Ada Apa dengan UI? #saveUI

sumber: blog Riri Satria

#saveUI

ADA APA DENGAN UNIVERSITAS INDONESIA? #saveUI

Tadi pagi sampai siang (12 September 2011) saya mengikuti acara press release mengenai gerakan moral pembenahan tata kelola kampus Universitas Indonesia (UI) berlokasi di aula Fakultas Ilmu Komputer – Universitas Indonesia (Fasilkom-UI).

Saya mendapatkan informasi mengenai acara ini melalui pengurus pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) yang menyebarkan sms undangan terbuka sehari sebelumnya, untuk hadir pada acara tersebut. Informasi yang saya peroleh, beberapa Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas di UI juga berencana hadir, maka saya merasa saya perlu hadir juga, karena status saya sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komputer UI (Iluni Fasilkom-UI).

 

Suasana Konferensi Pers #ForUI
Suasana Konferensi Pers #ForUI (gambar dari ririsatria40.wordpress.com)

Saya mengikuti acara tersebut dari awal sampai akhir, dimulai jam 10 pagi sampai jam 1 siang. Para peserta yang hadir di dalam aula Fasilkom-UI sangat beragam, mulai dari beberapa Dekan Fakultas di lingkungan UI, para dosen dan guru besar, para mahasiswa, beberapa pengurus ikatan alumni, serta tentu saja para wartawan dari berbagai media (namanya juga press release).

Acara dipandu oleh 3 (tiga) orang, yaitu Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, kemudian juga Effendi Gozali dan Ade Armando, keduanya adalah dosen pada FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) UI.

Berikut adalah ringkasan yang saya buat mengenai apa-apa yang dibahas atau disampaikan pada acara tersebut :

1. Sesungguhnya isu mengenai pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Saudi Arabia bukanlah isu utama yang saat ini menjadi fokus perhatian civitas akademia UI. Pemberian gelar tersebut hanyalah salah satu puncak gunung es tentang apa yang terjadi di Kampus UI saat ini, yaitu buruknya tata kelola (governance) organisasi kampus UI. Civitas akademia UI menyadari bahwa gelar yang sudah diberikan tersebut tidak bisa dicabut kembali, dan untuk itu, civita akademia UI tidak akan mempersoalkan lagi dan menganggap hal tersebut sudah tidak masalah lagi. Walaupun demikian, ini akan menjadi pelajaran yang berharga untuk kampus UI, terutama dalam pemberian gelar Doktor Honoris Causa ke depan.

2. Acara yang dilangsungkan tadi siang itu sebenarnya adalah acara yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI yang kebetulan mengambil tempat di kampus Fasilkom-UI, dan panitia pelaksana adalah BEM Fasilkom-UI. Jadi ini adalah acara kemahasiswaan, di mana di dalam kehidupan kampus, mahasiswa punya hak untuk mengadakan acara tersendiri dan tidak harus sejalan dengan pimpinan fakultas atau pimpinan universitas, selama dilakukan dengan baik dan tidak destruktif. Ini berarti, BEM-UI memberi panggung kepada pihak yang melakukan gerakan moral untuk pembenahan tata kelola organisasi UI untuk menyampaikan fakta-fakta guna keperluan press-release.

3. Gerakan moral ini secara tegas tidak memiliki keinginan untuk melakukan kudeta atau penggulingan (impeachment) terhadap Rektor UI saat ini, yaitu Prof. Gumilar Rusliwa Somantri. Gerakan ini menginginkan adanya suatu perbaikan yang lebih fundamental dan holistik, yaitu pembenahan tata kelola organisasi UI yang saat ini dalam masa peralihan dari status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) menjadi perguruan tinggi umum yang dikelola oleh pemerintah di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan Nasional RI. Para civitas akademia UI merasa ini persoalan mendasar yang dihadapi oleh UI saat ini, dan berbagai persoalan yang muncul di permukaan seperti pemberian gelar Doktor Honoris Causa, masalah SPP mahasiswa, masalah dana penelitian, dan sebagainya, hanyalah hal-hal yang sifatnya akibat dari persoalan fundamental ini. Dengan demikian, pembenahan tata kelola organisasi UI adalah agenda yang sangat mendesak.

4. Gerakan moral ini sudah berjalan sejak beberapa waktu yang lalu, dan sudah dilaksanakan berbagai pertemuan sebelumnya. Gerakan moral ini didukung oleh beberapa guru besar di lingkungan UI (seperti Prof. Emil Salim), dan sebagai moral-support, 3 (tiga) orang dekan memberikan dukungannya, yaitu Dekan Fakultas Kedokteran (FK) UI, Dekan Fakultas Ekonomi (FE) UI, serta Dekan Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) UI. Informasi yang saya peroleh dari beberapa pengurus BEM-UI mengatakan bahwa dekan-dekan fakultas yang lain di lingkungan UI masih belum menentukan sikap.

