( besok mau wawancara beasiswa, malah bikin cerita. Semoga bisa terbit di anakUI.com )
JUMAT. 3 JUNI 2011
BUNGKUS LONTONG
. Cerita berikut ini fakta. Orang-orang nya benar-benar ada dan dapat dihubungi sesuai keperluan. Tempat kejadian pun bisa dilacak. Maaf jadi cukup panjang. hehe =)
Kemarin, di dalam angkot menuju Kebun Raya Bogor.
“ Nuel, tahu kah kamu bagaimana bisa Indonesia selamat dari krisis keuangan tahun 2009 ? padahal Yunani, Irlandia, Portugal dan Amerika berantakan keuangannya begitu ? “ tanya ku pada Imanuel, adik kelas ku dari departemen Matematika. Dia mahasiswa angkatan 2010.
“ Hah ? ngga kak. Memang kenapa ? “ kata Nuel terperanjat. Mungkin dia kaget karena tiba-tiba diajak bicara hal seperti ini. Mengira-ngira.
“ Kamu lihat dari jendela keluar sana ? Tukang bunga, tukang sayuran, penjual buah, penjual binatang peliharaan, warteg, sate padang, sampe sol sepatu. Orang-orang itulah yang menyelamatkan kita dari dampak krisis yang lebih besar “ terang ku sambil menunjuk berbagai pedagang yang kami lewati dalam perjalanan. Saat itu angkot yang kami tumpangi sedang terjebak dalam kemacetan di jalan depan museum botani.
“ ah masa iya kak ? memang gimana caranya ? “ sekarang dia benar-benar tampak tertarik dengan tema pembicaraan ini.
“ mereka itu kan modal usahanya kecil ya ? balik modal yang mereka harus kejar juga sedikit. Istilahnya break event point ya ? setelah itu mereka akan dapat keuntungan. Keuntungan yang mereka gunain buat kebutuhan mereka yang juga tidak terlalu banya kan ? jadi habis itu mereka bisa nabung secara rutin. Walau sedikit demi sedikit. Usahanya terus tumbuh. Keluarga dan komunitas mereka pun tumbuh “ jelas ku dengan gaya seperti seorang kakak mengajari adik kecil nya pelajaran menggambar dan mewarnai.
“ terus kenapa negara lain ancur begitu kak ? “ penasaran dia penasaran.
“ nilai ekonomi mereka kan besar-besar ya ? perusahaan multinasional, modal dan hutang asing yang sedemikian besar, sudut pandang kapitalisme yang sempit. Mereka kalo rugi, triliunan dolar deh pasti, untung nutupin rugi itu, mereka berhutang sana-sini. Bisa juga menjual aset-aset negara. Privatisasi. Akhirnya mereka terjebak disitu, menaikkan pajak, membatasi konsumsi rakyatnya, berhutang makin banyak. Saya juga tidak tahu bagaimana ujung nya El! Sedangkan rakyat kita, sudah terbiasa di cuekkin pemerintah, mereka sudah terbiasa hidup mandiri. Sudah lupa mereka punya pemerintah atau tidak. Pemerintah cuma inget soal pajak dari mereka saja “ jelas ku bersemangat. Saat itu kami sudah hampir sampai pintu utama Kebun Raya Bogor yang mulai ramai dipadati pengunjung.
“ …. …. “ Nuel terdiam sesaat. Menatap ku lekat-lekat. Sekarang pandangannya seperti berbunyi sotoy kali abang ku yang satu ini.
“ bagaimana menurut mu El ? “
“ kakak pelajari itu di Biologi ? “ tanyanya polos.
“ hah ?? tentu saja tidak ! “ jawab ku heran. Tidak nyambung.
Endah, teman ku yang lain yang juga ikut saat itu, terlihat mau tertawa.
“ Pfh… Pfh… Ayo kak Abas, kita turun “ katanya sambil menahan tawa.
( disarikan dari pengalaman menyenangkan ke Kebun Raya Bogor bersama teman-teman kemarin. Diubah sedikit sesuai keperluan cerita. Hehe )
Bapak, jam berapa berangkat ke Ragunannya ? saya masih di rumah teman saya pak. Itu isi SMS yang aku kirim kan ke bapak ku pagi ini. Tidak disingkat karena bapak ku punya kesulitan membaca kata yang disingkat di SMS.
