Isu Kenaikan Harga Rokok Rp50 Ribu Per Bungkus ini Ternyata Kajian Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Loh!

Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan isu kenaikan harga rokok yang meningkat jauh menjadi Rp50 ribu per bungkusnya. Tentu saja, hal ini menjadi perbincangan hangat di semua kalangan, baik perokok maupun bukan perokok. Soalnya kalau usulan ini telah ditetapkan menjadi sebuah kebijakan, pasti akan banyak hal yang terkena dampak positif maupun negatifnya.

Temen-temen tau gak, sih? Ternyata usulan kenaikan harga rokok ini dicetuskan oleh Profesor Hasbullah Thabrany, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI loh! Berdasarkan hasil survei penilitian yang dilakukan beliau, didapatkan bahwa Rp50 ribu per bungkus itu merupakan harga yang ideal untuk mencegah pelajar dan orang miskin merokok.

 

Isu kenaikan rokok via infokediri
Isu kenaikan rokok via infokediri

Pengumpulan data dilakukan sejak Desember 2015 – Januari 2016 dengan jumlah responden 1.000 orang. Hasilnya, 82 persen responden setuju harga rokok dinaikkan. Bahkan, 72 persen responden menyatakan setuju harga rokok dinaikkan menjadi di atas Rp50 ribu untuk mencegah pelajar merokok.

“Hasil survei menjadi viral tidak bisa dikontrol. Memang kenyataannya Indonesia juara dunia tingkat perokok tertinggi, yakni sudah mencapai 34-35 persen dari total penduduk. Dari jumlah itu, 67 persen perokok laki-laki dan perempuan 4 persen. Oleh karena itu jumlahnya harus dikendalikan dan salah satu caranya adalah dengan menaikkan harganya,” ucap beliau.

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan, jumlah perokok pemula (usia 10–14 tahun) naik dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Pada 2001 jumlahnya hanya 5,9 persen, pada 2010 naik menjadi 17,5 persen.

Yup, kalau dilihat dari segi kesehatan, tentu kenaikan harga rokok ini akan berdampak baik bagi masyarakat sehingga pembeli rokok, terutama pelajar maupun orang yang kurang mampu, akan berhenti merokok. Akan tetapi, kebijakan tidak semata-mata dibuat dan dikaji dari satu aspek saja, bukan? Pasti aspek lain, terutama ekonomi juga terkena dampaknya karena hal ini berkaitan dengan harga dan pendapatan negara.

Apabila dilihat dari aspek ekonomi, kenaikan harga rokok ataupun cukai pasti berdampak pada seluruh mata rantai dalam industri tembakau nasional seperti petani, pekerja, pabrikan, pedagang, dan konsumen. Terlebih lagi, kondisi industri dan daya beli masyarakat akan berubah seiring dengan kenaikan harga rokok tersebut.

Kebijakan cukai yang terlalu tinggi akan membuat rokok menjadi mahal sehingga tidak sesuai dengan daya beli masyarakat. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat yang tinggi akan rokok tetapi tidak memiliki kondisi ekonomi yang cukup memadai, akan dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk menjual produk rokok ilegal yang dijual dengan harga sangat murah karena mereka tidak membayar cukai.

Jumlah perokok pemula naik 2 kali lipat dalam 10 tahun terakhir via ROZAQ
Jumlah perokok pemula naik 2 kali lipat dalam 10 tahun terakhir via ROZAQ

Dengan tingkat cukai saat ini, perdagangan rokok ilegal telah mencapai 11,7 persen dan merugikan negara hingga Rp9 triliun. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan upaya pengendalian konsumsi rokok, peningkatan penerimaan negara, dan perlindungan tenaga kerja. Bisa dibayangkan apabila dengan harga rokok yang sekarang saja tingkat perdagangan rokok illegal telah mencapai 11,7 persen, bagaimana nanti apabila harga rokok menjadi Rp50 ribu rupiah?

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, menerangkan bahwa beliau telah mengetahui kajian soal rokok yang dibuat Fakultas Kesehatan Masyarakat UI tadi. Namun, beliau menegaskan bahwa tarif cukai dan harga jual eceran akan disesuaikan dengan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 yang sedang dibahas. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara pun menjelaskan bahwa hingga saat ini Pemerintah masih membahas besaran kenaikan cukai rokok tahun depan.

Kesimpulannya, berita kenaikan harga rokok menjadi seharga Rp 50 Ribu ini masih dalam tahap kajian dan belum ditetapkan menjadi kebijakan. Berbagai pihak baik dari bidang kesehatan maupun bidang ekonomi juga masih berdiskusi atas usul ini untuk mendapatkan jalan tengah dan keputusan yang bijaksana. Nah, kalau menurut kamu, baiknya gimana sih biar meminimalisir efek negatif yang timbul dari rokok itu sendiri? Yuk diskusi bareng-bareng di kolom komentar!