WANTED: Yuliana Soputro

Wawancara Orang Terakreditasi – Tim Medis Formasi 21 FIB UI

Yuliana Soputro: Pendaran Cahaya Ketegaran

Pertama kali bertemu dengannya, ada sinar yang tampak. Tentu saja bukan dari sorot lampu, melainkan dari keceriaan wajah manis yang muncul di hadapan. Yuliana Soputro memang seorang gadis periang yang selalu tersenyum. Tidak ada yang berbeda jika dibandingkan dengan gadis-gadis manis lainnya, kecuali satu hal. Dalam diri gadis yang akrab dipanggil Ana ini terdapat keyakinan yang kuat akan Islam, lembut dan segar. Ana, Sastra China UI angkatan 2010, merupakan seorang muslimah muallaf. Ia telah mengarungi berbagai ujian kehidupan demi mempertahankan ikatan benang merah Islam di dalam hatinya. Islam mampu menarik perhatiannya sedikit demi sedikit seperti seseorang yang berpapasan di jalan, hanya sebentar, tetapi tertinggal kepingannya di dalam hati. Tanpa disadari telah menyusun puzzle yang dengan izin Allah akan membawa jalan baru dalam hidupnya.

Ketika masih duduk di bangku SMA di Semarang, rasa penasaran Ana terhadap Islam dimulai dari kekukuhan umat Muslim untuk tidak menurutinya berpindah agama. Merasa gregetan, Ana pun bertanya secara terus terang mengenai apa yang telah mengokohkan hati mereka dan mendapatkan jawaban dalam wujud sebuah buku mengenai perbedaan antaragama. Dari sanalah Ana belajar mengenal Islam. Setiap perbuatan dalam Islam memiliki arti, membuat Ana merasa tenang mempelajarinya. “Lama-lama jadi tertarik, dan entah kenapa rasanya nyaman”, ujar gadis ini dengan keteduhan di wajahnya. Ia giat belajar dari buku-buku, serta mendapat dukungan dari pembantunya yang juga Islam. Ana mulai mencoba bersyahadat secara pribadi di kelas 2 SMA, kemudian merealisasikannya dengan syahadat resmi yang diiringi saksi ketika kelas 3 SMA, pada tanggal 15 Februari 2010. Ia juga giat menimba ilmu bersama beberapa muallaf lainnya kepada seorang kyai di daerah yang berjarak satu jam perjalanan dari Semarang.

Bukan kehidupan jika tidak pahit rasanya. Sebelum diketahui telah menjadi muslimah, Ana menjalankan ibadahnya secara sembunyi-sembunyi. Hingga kemudian terungkaplah pada keluarganya bahwa Ana melaksanakan shalat. Reaksinya memang sudah Ana perkirakan: heboh sekali. Ana lalu dilarang berhubungan dengan muslim, bahkan sempat kehilangan Al-Qur’an dan mukenanya. Namun, Ana berusaha menjaga sambil tetap mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi.

Hingga sekarang Ana masih berusaha menghindari pandangan keluarga dan kerabatnya, terlebih saat ini ia telah mengenakan jilbab. Namun, apa mau dikata, perkembangan diri adalah sumber kekuatan. Ana ingat sekali betapa bersemangat dirinya saat mencoba mengenakan jilbab, betapa rasa gembira itu membuncah di dadanya. Saat menuturkannya, sinar di wajah Ana bercerita lebih banyak dari ucapannya. Ia gembira menjadi seorang muslimah. Meskipun demikian, Ana juga tidak ingin tinggal di lingkungan yang full Islami, Ia berusaha untuk tetap berbaur dengan seluruh golongan, “Gimana mau kelihatan sinarnya kalau sama-sama bersinar?”.

Satu hal yang juga menarik dari gadis keturunan Cina ini, adalah bahwa ia tidak menyukai keringanan yang diberikan padanya dalam mempelajari Islam. Ia tidak gembira jika seseorang berkata padanya untuk mempelajari Islam secara perlahan. “Aku tuh sama-sama Islam, harusnya bisa akselerasi karena aku terlambat masuk”, tandasnya. Padahal orang yang diberi kenikmatan iman sejak lahir pun kadang masih merasa berat. Sosok Ana mampu memberikan motivasi kepada jiwa-jiwa yang semangatnya pernah padam, menarik kembali kata syukur untuk keluar dari bibir-bibir yang telah kering dari dzikir, dan mempermalukan hati, yang kadang seakan tak ingat akan pertemuan dengan Illahi.

Written by Ice – Arab 2010 FIB UI

Nama : Yuliana Soputro
TTL : Semarang, 23 Juli 1992
Prodi : Sastra Cina 2010 FIB UI
Facebook : Yuliana Soputro

Wanted Nana

Leave a Comment