Etika Mahasiswa yang Hilang di UI: Plagiat, Nyontek, dan Bis Kuning

Judul biarlah menjadi judul, dan waktu pasti akan berlalu. Ya, meski judul di atas memang “menghina” intern UI, tapi bukan itulah maksud tulisan singkat ini. Tidak semua orang di UI saya anggap demikian, cuma bagi mereka-mereka yang dalam tanda kutip masuk kategori saja.

Setelah lebih kurang menjalani kehidupan lebih dari 2.5 tahun di UI, saya pribadi masih berpikir ulang tentang salah satu hal terkait dengan etika kehidupan, khususnya sebagai mahasiswa UI. Hal itu saya jadikan tema karena adanya fenomena terkait etika di kemahasiswaan UI yang harus kita perbaiki bersama, khususnya teman-teman mahasiswa.

Beberapa hal tersebut saya kelompokkan ke dalam dua kategori utama, yaitu dalam akademis dan perilaku di kampus.

1. Akademis

Sebagai mahasiswa, tentu tugas utama kita adalah belajar. Belajar bisa di dalam kelas, mengerjakan tugas, berdiskusi, dan berbagai hal lain terkait disiplin ilmu yang kita pelajari. Dalam belajar pun kita juga harus memiliki etika, tidak boleh sembarangan dalam proses. Etika harus diterapkan dengan benar agar ke depannya kita tidak rugi sendiri.

Salah satu fenomena akademis yang masih saya bingungkan adalah adanya jiplak menjiplak dalam mengerjakan tugas dan ujian. Sebuah fenomena yang menurut saya memalukan bagi seorang mahasiswa.

“Udah, nyontek aja, kan bisa hemat waktu dan belajar hal yang lebih penting”

Itu adalah salah satu jawaban yang saya peroleh ketika saya bertanya kenapa harus menyontek. Jujur saya sangat kaget dengan jawaban semacam itu. Kok masih ada ya katanya calon pemimpin bangsa yang demikian?? Bukankah kejujuran dan proses yang baik itu lebih penting daripada sekedar mengetahui banyak hal?

Kalau dikaitkan dengan plagiarisme, bukankah menyontek adalah plagiarisme total. Toh kita takkan pernah menyebutkan siapa pengarang tugas/laporan itu. Soalnya, pasti akan mendapat nilai nol dan kita pasti juga takkan mau.

Lain halnya dengan ujian, kok masih ada orang yang mau mencontek. Padahal kita di UI khususnya, sudah belajar apa yang dinamakan MPKT (Susiani P 2010*). Sudah belajar bagaimana hidup beretika sebagai mahasiswa agar kelak yang kita peroleh bukan hanya gelar, tapi ilmu yang bermanfaat. Ujian nyontek sama halnya dengan mombodohkan diri kita sendiri. Menyontek merupakan pelecehan terhadap diri kita sendiri karena kita lebih percaya akan orang lain daripada kemampuan kita sendiri. Bisa dikatakan kalau orang yang nyontek sebenarnya tidak memiliki kepercayaan diri.

“Kan loe temen gue? Masa sesama teman loe gak mau bantu gue!?”

Itulah setidaknya kata-kata sederhana yang dilontarkan oleh kaum pencontek terhadap orang yang tidak mau memberikan contekan.

Dalam hal ini, yakinkanlah bahwa teman yang baik itu saling membantu dalam kebaikan. Bukan seperti mencontek dan apalah, itu namanya tidak professional. Profesionalisme itu tidak mengenal teman atau bukan, tapi lebih ditekankan kepada bagaimana seorang teman atau individu itu berperilaku.

2. Daily Activity di kampus

Kemarin baru saja ada thread mengenai perilaku mahasiswa UI di bikun, yang sebagian memang agak susaj diatur. Saya sangat merekomendasikan artikel itu untuk anda baca terlebih dahulu bagi yang belum baca [disini]. Dari situ kita bisa melihat betapa anehnya mahasiswa UI dalam kehidupannya.

Saya pribadi menggolongkan hal tersebut ke dalam etika berkendara atau apalah, tapi yang pasti bukanlah sesuatu yang baik kalau kita mengedepankan kepentingan kita sendiri. Satu hal yang mungkin belum disebutkan disana adalah tentang penggunaan kursi dalam Bikun.