5. Akibat dari gerakan moral ini, beberapa pihak sudah mengalami intimidasi, entah oleh siapa, bahkan termasuk para dosen-dosen senior di UI yang pro terhadap gerakan ini, serta tentu saja para mahasiswa. Pernah sampai sebuah surat kaleng pada Forum Komunikasi Wartawan Depok yang berisikan transkrip rekaman percakapan melalui sms antar para tokoh gerakan tersebut. Hal itu hanya dimungkinkan melalui penyadapan pada telepon selular yang dipergunakan. Surat kaleng itu juga menyebutkan bahwa muncul gerakan di kalangan kampus UI yang ingin melakukan kudeta atau menggulingkan Rektor UI saat ini. Surat kaleng itu secara jelas menyebutkan siapa-siapa aktor utama gerakan tersebut, lengkap dengan transkrip percakapan sms antar mereka (tentu saja melalui penyadapan) yang menurut mereka juga sudah di-edit. Informasi ini juga saya peroleh dari beberapa dosen senior di UI yang pro terhadap gerakan moral ini.

6. Pada pertemuan tadi siang, gerakan tersebut kembali mempertegas bahwa tujuan mereka adalah untuk mempercepat terjadinya pembenahan tata kelola organisasi UI, bukan untuk mengkudeta atau menggulingkan Rektor saat ini. Tetapi jika memang seandainya ditemukan kesalahan pada Rektor, maka tentu saja Rektor tidak boleh lari dari tanggung jawab.

7. Pada pertemuan tadi siang, dipaparkan beberapa contoh kecil buruknya tata kelola organisasi di kampus UI, antara lain tata kelola keuangan. Ternyata biaya makan binatang peliharaan di rumah dinas Rektor UI diambil dari pos dana masyarakat (antara lain dari SPP mahasiswa). Jumlahnya sekitar Rp. 1,5 juta – Rp. 1,8 juta per bulan, dan angka ini di atas gaji seorang office boy per bulan di kampus UI yang masih di bawah UMR (upah minimum regional) di Depok. Dalam suatu kesempatan Rektor mengatakan bahwa biaya makan binatang peliharaan tersebut diambil dari gajinya, tetapi ternyata bukti-bukti pengeluaran uang menunjukkan lain, di mana gaji Rektor keluar dari pos SDM, sedangkan anggaran untuk makanan binatang peliharaan keluar dari pos “umum”. Hebatnya, pembelian makanan ikan dan makanan anjing peliharaan di rumah dinas Rektor tersebut untuk periode Oktober 2010 s/d Januari 2011 dimasukkan ke dalam kolom uraian “pengadaan konsumsi rapat di PAUI”. Pada pertemuan tersebut dibagikan fotokopi bukti-bukti pengeluaran uang yang menunjukkan fakta ini. Semua bukti-bukti ini diperoleh oleh dari whistle blower yang dilindungi oleh gerakan ini.

8. Untuk keperluan pencitraan, Rektor UI membayar “biaya penulisan wawancara utama 8 halaman serta foto yang tampik pada sampul majalah” pada Majalah Eksekutif edisi 370/September 2010 sebesar Rp. 44 juta. Tentu bisa dicari-cari alasan demi kepentingan Humas UI, tetapi siapa yang mengawasi atau mengaudit bahwa hal tersebut memang perlu dan signifikan untuk UI dan bukanlah untuk pencitraan pribadi.

9. Peralihan UI dari BHMN menjadi PTP (Perguruan Tinggi Pemerintah) juga membawa persoalan. Keberadaan organ-organ di masa BHMN pun mulai dipersoalkan, sehingga terdapat hubungan yang tidak harmonis antara Rektor UI dengan Majelis Wali Amanat (MWA). Informasi yang disampaikan adalah Rektor UI sudah membekukan MWA dan membentuk Senat Universitas (SU) sebagai organ baru dalam status sebagai PTP. Hal ini menjadi bahan perdebatan di kalangan guru besar Fakultas Hukum (FH) UI dan terdapat pro dan kontra. BEM-UI mendukung dipertahankannya keberadaan dan fungsi organ-organ penyelenggara UI berdasarkan PP 152 tahun 2000 selama proses transisi menuju terbentuknya yang baru berdasarkan RUU Perguruan Tinggi berjalan. Hilangnya keberadaan MWA serta Dewan Guru besar (DGB) serta menguatnya otoritas Rektor apabila struktur kelembagaan berbasis konsep PTP berdasarkan PP 66 tahun 2010 yang diterapkan berpotensi untuk memperlemah instrumen check and balances antar pemangku kepentingan dalam proses transisi yang sedang dilakukan kampus UI.