Hari ini kami sekeluarga berencana pergi ke Kebun Binatang Ragunan. Rencana yang mendadak. Kakak ketigaku membawa suami serta kedua anaknya sedang berlibur di Jakarta. Lalu kedua anaknya itu merengek-rengek minta melihat gajah dan orang utan di Ragunan. Libur ke Jakarta ? iya, karena kakak ku sekeluarga ini tinggal dan bekerja di Pekalongan. Kakak ku ini seorang dokter gigi.
Sampai menjelang siang SMS ku tidak juga dibalas. Akhirnya aku pun baru pulang ke rumah siang-siang. Malas sebenarnya pergi siang-siang begini. Ragunan pula di hari libur begini pasti penuh sesak. Lengkap sudah. Dengan keinginan yang masih tiga perempat, aku pun pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah.
Hah ? kok rumah sudah sepi ? kata ku dalam hati setelah memarkir rmotor di samping rumah dan melihat begitu sepi keadaan rumah.
Yah ? kok pintu depan dan belakang dikunci sih ? setelah pergi ke pintu depan dan belakang yang terkunci rapat.
Walah. Kok kunci rumah ga dititipin ? setelah menayakan tiga orang tetangga termasuk ketua Rt apakah bapak-ibu menitipkan kunci rumah.
Kacau. Gue dilupain. Setelah mendapatkan balasan SMS dari bapak yang begitu terlambat. Isi dari SMS itu adalah keluarga ku sudah berangkat dan bapak-ibu mohon maaf terlupa kalau mengajak aku.
Lagu soundtrack kartun si Lebah Hachi Pergi Mencari Ibunya terdengar di kejauhan.
Aku hanya bisa duduk terdiam diatas tumpukan karung beras meratapi nasib hari ini. Aduh, sampai sore gue akan luntang-lantung begini. Kalau tau begini, gue ke kampus aja tadi, kan jadi bisa ketemu si dia. Kalau tau begini gue tetep di rumah si Darto aja. Kalau tau begini, gue harusnya mandi dulu tadi pagi! Dan sederet kalau-kalau yang lain.
Hari ini hari Jumat. Dan sudah jadi anjurannya kalau melaksanakan solat Hari Raya ini, kita sebaiknya mandi, memakai wewangian, memakai baju terbaik, dan memotong kuku telebih dahulu. Kondisi ku sekarang adalah sebagai berikut:
1. Aku tidak bisa mandi karena kamar mandi ada di dalam rumah
2. Aku tidak bisa memakai wewangian juga karena wewangian ada di dalam rumah
3. Baju terbaik ku adalah baju merah dan switer yang semalam digunakan tidur. Baju terbaik yang lain ? ada di dalam rumah.
4. Gunting kuku ada di dalam rumah
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah karena begitu banyak hal penting yang ada di dalam rumah, maka aku nanti solat Jumat belum mandi, tidak wangi, baju tidur, dan kuku panjang. Ya Allah, maafkan hamba mu ini. Amin. Ya Rasulullah, maaf ya hari ini tidak ada sunah Jumat yang bisa aku penuhi.
Udara saat itu begitu panas.
Di atas karung beras.
Aku tertidur pulas.
Terbangun karena suara azan keras-keras.
( kenapa pula jadi berpuisi ? )
Sepulang dari solat Jumat.
Apa yang bisa ku lakukan untuk mengisi waktu ya ? aku sudah malas keluar naik motor. Sudah berhari-hari aku ada di luar. Tapi apa yang bisa aku lakukan disini sambil menunggu ibu-bapak ? aku memikirkan itu semua dengan teliti di atas karung beras tadi.
