Sikap Akhir BEM UI terkait RUU BPJS

“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”

 (Pasal 28H (3) UUD 1945)

Pada 19 Oktober 2004, tercetuslah Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak dan SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh badan penyelenggaraan jaminan sosial. Jenis programnya meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelaakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN bahwa mekanisme pendanaan adalah asuransi sosial. Asuransi sosial adalah mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Iuran dibayarkan secara teratur oleh peserta yakni pemberi kerja, pekerja, dan pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah berperan untuk wajib membayarkan iuran orang-orang fakir miskin dan tidak mampu.

Selain itu, dana iuran yang dibayarkan merupakan dana amanat yang harus dikelola secara khusus yang diatur oleh undang-undang atau peraturan pemerintah dan bukan milik pemegang saham. SJSN tidak semata-mata pooling of funds (pengumpulan dana), tetapi juga pooling of risk (pengumpulan risiko). Dalam mekanisme asuransi sosial, meskipun iurannya kecil, seseorang bisa tetap memperoleh manfaat (benefit package) yang besar sesuai dengan kebutuhannya. Dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan, misalnya, peserta dapat memperoleh pelayanan cuci darah dan bahkan operasi jantung meskipun iuarannya kecil. Dengan kata lain, bisa dipahami bahwa SJSN justru akan mengoreksi praktik neoliberalisme.

Penerapan program jaminan sosial sendiri telah banyak diterapkan oleh banyak negara, seperti di Perancis. Program tersebut merupakan program jaminan dasar. Pengumpulan iuran dilakukan secara terpadu dan terpusat oleh semacam badan administrasi yang disebut ACOSS. Di Perancis, pembiyaan jaminan sosial lebih banyak bersumber dari pemberi kerja. Untuk program kesehatan, kecelakaan, dan cacat, pekerja hanya mengiur sebesar 2,45% dari upah, sedangkan pemberi kerja mengiur sebesar 18,2%. Sementara untuk program pensiun, pekerja mengiur 6,55%, sedangkan pemberi kerja mengiur sebesar 8,2%. Secara keseluruhan, pekerja mengiur sebesar 9% dan pemberi kerja mengiur sebesar 26,4% sehingga seluruh iuran menjadi 35,4% dari upah sebulan.

Di Jerman, sistem yang digunakan adalah dengan mewajibkan penduduk yang memiliki upah di bawah 45.900 Euro per tahun untuk mengikuti program asuransi sosial wajib, sedangkan mereka yang berpenghasilan di atas itu boleh membeli asuransi kesehatan dari perusahaan swasta. Akan tetapi, sekali pilihan itu diambil, ia harus seterusnya membeli asuransi kesehatan swasta.

Sementara itu, di Filipina memiliki suatu sistem jaminan sosial yang disebut dengan Social Security System (SSS) Pada saat ini, SSS mempunyai anggota sebanyak 23,5 juta tenaga kerja atau sekitar 50% dari angkatan kerja, termasuk di antaranya 4 juta tenaga kerja di sektor informal.

Meskipun UU No 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial telah disahkan, hingga kini masyarakat  Indonesia belum bisa menikmati apa yang dicita-citakan dalam Undang-Undang SJSN tersebut. Salah satu hal yang membuat SJSN belum terlaksana adalah belum rampungnya pembahasan mengenai UU BPJS. Badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Tarik ulur kepentingan oleh para pejabat di tingkat elit membuat semakin lambanya pembahasan mengenai undang-undang tersebut. Padahal dalam UU SJSN telah tertulis dengan jelas bahwa semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS disesuaikan dengan Undang-Undang SJSN paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang SJSN diundangkan. Akan tetapi, apa faktanya, hingga kini, dua tahun sudah sejak batas waktu yang diberikan oleh UU SJSN, yakni 2009, BPJS masih menjadi perdebatan. Jika saja para pejabat tersebut lebih mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi atau kelompoknya, pasti kita semua telah bisa merasakan manfaat dari SJSN yang kita nantikan bersama.

Dari data yang didapat,  dari 236 juta penduduk Indonesia, baru 95,1 juta atau 39 persen saja yang tercakup dalam berbagai skema jaminan kesehatan. Fakta lain yang terungkap adalah dari 32 juta pekerja formal yang bekerja, baru 4,5 juta jiwa  atau 4 persen yang dilayani skema jaminan kesehatan dari Jamsostek dan dari 30 juta buruh, hanya 9 juta atau 27 persen yang terlayani Jamsostek.

Banyak pihak yang menilai kinerja keempat BUMN yang tidak memuaskan karena secara structural, bentuk BUMN pada BPJS yang ada selama ini tidak cocok. Sebagai BUMN, memang direksi dituntut mencari keuntungan untuk pemegang saham yang menimbulkan distorsi upaya BUMN itu sendiri. Sementara konsep jaminan sosial bukanlah untuk kepentingan pemegang saham, tetapi kepentingan seluruh peserta yang dalam hal ini adalah warga negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam RUU BPJS yang sedang dibahas saat ini, salah satu hal yang perlu ditekankan adalah pemberian status badan hukum kepada keempat BUMN yang ada sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam UU SJSN.

