Gejolak ini saya rasakan beberapa bulan belakangan. Kebebasan mahasiswa Universitas Indonesia dalam berpendapat dan berkreasi seakan dipagari oleh sekelompok orang penguasa yang memangku kepentingan mereka masing-masing.
Dimulai dari hangatnya pemilu 2009 beberapa saat lalu, sudah selazimnya- menurut saya-, mahasiswa mendapatkan pendidikan politik. Baik secara langsung melalui diskusi dengan tokoh-tokoh pemimpin bangsa kita ini, maupun melalui bangku kuliah sehari-hari. Memasuki pemilu presiden 2009, situasi politik semakin menghangat dengan diadakannya Debat Calon Presiden 2009 oleh KPU. Mekanisme yang menarik mengingat dengan diadakannya debat kita dapat melihat sejauh mana kompetensi calon presiden kita. Sudah lumrah seandainnya organisasi kemahasiswaan di UI juga memberikan pendidikan politik dengan mengadakan debat yang serupa maupun diskusi dengan calon presidennya.
Sedikit flashback ke pemilu presiden 2004, UI mengadakan debat calon presiden dan kandidat yang datang pada saat itu adalah Amien Rais seorang diri. Namun pada pemilu kali ini, kampus kita bersih dari pendidikan politik pemilu 2009. Sangat disayangkan, beberapa organisasi kemahasiswaan sudah mencoba untuk mengadakan acara serupa, namun mendapat tentangan dari sekelompok penguasa kampus. Akibatnya, mereka gagal mengadakan acara tersebut atau memindahkan acaranya di luar kampus, kayak nggak punya tempat aja di kampusnya sendiri. Beberapa contoh kongkritnya adalah debat tim ekonomi capres oleh BEM FE yang akhirnya dilaksanakan di luar kampus dan BEM UI juga batal mengadakan debat calon presiden. Isolasi pendidikan politik !
Bentuk isolasi lain yang saya dengar dan sedang hangat-hangatnya yaitu pembekuan BEM UI. Menurut yang saya tahu, pembekuan ini terkait beberapa aksi yang dilakukan rekan-rekan kita belakangan, yaitu aksi yang terkait BOP-B maupun aksi saat pembacaan RAPBN 2010. Mungkin pihak ‘sana’ menilai cara-cara yang rekan kita lakukan terlalu radikal sehingga mereka merasa perlu menindak tegas. Sebelum saya meneruskan tulisan ini saya tekankan saya bukan pengurus BEM UI maupun kepanjangan tangan dari BEM UI. Saya ingin menyampaikan point of view saya, “apakah salah jika kita meminta transparansi akan sesuatu hal?”.
Sah saja mereka berdalih cara yang dilakukan teman kita kurang membuat hati mereka berkenan, tapi kalau udah ditindak tegas kasih donk transparansinya? Bukannya pihak sana tidak berkenan dengan caranya? Bukan tidak berkenan akan ide mahasiswa untuk menuntut keterbukaan dan keadilan kan?
Mungkin kita perlu merenung kembali apakah kita memang sedang “diisolasi”? Betapa dinamisnya kehidupan demokrasi di kampus kita beberapa tahun lalu. Saat dulu senior kita menggulirkan reformasi, saat dulu 2004 kita mengadakan pendidikan politik melalui debat calon presiden. Sekarang? Khawatir Pak? Mau bikin kampus ini adem ayam tanpa pergerakan mahasiswa? Jaga image di depan “Bos Besar” dengan membungkam anak-anakmu? Wallahu alam.
kayaknya yg masalah ga boleh ada dialog dng pasangan capres-cawapres di kampus itu gara2 di UU pemilu emang gak boleh diadain debat terbuka di instusi pendidikan. Secara institusi pendidikan harus steril dari kampaye2an dan debat capres-cawapres termasuk dalam kategori kampanye….
Tabik!
ya bginilah nak jaman sekarang. kau bahkan harus hati2 berbicara. salah2, kau bisa di-P3T2-kan, Panitia Penyelesaian Pelanggaran Tata Tertib UI. bgitulah yg sedang dihadapi BEM UI. harus berhadapan dgn P3T2, yg qt nggak tau apakah mereka bisa objektif atau tidak. BEM UI dianggap melakukan kesalahan terhadap rektorat, tpi yg menjadi penengah atau hakim adalah pihak rektorat. hahaha… what a strange law here!!
menurut saya sih, pihak tersebut takut terhadap reaksi pergerakan mahasiswa dan mereka juga berusaha menutup jalan bagi mahasiswa untuk belajar tentang kehidupan politik. Mungkin sudut pandang mereka adalah “yang penting bagi mahasiswa tuh belajar, bukan ‘demo’, atau mengganggu kegiatan rektorat”
Tentang pelarangan diadakannya debat capres, saya tidak bisa berkomentar banyak. Jika kita menurut sejarah masa lalu, ingatkah rekan mahasiswa tentang sudat pandang dan pemikiran senior kita : Soe Hok Gie. Jika membaca catatan hariannya (banyak kan sekarang bukunya) ataupun menonton filmnya agaknya kita bisa melihat bahwa yang ia inginkan adalah pemerintahan yang bersih dan di kampus pergerakan mahasiswa tidak ditunggangi kepentingan poitik maupun golongan tertentu. Ini mungkin yang menjadi landasan mengapa institusi pendidikan harus bersih dari politik ynag pada kahirnya mahsiswa tidak tercerdaskan tentang politik di kampus sehingga harus aktif sendiri menentukan pandangan politiknya. Tapi yang perlu diingat, setiap orang punya pendapat dan berhak untuk mengutarakan pendapatnya.