Oh, iya. Soal karung beras. Beras-beras ini digunakan oleh adik ibu ku untuk membuat lontong. Dihitung-hitung, adik ibu ku ini pengusaha kelas mikro-kecil. Keuntungannya lumayan, bisa membangun sebuah rumah di kampung kami semua, Pekalongan sana. Juga menyekolahkan dua ananda tercinta setinggi-tingginya. Serta hidup layak di ibukota dengan standar kelas menengah yang stabil. Tuh, kan ? seperti di diskusiku dengan Imanuel itu, orang-orang seperti inilah yang sebenarnya mampu menyelamatkan kehidupan ekonomi diri sendiri dan lalu bangsa ini.
Aku menghampiri sekeluarga pembuat lontong ini disamping rumah ku. Anak beranak yang sedang asyik membuat bungkusan lontong dengan daun pisang. Seru sekali. Bungkusan-bungkusan yang sudah jadi di tumpuk di sudut hingga menggunung. Jumlahnya bisa mencapai dua ribuan perhari. Luar biasa. Rumah ibu-bapak ku tertimbun bungkusan lontong.
“ memang kamu ga SMS dulu mau pulang ke Mampang ? “ kata lek ku bertanya prihatin. Lek adalah panggilan untuk paman/bibi di suku Jawa. Paman ku ini namanya Sohan.
“ Saya SMS, tapi ga di bales. Nasib dah jadi anak ke lima, kelupaan mulu “ canda ku.
“ Hahaha. Kamu bilang bapak sana aturan. Salah satu kunci diaksih ke kamu. Nah, kamu asekarang pulangnya ga tentu waktu begini. Memang kuliah nya masih lama ? “
“ Iya, Insya Allah satu tahun lagi Lek “ kata ku yakin.
“Mbak, ajarin saya bungkus lontong dong “ kata ku kepada istri Lek ku. Liyah namanya.
“ Hee, buat apa. Calon sarjana dari UI kok mbungkusi lontong. Ga usah. Ga usah ” kata nya protes.
“ Hee mbak, kenapa pula dengan mahasiswa UI ? dibandingkan mbak, saya mahasiswa UI ini jadi gada papanya, lho. Gapapa. Sekarang kita perlu punya banyak pilihan dan keahlian kan. Siapa tahu nanti saya punya kesempatan membesarkan usaha mbak ini juga “ sanggah ku.
“ ya sudah terserah kamu aja. Sini saya ajari … “
Pengalaman yang begitu menyenangkan. Pertama aku diajari bagaimana memilih daun pisang yang baik. Daun yang baik adalah daun yang masih utuh. Belum ada robekan yang cukup besar. Kalau ada robekan nanti waktu diisi beras akan lama matang atau malah keluar bungkusan. Kemudian dipilih yang teksturnya bagus. Kadang ada daun pisang yang sudah dimakan serangga atau jamur. Itu akan memengaruhi kualitas lontong.
Beras juga dipilih yang paling baik. Kalian tentu sudah tahu kan bagaimana beras yang baik itu ?. Paman ku membeli beras langsung dari pasar Induk Kramat Jati . Kalau aku tidak salah sehari paman ku bisa menghabiskan 1 kuintal beras. Luar biasa kan ?
Alat, Bahan, dan Cara Kerja
Alat: semacam pentungan hansip terbuat dari bamboo.
Bahan: beras dan lembaran daun pisang dengan kualitas terbaik.
Cara kerja:
1. lembaran daun pisang diatur posisinya agar melingkar di pentungan. Sisi daun dengan warna yang lebih terang menghadap kearah kita.
2. sambil diatur posisinya agar tidak berubah, pentungan diputar searah dengan cara seperti kita meraut pensil hingga semua lembaran daun pisang melingkar di pentungan.
3. mulur lembaran daun yang sudah berbentuk membulat diujung pentungan dilipat seperti kita akan membungkus nasi. Sisi kanan dan sisi kri di tekuk sampai terdengar bunyi “ krenyes “ begitu kata bibi ku itu.
4. dengan menggunakan potongan lidi, biasa disebut biting, hasil lipatan dikencangkan dengan ditusuk hingga menembus antar sisi lipatan menggunakan biting.
