To Not Only Growing Old, But Also Growing Up

Sabtu, 18 Februari 2012 lalu adalah salah satu hari bersejarah buat banyak mahasiswa di Universitas Indonesia—Wisuda. Saya sendiri tidak bisa hadir melihat bahagianya senior-senior yang dengan gemilang lulus dalam kurun waktu 3,5 tahun, atau yang akhirnya melewati masa-masa sulit perjuangan selama 4,5 atau 5,5 tahun.

Yang namanya wisuda sebenarnya sama aja di mata saya; raut wajah bahagia mengenakan toga dengan sentuhan warna makara masing-masing fakultas serta berbagai perayaan yang dibuat oleh para junior dan tentunya orang-orang terdekat. Yang berbeda tahun ini adalah seberapa dekat rasanya hari itu buat diri saya sendiri.

Tahun ini kebetulan saya kenal baik sedikit orang yang berhasil lulus 3,5 tahun. Untuk fakutas saya, Psikologi, nggak akan ada cerita bisa lulus tanpa sebuah penelitian individual yang disebut skripsi. Selama kuliah kami punya 3 step mata kuliah Metode Penelitian, Psikometri sampai konstruksi alat ukur (yang sedang saya jalani dan semoga lancar bisa dilewati) tapi yang namanya skripsi sepertinya punya tantangan yang levelnya jauh dari yang pernah dilewati selama ini. Jadi buat saya, kakak-kakak angkatan 2008 yang berhasil menyelesaikan skripsinya dalam kurun waktu 3,5 tahun itu luar biasa. Apalagi yang masih aktif organisasi, kepanitiaan, udah punya kerjaan freelance atau punya banyak prestasi hingga tahun terakhirnya. Mereka yang menjalani hidup ‘seimbang’ dengan definisi masing-masing ini buat saya patut banget dijadiin contoh, atau lebih tepatnya inspirasi.

Inspirasi untuk kami yang punya mimpi untuk menyelesaikan pendidikan S1 dalam kurun waktu yang sama dengan mereka. Inspirasi untuk tetap melakukan apa yang saya suka, terutama apa yang sudah saya mulai, dan tidak lupa sama tanggung jawab utama sama diri sendiri dan orang tua—pencapaian akademis yang baik.

Kembali ke hari wisuda, lepas dari betapa inginnya saya merasakan perayaan dan kebanggaan semua wisudawan-wisudawati, saya sadar kalau ketika hari itu datang, berarti waktunya sudah tiba untuk masuk ke tahap kehidupan yang beda banget sama sebelumnya. Somehow the idea of growing old is kind of scary for me. Bahkan untuk sekedar menjalani kuliah 18 sks wajib tanpa kuliah pilihan yang lebih ‘ringan’ di semester ini aja udah terasa berat buat saya—apalagi benar-benar bilang selamat tinggal sama kehidupan kampus. Minggu pertama di semester enam mendadak mengingatkan saya sama awal semester di kelas XII SMA. Ketika kenyataan kalau semua orang akan berkembang menjadi orang yang luar biasa beda dan kegiatan harian lama-lama akan disimpan jadi memori. Kenyataan kalau akan selalu ada bagian dari diri saya yang ingin freeze the time and stay the same with comforting people.

Sayangnya, nggak akan ada pilihan kayak gitu dalam hidup kan? Tulisan ini sebenarnya ingin bilang ke semua orang yang merasa takut untuk tumbuh semakin tua (termasuk saya), kalau kita cuma punya pilihan untuk juga tumbuh dewasa selaras dengan usianya. Untuk rela melihat banyaknya junior yang bisa ketawa lepas karena tugasnya belum seberat kita, untuk melepaskan tanggung jawab yang dulu pernah dipegang karena udah waktunya regenerasi, untuk punya definisi seimbang yang semakin ‘dewasa’, untuk mulai memikirkan masa depan—sesederhana akan magang dimana, atau berani ikutan KKN, atau sudah persiapan apa untuk nanti masuk ke program pascasarjana—dan yang paling penting, untuk menjalani hari-hari dengan semangat yang sama dengan semangat yang muncul ketika lihat senyumannya senior dengan toga di depan Balairung UI.

Sincerely yours,

Clarissa Rizky

Leave a Comment