Mengenai BOPB, menurut saya kita sedang terjebak dalam permainan Rektorat. Serasa makan buah simalakama. Ketika kita mau mempermasalahkan BOPB mereka akan berdalih “loh bukannya ini ide dari kalian (baca: mahasiswa)”. Tapi, bagaimana penyelenggaraannya???
itu masalahnya. Ide senior2 yang mengusulkan BOPB menurut saya pribadi baik. Memerataan kemampuan finansial. Tapi jika melihat realitas yang ada pada akhirnya BOPB nampak sebagai sistem FLAT berkedok BOPB. Dengan jalan 3 pintunya, dengan persyaratan yang banyak sehingga nampak seperti keringanan di sistem flat. Iya kan???
Rasanya REKTORAT TELAH MENGKHIANATI SISTEM BOP-B yang telah di ajukan mahasiswa…
Saya sependapat kalau kampus haru bersih dari tunggangan politik. Namun bukan berarti bersih dari pencerdasan politik kan ?
Setahu saya, rekan-rekan kita ingin mengundang ketiga capres maupun timnya untuk berdebat maupun berdiskusi. It’s okey kan? Fair aja kalau memang niatnya demikian. Kalau bisa berdialog langsung, bertanya langsung, mahasiswa akan mendapat pencerdasan politik.
Kalau memang UI punya kapabilitas untuk mengadakan pencerdasan politik secara langsung seperti itu, kan lebih baik kalau direalisasikan.
2004 dulu fine aja lho, kenapa sekarang sepi aja.
Kampus harus bersih dari kepentingan politik. Tahun 2004 adalah masa pembelajaran politik Reformasi, saat khusus untuk *pertama* kalinya terjadi pemilihan presiden langsung. UI sebagai institusi pendidikan wajib untuk ikut memeriahkannya. Saat ini, kegiatan kampus cenderung ditunggangi politik.
BEM UI itu sudah saatnya meninggalkan cara2 kuno dengan turun ke jalan dan berbuat onar. Buatlah sebuah esai atau tulisan pembaca, kirim ke media massa. Pergunakan otak kiri itu dengan baik dan buatlah argumen yang berdasar. Bukankah kita sedang mengenyam pendidikan yang mana landasan berpikir harus sistematis? (cmmiw)
Bagi yang tidak puas dengan BOP-B dan keadaan kampus, bagaimana kalau ikut terjun jadi staf UI dan ubah UI dari dalam?
Memang, di sini gaji kecil sehingga menantang idealisme. Tapi, hei, kalian tak sendiri di sini. Bukankah SIMAK UI satu2nya ujian masuk mandiri universitas yang berlangsung *nasional*?
Care to join the wagon?
If student is an agent of change then what change the person shall bring?
gatau deh,, pusing ngomongin politik,, masih mending diisolasi sama “penguasa di dalam”.
Akan lebih baik jika kita (termasuk gw yang masih ga guna ini) kasih kontribusi langsung ke masyarakat sekitar UI,, sebab mereka adalah “penguasa di luar” Coba lw bayangin klo suatu saat UI diisolasi beneran sama warga sekitar yang emosi gara2 kita di sini kaga ngasih apa2 ke mereka walaupun hanya sekedar perhatian….
maaf agak OOT btw karena udah mau puasa mohon maaf atas segala kesalahan yang pernah saya lakukan di forum ni dan di luar forum
Hahaha.. Mungkin sebentar lagi kita juga diisolasi oleh penguasa luar kampus (baca : warga masyarakat), karena kan kabarnya motor masuk UI lewat gerbang-gerbang kecil itu harus bayar. Huahaa
Mungkin anda harus mengenal banyak karya dari Jose Luis Borghes.
Saya menduga anda sedang disolasi dalam gugusa labirin logika pengetahuan dari diri anda sendiri. Logika aristotelian yang bersemayam dalam cara berfikir kita hingga hari ini hanya membuat kita berkutat pada usaha pembuatan silogisme, ataupun juga teori-teori kebenaran dalam skema logika.
Jika anda tidak sadari dari sekarang, anda sebelum bertemu dengan fenomena maslah ataupun setelah mencoba menganalisisnya pastilah tidak banyak perbedaan signifikasi aras ksemipulan yang anda hasilkan. Itu-itu saja, dan sudah mudah ditebak.
Berhati-hatilah dengan pikiran anda sendiri. Selalu kritisi dan hajar kesimpulan yang sudah anda miliki, bahkan ketika itu anda sudah sungguh yakin.
Berhati-hatilah dengan romor, dogma, cara pandang ataupun juga sensasi kata-kata dan kosakata melambung yang retoris.
Selalu berusahalah mencari dasar kategori ontologisnya sebelum anda beranjak kemana-mana.
Salam
gerakan.kemanusiaan@gmail.com