Masa seorang yang gagah membiarkan seorang wanita berdiri di dalam bus, di depannya lagi, parah.

Memang dalam bus kuning yang perlu diutamakan adalah wanita hamil, orang tua, dan orang cacat. Tapi, hal yang penting khususnya laki-laki adalah secara fisik kita dilahirkan untuk melindungi kaum wanita. Bukan membiarkan mereka menanggung beban lebih berat dari kita.

Bukankah sekarang sudah emansipasi? Jadi kedudukan kita setara … so gak masalah dong!

Ya benar, kita memang sudah masuk ke zaman emansipasi wanita. Tapi, satu hal penting mereka tidak beremansipasi secara fisik, mereka tetaplah wanita yang perlu perlindungan. Meskipun sudah emansipasi atau emansisapi, kita tetap terlahir berbeda, itulah intinya.

Hehehe … itulah sebuah tulisan sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya. bagi teman-teman yang tidak demikian, mari kita pertahankan etika baik yang sudah teman-teman kerjakan. Segala sesuatu yang kita perbuat pasti akan ada balasannya, jadi lanjutkan pembanguna pondasi piramida kehidupan kita yang baik agar tidak ada kekeroposan dalam piramida kehidupan yang kita bangun. Go Anak UI!!

Ucapan terima kasih:

*Ibu Susiani Purbaningsih, Staff Pengajar Departemen Biologi atas wejangannya yang diberikan.

Gambar diambil dari: Clay Bennet

28 thoughts on “Etika Mahasiswa yang Hilang di UI: Plagiat, Nyontek, dan Bis Kuning”

  1. Kalau dulu saya di FE (dan sepertinya masih sampai skrg), sangat ketat dan tegas masalah nyontek & plagiarisme… Jd mgkn krn aturan dan sanksi yg tegas itulah mhsw jg jarang yg berani macem2… Saya gak tau gmn di fklt lain, tp seharusnya itu mjd kesadaran masing2 bahwa ada atau tidak ada sanksi, perbuatan tsb tetaplah salah & dampaknya buruk utk kebiasaan & pembentukan pola pikir kita.

    Reply
  2. Iya, setuju banget tuh gw ttg bikun. sering bgt laki2nya duduk d bikun padahal d depannya ada perempuan dgn membawa barang bawaan yang banyak

    Reply
  3. Saya setuju dengan pendapat ketidak setujuan plagiarisme. saya sangat menhindari hal itu. Memang sepertinya hal ini ahrus dibudayakan lagi agar mahasiswa tidak hanya menuntut para anggoat DPR untuk tidak KORUPSI.

    em, mengenai prioritas duduk untuk wanita, sepertinya menurut saya tidak setuju. hehe. mohon maaf. 🙂

    Reply
  4. Saya juga setuju dengan apa yang telah dipaparkan di poin 1 (akademis–masalah nyontek).
    Bahkan kini, seiring teknologi yang makin canggih, nyontek pun makin canggih. Ada yang sms-an. Ada yang BBM-an. Ada yang googling untuk cari jawaban saat ujian di kelas.
    -_-

    Teknologi nggak salah, manusia yang sering menyalahgunakannya.
    Semoga manusia-manusia seperti itu cepat tobat.. amin!

    Sama dengan atas, walaupun saya perempuan, tapi kok agak kurang setuju juga ya dengan poin kedua (masalah duduk di bikun). 😀

    Reply
  5. plagiarisme yg saya lihat di ui gak hanya nyontek selama ujian aja.. copy paste artikel juga merajalela.. ini karena kita-nya yg gak ngerti cara bikin kalimat kutipan atau emang malas?..hmmm

    banyak juga tuh laki-laki yang tega membiarkan wanita berdiri di depannya padahal dia duduk… apalagi wanita itu tidak mempunyai tangan yang cukup panjang utk pegangan…

    Reply
  6. Klo kata dosen senior di FEUI ketika gw selesai sidang kompre, janganlah jadi seperti artis dan jadilah seperti olahragawan.
    Artis berbuat sekehebdak hati mereka makanya etika dikesampingkan, tapi olahragawan memiliki etika dalam cabangnya masing2 seperti ilmu beladiri bukan utk berkelahi.

