“Orang orang bersikap seperti itu seolah olah mereka telah siap untuk mati”
(Komentar seorang warga Mesir mengenai aksi massa menurunkan rezim Hosni Mubarak, kabarindonesia.com)
Rakyat turun ke jalan! chaos, mobil-mobil dibakar, kantor-kantor pemerintah dilempari bom molotov. Dan Presiden-nya sendiri..ketar-ketir mengadakan konferensi pers untuk membujuk rakyat menghentikan aksinya. Berjanji akan memperbaiki kesalahan dan membawa negara kepada situasi yang lebih baik lagi. Tapi apa dikata, semua sudah terlambat, yang diinginkan hanya satu: Tuan Presiden mundur atau aksi akan terus dilanjutkan.
Digulingkannya Presiden Zine Al-Abidine Ben Ali(15/01/2011) dalam peristiwa revolusi melati di Tunisia rupanya menjadi pemicu keruntuhan rezim-rezim pemerintahan lain di negara-negara Arab. Hal ini menurut para pengamat, mirip dengan efek domino yang terjadi pada saat runtuhnya pemerintahan komunis di Eropa Timur pada tahun 1989. Tak tanggung-tanggung, bahkan diperkirakan akan ada 5 rezim pemerintahan Arab lagi yang menunggu keruntuhannya pascarevolusi Tunisia.
“The Jasmine Revolution in Tunisia sparked by the self-immolation of a young street vendor brought the regime of the dictator Zine El Abidin Ben Ali down. Now the revolution has spread across the region, unleashing the anger and frustration of millions who have suffered silently for decades across the Middle East. The few who had dared to take up arms against the dictators were at first dismissed as terrorists by the dictators and their patrons. Now, the masses in the Arab streets — in Tunis, Cairo, Alexandria, Sana’a, Amman, etc. — have come out to peacefully and persistently demand their liberation from being treated as mere slaves and subjects, and not citizens, by the few corrupt power elites with access to weapons, military and political backing from the West.”
(CNN,1 Februari 2011)
Lalu sekarang, Mesir sedang bergejolak. Cairo’s Tahrir Square dipenuhi massa, mereka bukan hendak nonton konser musik rock, mereka juga tidak sedang menonton parade seni. Mereka datang untuk berdemo, memprotes pemerintahan korup, menuntut keadaan ekonomi negara yang menyedihkan, dan puncaknya…menuntut presiden untuk turun dari Jabatan.
KORUPSI, EKONOMI BURUK, KEMISKINAN….kerap menjadi alasan utama munculnya ketidakpuasan rakyat pada pemerintah. Bagaimana dengan Indonesia? Korupsi..yah, sudah jamak kita saksikan…mulai dari yang kecil sampai skala besar, dari yang langsung tertangkap sampai yang masih bisa jalan-jalan keluar negeri, kayak Om Gayus yang putusan kasusnya bener2 jayus. Ekonomi…yah, bagaimana mungkin bisa membaik di tengah-tengah sistem keuangan yang korup. Kemiskinan, oo..tak usah ditanya, persentase-nya saja terus naik tiap tahun, belum lagi banyak juga orang kaya yang rupanya masih miskin, masih merasa perlu untuk korupsi ataupun menerima “suap”.
Kalau mau diadakan survey tentang kepuasan rakyat, mungkin banyak juga yang sebenarnya tidak puas. Tapi bedanya kita dengan Mesir, Tunisia, dan dedengkotnya adalah kadar ketidakpuasan itu. Mesir sudah berada pada level 95%, Tunisia 100%, dan kita masih dalam level aman barangkali, dibawah 30%. Makanya rakyat masih adem ayem saja, lagipula capek juga sih kalo mau aksi lagi ke jalan. Seperti revolusi 1998 dulu, banyak korban, fasilitas negara rusak, ah capek kalau mau revolusi lagi.
Nah, Pak Presiden…Anda masih punya waktu lho untuk memperbaiki Indonesia, rakyatmu belum sampai pada titik kejenuhan-nya, mereka masih percaya pada Anda, walaupun nggak percaya-percaya amat juga. Tapi hati-hati saja, lekas perbaiki negara…kalau tidak ingin kejadian Mesir pindah ke Indonesia. Hati-hati saja, bukan tidak mungkin aksi 98 terulang lagi. Kalau Anda lamban..I’m with Egypt, Mr.President. Kita akan berlaku seperti Mesir.
SIAPA YANG TAHU?
yap betul skali.kalo tidak ada perubahan dalam negeri ini meski sudah berganti sekian presiden.maka siap2 rakyat akan turun ke jalan.
Menarik sekali. Saya sependapat.