10. Pada pertemuan tadi siang, juga dilakukan gerakan sinis yaitu mengumpulkan sumbangan untuk makanan binatang peliharaan di rumah dinas Rektor agar biayanya tidak lagi diambil dari dana masyarakat (termasuk SPP dari mahasiswa).

Kotak Sumbangan
Kotak Sumbangan (gambar dari ririsatria40.wordpress.com)

 

Berikut ini adalah pendapat saya pribadi (bukan dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komputer Ui ataupun anggota Dewan Pengarah Ikatan Alumni Universitas Indonesia) berkaitan dengan acara tadi siang :

1. Dalam teori ilmi sosial, setiap gerakan maupun lawan dari gerakan tersebut, pasti mengusung agenda atau kepentingan tertentu. Rektor UI dan kelompok pendukungnya pasti punya kepentingan, dan tentu saja gerakan moral seperti ini juga punya kepentingan. Banyak pihak punya kepentingan. Tentu saja kita harus cermat dan jernih dalam menganalisis kepentingan-kepentingan tersebut. Saya memahami jika ada pihak yang sinis dengan sosok Effendi Gozali atau Ade Armando dalam gerakan ini (walaupun masih dipertanyakan juga), tetapi setidaknya moral-support yang ditunjukkan oleh 3 (tiga) dekan, yaitu FKUI, FEUI, dan Fasilkom-UI memberikan semacam “jaminan” mengenai kemurnian gerakan ini. Tetapi walaupun demikian, kawan-kawan mahasiswa terutama pengurus BEM-UI tetap harus kritis, dan tetap berada di koridor perjuangan yaitu pembenahan tata kelola organisasi UI, dan hati-hati jangan sampai ditunggangi oleh pihak manapun.

2. Pihak luar sebaiknya menahan diri untuk tidak mencampuri dulu apa yang terjadi di kampus UI ini, termasuk organisasi Ikatan Alumni UI, karena memang organisasi ini berada di luar struktur UI. Sejatinya Iluni UI memberikan dukungan terhadap upaya-upaya pembenahan yang dilakukan di dalam UI, atau dengan kata lain keberpihakan Ikatan Alumni Ui haruslah kepada perbaikan, bukan kepada sosok atau personil tertentu. Kampus UI juga sedang mengalami proses pembelajaran yang sangat berharga.

3. Apapun, setiap fakta atau pun pernyataan yang disampaikan oleh pihak manapun, tetap harus disikapi dengan kritis. Kebenaran akan tetap sebuah kebenaran, dari manapun datangnya. Jangan sampai kita termakan isu atau rumor yang tidak jelas dari mana asal-usulnya.

4. Saya yakin, apa yang terjadi di UI saat ini, kemungkinan besar juga terjadi di berbagai kampus lain, tetapi mungkin belum terungkap ke permukaan. Mudah-mudahan apa yang terjadi di UI ini bisa menjadi pembelajaran untuk berbagai kampus di Indonesia ini.

Spanduk #SaveUI
Spanduk #SaveUI (gambar dari ririsatria40.wordpress.com)

 

Salam
Riri Satria

8 thoughts on “Ada Apa dengan UI? #saveUI”

  1. Nice post Bang Ivo 🙂

    Semoga seluruh sivitas akademika UI bisa bersikap kritis namun tetap bijak dan disampaikan dengan cara yang santun mengenai masalah ini.

    Kritis, kalo disampaikan dengan cara ‘rusuh’, justru hanya akan menambah masalah, malah bisa-bisa masalah yang hendak kita luruskan jadi terlupakan dan kita malah sibuk mengurusi masalah yang sebenernya bukan jadi fokus kita. Toh teriak-teriak dijalanan (maaf) sering kali juga tidak efektif. Boro-boro mau didengerin, yang ada kita malah ribut sama pihak keamanan. Padahal maksud kita baik, tapi malah dicap jelek dan ga menghasilkan apa yang ingin kita capai. Acara press release mengenai gerakan moral pembenahan tata kelola kampus Universitas Indonesia (UI) di Fasilkom ini, saya rasa jauh lebih efektif dan lebih terasa gaungnya daripada sekedar demonstrasi. Ini, menurut saya, tanda bahwa kita semua semakin cerdas dalam berpendapat dan tanda-tanda kebangkitan UI ke arah yang lebih baik lagi.

    Yuk, kita sama-sama #saveUI dengan cara yang santun, biar impian kita, UI yang lebih baik, bisa tercapai :))

    Reply

Leave a Comment