    Reply
  7. klo soal tempat duduk di bikun yang memberikan tempat duduk pada wanita saya memiliki pandangan yang lain, soalnya ngga jarang ketika saya memberikan nona-nona intelektual muda ini tempat duduk mereka justru menolak dan karena saya sudah terlanjur berdiri yasudahlah ya , jadi menurut saya soal budaya tempat duduk di bikun itu relatif tergantung individu, tapi klo soal plagiarisme sepertinya mulai mewabah kita ngga mau susah memikirkan sebuah ide, lebih suka ctrl+c dilanjutkan ctrl+v

    Reply
  8. @fitra: ehhhhmmmm saya juga pernah mendapatkan pengalaman yang sama ketika menawarkan tempat duduk kepada para nona dan udah terlanjur berdiri tapi dia menolak dan akhirnya terpaksa saya duduk lagi.

    Reply
  9. maaf, tapi mnrt saya artikel ini terlalu “polos”.
    kenyataannya semua hal2 mengenai budi pekerti seperti yg dipaparkan di atas bukanlah hal yg tidak diketahui oleh para mahasiswa (yg menyontek).

    mnrt saya permasalahan seperti ini lebih berdasar kepada apa yg menjadi tujuan masing2 individu mahasiswa itu sendiri. yg lebih bnyk saya temui adalah “yg penting nilai” dan “yg penting lulus”. maka kemudian mau itu “tdk profesional” atau “tdk beretika”, itu tidak masalah.

    lebih menarik ketika melihat realitas itu sendiri bahwa pola pikir dan prinsip2 seperti itu bisa tumbuh subur, tak terbantahkan, bahkan di kampus “sekelas UI”. dengan melakukan hal2 tsb, mereka tetap bisa lulus 4 tahun, dgn IPK memuaskan. pada akhirnya mendapat kerja, sama halnya dengan yg mengerjakan tugas dan ujian secara “profesional” dan “beretika”. lalu apa gunanya beretika jika seperti itu??

    untuk poin kedua, spertinya sudah bnyk yg mengemukakan pendapat sebaliknya. memang sebaiknya jgn terus menerus men-judge bahwa wanita lebih lemah. tentunya pemikiran tersebut jelas2 merendahkan kaum wanita. masalah tempat duduk di bikun, alangkah lebih praktis jika memang ada perempuan (atau laki-laki) yg berdiri dan merasa tidak nyaman, kemudian meminta secara lgsg kepada penumpang bikun lain yg sedang duduk. kalo dikasi bagus, ngga yawdalah. no hard feeling kan..

    Reply
    • Untuk pendapat kedua … thanks atas koreksinya … 😀

      Tapi untuk pendapat yang pertama, boleh sih gak setuju karena kenyataannya memang seperti yang Bung/Mas utarakan. Tapi, itu kan pencapaian yang hanya didapatkan saat di dunia saja, sedangkan bukankah di dunia ini kita mempersiapkan untuk kehidupan yang selanjutnya.

      Memperoleh kesuksesan tanpa jalan yang benar pasti akan ada karmanya, entah itu apa saya tidak bisa menentukan karena saya bukan Tuhan.

      Kalau kita sudah menganggap ketidaketikaan sebagai sesuatu yang biasa, menurut saya itulah kenapa Indonesia dengan kekayaan alamnya tidak pernah bisa maju.

      Trims 😀

      Reply
  10. artikelnya…gw dah 4 tahun d UI tetep budaya nyontek tetap ada karena ada kesempatan.
    Gw pernah ngambil kul lintas fakultas di FE dan gw akui di FE aturan ketat, jadi pas UTS sm UAS gak bakal ada yang nyontek. Trus gw lihatin mahasiswa FE pada belajar..salut dah buat mereka.

    Nah gak semua fakultas benar2 memberlakukan aturan tentang hukuman mencontek, jd kejahatan/kecurangan muncul akibat dari kesempetan jadi waspadalah …lho

    trus soal cewek berdiri di bikun ya tergantung lo semualah. Gk dosa juga kita mbiarin cewek berdiri di bikun. kl cm berdiri di bikun UI mah gak maslah coz jalurnya aja cm deket(berapa menit sih berdiri). Tapi kl lo lihat ibu2 hamil berdiri lo diam aja tu baru keterlaluan.

    Reply
    • thanks atas koreksinya … wah salut juga buat FE UI … sehingga pantas jika mereka sampai saat ini memegang PREDIKAT FAKULTAS EKONOMI TERBAIK di INDONESIA … sukses … saya doakan aturan itu akan semakin membaik!!