Reaksi keluarga lontong sampai ke usaha ku yang ke puluhan kali:
“ argh, pelan-pelan muter pentungannya! Rusak itu daunnya “
“ argh, kamu terlalu banyak melipatnya, ujungnya malah terbuka begitu, ga mateng nanti berasnya “
“ argh, kamu terbalik pasang daun pisangnya “
“ argh, jangan dimakan berasnya, memangnya kamu anak ayam ?” sumpah yang ini bohong.
“ nah, itu kamu bisa. Diputer perlahan saja pentungannya, sampe daunnya jadi rapet “
“ nah, lipatan yang pas membuat tidak terlalu banyak rongga terbuka pada bungkusan daun pisang. Ini bagus nanti hasil lontongnya “
“ nah, begitu, jangan sampe terbalik ya ? nanti kamu pasti terbiasa. Bungkusan mu sudah makin rapi kok “
“ nah, begitu dong, daripada makan beras, kamu makan lontong aja, kamu kan anak manusia “ yang ini beneran. Saat itu ada penjual pecel keliling lewat depan rumah ku. Paman ku panggil mbak penjual itu. Lalu kami pun makan pecel sayur dengan bakwan disiram sambel kacang ditemani masing-masing satu buah lontong.
“ kalo sehari itu bisa dapat berapa memangnya Lek ?” tanya ku sambil melahap pecel ku.
“ yah, tergantung. Dari 200-500 sehari. Rugi juga sesekali “ maksudnya tentu ratusan ribu
“ wah. Luar biasa. Saya jadi pengusaha lontong aja kali ya “ cetus ku bersemangat. Ratusan ribu untung bersih sehari dengan bisnis keluarga 3 orang begini ? wah, berapa sebulan kalau skala industri besar ya ?
“ boleh boleh… hehe. tapi harus siap mental, meang kalah untung rugi, jujur dan tanggung jawab. Apalagi di jaman sekarang ini “ paman ku memberi petuah
Tuh kan ? penjual bunga, sayur, buah, ikan hias, hamster, sandal jepit, tahu-tempe, hingga penjual lontong dan lain-lain lah penyelamat sebenarnya ekonomi kita ini. Bersama bahu membahu mereka bertarung dengan ribuan produk dan merek asing yang masuk seenaknya. Mungkin mereka sedang terjepit sekarang, namun mereka akan terus melawan dengan gigih, sampai bapak-ibu pemerintah di kantor sana terpanggil nuraninya.
“ sudah sekarang kamu istirahat ya, ini di minum dulu teh nya ya “ kata mbak Liyah sambil membawakan aku segelas teh manis hangat.
“ oh iya, mbak, terima kasih ya. Hehe. hari ini jadi ngerepotin “
“ sudah gapapa, kamu kan sudah jarang bisa begini. Kamu tidur di gudang saja dulu sambil nunggu bapak-ibu. Kebetulan gudangnya habis di renovasi, jadi lebih rapi “
“ ah ? di gudang ? “
“ iya, daripada kamu ketiduran di karung beras lagi, ini pake karpet “ katanya sambil memberikan ku selipatan karpet.
“ ya sudah deh, saya pamit ya, mbak. Lek. Terimakasih ya udah diajarin bungkus lontong “ aku pun beranjak dari tempat itu menuju gudang di bagian belakang rumah.
Yang aku tidak tahu, mungkin terjadi dialog seperti ini:
“ Si Basir bikin berapa bungkusan itu ? rugi kita. Jelek-jelek begitu bungkusannya “
“ iya makanya aku minta dia istirahat aja daripada diterusin, hampir seratus bungkus dia buat tadi! “
“ APAAA?! “jreng jreng jreng.
Lagu Balikin dari band Slank terdengar di kejauhan.
Balikin oh oh balikin.
* Imanuel Rustijono berusia 16 tahun, sama seperti usia adik penulis yang baru saja akan masuk SMA.
* orang tua penulis punya 6 orang cucu. Raka, Umar, Ocha Kinar, Emir, dan Kallista. Kombinasi hal-hal dari keenamnya membuat anak ke-5 (sang penulis) sering terlupakan dihitung (apalagi adiknya ya ? hihi).
* sampai tulisan ini selesai, akhirnya penulis sudah berhasil masuk kerumah tanpa berkekurangan apapun. Sudah mandi juga.