Untuk menyelenggarakan jaminan sosial tersebut, BPJS haruslah berprinsip pada yang telah ada di UU SJSN. Itu sebagai kriteria ideal suatu BPJS, yakni kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. BPJS juga harus dapat men-cover seluruh warga Indonesia tanpa diskriminasi.

Sesuai pesan yang telah dipesankan oleh MK terkait BPJS bahwa  sampai saat ini belum ada badan penyelenggara jaminan sosial yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan karena tidak satu pun di antara empat PT (Persero) yang ada (Taspen, Asabri, Jamsostek dan Askes) dibentuk dengan UU sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU SJSN tersebut.

Hingga akhirnya muncullah isu tentang penggabungan atau peleburan keempat BUMN tersebut karena seperti yang dinyatakan para ahli (shieber,2007) bahwa penyatuan dan pooling nasional akan semakin membuat kinerja penyelenggaraan itu meningkat. Hal tersebutlah yang hingga saat ini masih menjadi perdebatan yang seru antara DPR dan pemerintah terkait transformasi keempat BUMN tersebut.

Pembahasan mengenai RUU BPJS yang akan menjadi dasar hukum terbentuknya badan yang menyelenggarakan program jaminan sosial semakin mendekati akhir karena telah masuk masa sidang yang ketiga, yakni 21 juli 2011. Jika hingga tanggal tersebut masih belum terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak maka RUU BPJS tak bisa disahkan dan menunggu periode kepengurusan DPR berikutnya dan hak rakyat Indonesia untuk mendapatkan jaminan sosial yang menyeluruh akhirnya pun hanya mimpi belaka.

Untuk itu kami mahasiswa Universitas Indonesia yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) memberikan tujuh tuntutan: 

1.      SEGERA SAHKAN RUU BPJS YANG PRO-RAKYAT DI TAHUN 2011! 

2.      Independensi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai badan hukum publik yang tidak berada dibawah kementrian = HARGA MATI!

Hal ini sesuai dengan amanat UU SJSN yang mengamanatkan bahwa pembentukan BPJS harus bersifat nirlaba yang semua dananya dikelola untuk sebesar-besarnya manfaat bagi peserta. Oleh karena itu, BPJS tidak bisa di bawah kementerian BUMN. Selain itu, BPJS ini juga tidak bisa di bawah kementerian lainnya karena program-program yang ada pada BPJS bersifat lintas sektor kementerian yang dapat membuat birokrasi menjadi tidak efektif dan efisien sehingga  BPJS  yang ideal adalah tidak di bawah kementerian, tetapi sebuah badan hukum publik yang independen yang bertanggung jawab kepada Presiden.

3.      Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dikembangkan oleh Negara harus mencakup seluruh rakyat Indonesia dan Negara wajib membayarkan iuran fakir miskin dan orang yang tidak mampu!

Sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan harus mencakup semua rakyat Indonesia tanpa diskriminasi dan negara wajib membayarkan iuran fakir miskin dan orang-orang yang tidak mampu agar mereka tetap mendapatkan jaminan sosial.

4.      Harus ada transparansi dan akuntabilitas serta pengawasan empat BUMN ( Jamsostek,  ASKES, ASABRI, dan TASPEN) yang ketat dan tidak adanya kekosongan program jaminan sosial selama proses transformasi!

Dalam proses transformasi keempat BUMN, harus dilakukan pengawasan secara ketat  terutama terhadap aset-aset yang ada secara transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, harus ada kepastian atau jaminan kepada peserta yang telah ada pada keempat BUMN tersebut untuk tetap mendapatkan hak-haknya dan juga tidak boleh terjadi kekosongan penyelenggaraan jaminan sosial selama masa transformasi tersebut.

5.      Pemerintah menjamin tidak adanya PHK pegawai BUMN terkait!

Tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja para pegawai keempat BUMN  selama dalam proses transformasi menjadi BPJS dan pemerintah harus menjamin hal tersebut agar tidak terjadi.

6.      Segera buat peraturan teknis terkait penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia pasca disahkannya RUU BPJS!

Peraturan-peraturan teknis atau penyokong yang berbentuk PP atau Perpres harus segera dibuat oleh pemerintah sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan agar realisasi sistem jaminan sosial tidak kembali berjalan molor.

7.      Sosialisasikan Sistem Jaminan Sosial Nasional kepada seluruh rakyat Indonesia!

Belum banyak orang yang mengerti tentang sistem jaminan sosial di negeri ini. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi mengenai SJSN kepada seluruh rakyat Indonesia termasuk hak dan kewajiban yang telah diatur.

PUSAT KAJIAN DAN STUDI GERAKAN (PUSGERAK) BEM UI 2011

CP: Rani Nur Asriani (Kepala PUSGERAK BEM UI 2011) 085711772420

Rizqy Chandra E.P (Staf Ahli Kesehatan dan Lingkungan

PUSGERAK BEM UI 2011) 085279759776

BEM UI 2011 -Together in Exellence

1 thought on “Sikap Akhir BEM UI terkait RUU BPJS”

Leave a Comment