      Reply
  11. bah masi jaman cw dikasi duduk? gw sih punya prinsip ngasi tempat duduk buat yg tua, hamil, bawaan banyak.. kl ngga ya ga bakal gw kasi.. kita kan uda gede, tau lah konsekuensi kalo kita naek bikun tu ada kemungkinan ga dapet tempat duduk.. emansipasi jangan stengah2 lah.. kalo lo cewe masi dikasi duduk ama cowo padahal lo ga butuh2 amat, brarti itu cowo nganggep lo (dan cw2 laen pada umumnya) itu LEMAH… emang mau disangka lemah? katanya mau disamain..

    Reply
    • wahaha,, sip bro..
      yg lebih di prioritaskan
      1. Ibu Hamil
      2.Orang Tua (tmsk kakek,nenek,dosen)
      3.Orang Sakit

      Ane juga pernah ngobrol dengan salah satu bapak-bapak di sebuah bus dan pembicaraan kami hampir sama dengan tema ini. Kesimpulannya bapak2 yang saya ajak bicara tidak akan memberikan tempat duduk kepada wanita yg benar2 hamil,sakit, dan karena faktor usia.
      Tentu saja ada alasannya, karena jika diperhatikan kaum hawa lebih “kuat” berdiri dan berjalan2 di MALL ketimbang berdiri di Bus yg jaraknya bisa dibilang lebih singkat, klo berdiri berjam2 di MALL saja kuat masa berdiri di BUS beberapa menit tidak kuat 😛 ..
      itu salah satu paradigma seorang bapak terhadap situasi ini, dan itu semua kembali kepada diri kita masing2.

      Reply
  12. mmmmm….
    mungkin karena pendidikan sekarang sudah berorientasi kepada nilai ya. jadi banyak yg mahasiswa lebih mementingkan nilai daripada esensi dan tujuan sebenernya dari mata kuliah tersebut.
    Karena mata kuliah hanya dianggap berupa teori saja dan mungkin kurang di implementasikan. sehingga banyak menimbulkan praktik praktik seperti ini,

    Reply
    • setuju dengan pendapat ini. pendidikan sekarang lebih berorientasi pada nilai. mahasiswa sekarang kebanyakan mengincar nilai bagus dengan segala cara. walaupun toh di dunia kerja (katanya) nilai akademis tidak begitu diperhatikan, tetap saja dalam ujian plagiarisme total itu muncul.
      salah satu faktornya adalah bawaan sejak SD-SMP-SMA dulu.di mana nilai adalah tujuan akhir. siapa yang dapat nilai bagus, dia dapat sekolah bagus. siapa yang dapat nilai tinggi, dia masuk UI.
      faktor gengsi juga bisa mempengaruhi hal ini, banyak temen2 mahasiswa yang tidak ingin lulus mata kuliah dengan nilai C+ dengan jujur. mereka lebih memilih dapat A- dengan nyontek, toh semua juga nyontek, yang dicontek juga g rugi kan?
      mata kuliah MPKT juga tidak membawa pengaruh yang signifikan terhadap kepribadian mahasiswa. kuliah MPKT hanya diisi dengan diskusi CL/PBL (yang pada kenyataannya membicarakan hal-hal di luar topik), di beberapa kelas juga dilengkapi dengan fasilitas “titip absen” (jujur saya sendiri pernah memanfaatkan fasilitas ini).
      mending gini aja, kepada para mahasiswa calon pemimpin bangsa yang masih peduli pendidikan di negara ini, mari kita sama sama mencarikan solusi dari permasalahan ini.

      Reply
  13. Masalahnya mereka ga terlallu butuh tempat duduk…
    Lu mau,,lulagi duduk,,trus di depan lu ada beberapa cewek lagi ngobrol,,lu kasih tempat duduk,,tapi mereka ga mau (karena ngobrol sambil berdiri lebih enak dari pada satu duduk satu berdiri atau dia nya turunnya dekat a.k.a cuma lewat 1 halte doank). Kalo lu duduk lagi dengsi donk,,akhirnya lu biarin aja tuh tempat duduk kosong, sementara bikun jadi tambah pebuh gara2 lu ikutan berdiri juga…

    Reply

Leave a Comment