem. Namun, saya berharap kita mendapat pembelajaran dari pengalaman saya dan mahasiswa yg lain trkait hal ini. Serta, sebaiknya kta (mahasiswa) terus semangat dalam melakukan advokasi ke pihak rektorat khususnya tentang kebijakan ini (Ya, walaupun saya jga tahu sudah banyak mahasiswa yg sering mengadvokasi & mengkritisi kebijakan ini). ^_^
hhhmmm.. begitu ya.. iya coba kamu sampaikan ke adkesma BEM FKM dulu, minta bantuan mereka buat minta bantuan fakultas atau gimana. Insya Allah ada yang bisa dilakukan kalau memang telat bayarnya karena alasannya seperti itu. Semoga segera menemukan titik terang ya 🙂
Oke, terimakasih ya atas saran & masukkannya.
Miris melihat jiwa-jiwa kemanusiaan yg tertutup oleh pikiran kapitalis macam ini..telat jg jika disertai alasan yg logis,saya pikir sah2 aja u/ dihpskan dendanya
wah sama dengan saya nih bang ito tapi saya baru mengurusi difakultas,,,berarti kemungkinan dihapuskannya denda kecil dan bahkan tidak ada,,,
mudah-mudahan saya bisa ditangguhkan juga ya karena keadaan orang tua saya sedang tidak memungkinkan untuk membayar denda sekaligus dengan BOP semester ini.
Oh iya dolah?
saya harap nanti kasih tau lagi ya perkembangaannya gimana (dihapus/ditangguhkan)?
terimakasih… 🙂
Hai ito,
jujur gw miris baca tulisan lo, berat banget buat ngebayarin uang segitu.
Gw termasuk orang yg ga berhasil dapet keringanan BOP, akhirnya gw nyari cara lain yg bisa meringankan beban orang tua gw dalam pembayaran kuliah, yaitu dicicil.
Gw cuma mau ngasih solusi aja biar ke depannya ga kejadian kaya gini lagi. Kalo emang membayar BOP secara full berat buat keluarga lo, ada kok sarana buat nyicil pembayaran lo tiap semesternya. Selain IRS lo aman, pembayaran kuliah juga terasa lebih “ringan” karena bisa dibagi buat 3x pembayaran.
Lagipula di luar sana banyak juga yg nawarin beasiswa, ga ada salahnya lo nyoba ikutin beasiswa buat nambahin biaya yg berat itu.
Semangat!
Hai monika, terimakasih ya untuk saran2nya.
Ya.. diambil sisi positifnya aja dari pengalaman gw ini. Semoga dengan tulisan ini mahasiswa UI yang lain dapat terhindar dari kejadian yang sama kayak gw dilain hari.
Dan semenjak kejadian ini gw semakin menghargai uang, semakin rajin mencari & memanfaatkan program beasiswa yang ditawarkan serta mencoba2 mencari penghasilan tambahan sendiri. 🙂
Halo Ito,
Sekedar saran, jika masalahmu itu tidak ditanggapi secara serius oleh mereka. Coba buat surat untuk surat pembaca kompas atau harian umum lainnya. InsyaAllah mereka akan lebih peka ketika membaca hal tersebut di publik.
semoga bermanfaat, selamat berjuang kawan
Iya itoooo aku jugaaaa kok. dulu waktu tahun 2010. Tapi gak apa kok. Kalau alasannya jelas biasanya boleh. (apa karena aku cewe ya?) SEMANGAT ITO! KOWAWA!
senasib…tapi ujungnya saya keluar dr kampus…dipertahankan juga percuma, tak ada uang lg untuk membayar…memang orang miskin tidak boleh berkuliah di UI
Oh ya? miriiis sekali.
Ito, dan Teman-Teman lainnya, lain kali sebaiknya langsung minta bantuan adkesma, ya. Ceritakan alasannya kepada adkesma, biar nanti adkesmanya yang komunikasikan ke pihak UI. 🙂
Oke, terimakasih ka ridha 🙂
Turut merasakan hal tersebut semoga kedepan ketentuannya bisa lebih dipertimbangkan lagi dulu hampir ngak lanjut kuliah karena hal tersebut..
Follow up info, skrng kalau ada denda keterlambatan masih bisa diurus untuk dihapuskan kok, dengan alasan yg logis pastinya. Jangan lupa koordinasi sama adkesma fakultas masing masing untuk masalah spt ini krn biasanya mereka bisa menawarkan solusi. Saya kemarin terkena denda karena telat membayar tapi bisa dihapuskan dengan dibantu dari pihak fakultas