Gimana sih, Rasanya jadi Mahasiswa Rantau di Universitas Indonesia?

Universitas Indonesia

Universitas kami

Ibukota negara

Pusat ilmu budaya bangsa~~

Buat yang belum tahu, yang barusan itu adalah lirik dari mars kebangsaan para mahasiswa kampus kuning, yaitu Genderang Universitas Indonesia! Setiap mendengar lagunya, pasti bikin kita semangat untuk menimba ilmu dan mengharumkan bangsa. Tapi, lagu ini juga menjelaskan kalau Universitas Indonesia terletak dekat dengan ibukota Indonesia, yaitu Kota Jakarta.

Kadang, fakta kalau UI terletak sangat dekat dengan Jakarta bikin banyak calon mahasiswa, terutama yang berasal dari luar Jabodetabek, ragu untuk memilih berkuliah di UI. Di luar sana, banyak banget stereotype yang membuat Ibukota terlihat “menakutkan”. Tapi, faktanya banyak juga loh mahasiswa UI yang berasal dari luar Jabodetabek! Buat kamu mahasiswa “daerah” yang masih takut kuliah di UI, yuk simak cerita salah satu mahasiswa FISIP UI 2018, Nako!

Prasangka Terhadap Mahasiswa Ibukota

“Aku sebelum ke Jakarta bahkan udah mikir: aduh gimana nih, pasti gak bisa adaptasi, dan pasti orang-orangnya gak bakal menerima kita dan maunya berteman sama orang yang selevel aja…”

Nako, mahasiswa FISIP UI 2018, merupakan mahasiswa yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur yang diterima di Universitas Indonesia melalui jalur SNMPTN. Tinggal dan tumbuh di Banyuwangi yang jauh dari Ibukota membuat Nako memiliki banyak prasangka atau stereotype mengenai orang Jakarta yang biasa ia dengar dari orang sekelilingnya. Sebelum menginjakkan kaki di Jakarta, Nako menganggap bahwa pasti ia akan mendapatkan penolakan dan mengalami kesulitan karena orang Jakarta yang super gaul dan gak mau berteman dengan orang “daerah” sepertinya.

Namun, ternyata hal tersebut gak benar! Nako bahkan akhirnya memiliki banyak teman yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Bahkan, teman-temannya inilah yang membantunya bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru.

Diskriminasi Yang Mungkin Terjadi

Jakarta. (Sumber: Dentons.com)

Sebagai orang daerah yang baru pertama kali berada di Ibukota, Nako pun mengalami culture shock atau gegar budaya. Meskipun berbicara bahasa yang sama yaitu bahasa Indonesia, namun Nako mengalami kesulitan karena banyak lawan bicaranya yang kerap salah fokus mendengar logat Jawa Timur yang ia miliki.

Selain itu, Nako juga mengalami diskiriminasi dari warga Jakarta. Salah satu yang ia alami adalah ketika berdiskusi kelompok di sesi OBM atau Orientasi Belajar Mahasiswa UI. Ketika berdiskusi, Nako merasa bahwa pendapatnya tidak didengarkan dengan baik, sementara pendapat orang lain yang berasal dari Jabodetabek dan tidak “medok” lebih didengarkan, padahal mereka memiliki pendapat yang sama. Hal ini membuat Nako perlahan menarik diri dari pergaulan dengan orang Jabodetabek.

“Setelah itu aku udah gak berani lagi menyampaikan pendapat karena semakin ngerasa ‘aduh aku gak dianggap disini, aku diasingkan disini’ gitu.”

BACA JUGA: Yuk Intip Kiat Sukses Jadi Mahasiswa Rantau

Paguyuban Sebagai Zona Nyaman

Paguyuban di UI. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Setiap wilayah memiliki paguyubannya tersendiri di Universitas Indonesia. Maka dari itu, meskipun kamu berada jauh dari rumah, kamu akan selalu menemukan “rumah” di kampus. Begitu juga dengan Nako yang menemukan rumahnya bersama teman-teman seperantauan di paguyuban Banyuwangi UI atau Imawangi.

Teman-teman paguyuban Nako merupakan wadah bagi Nako untuk meluapkan segala kerinduannya terhadap rumah: Nako bisa mengobrol bersama menggunakan bahasa Ibu dengan mereka, bisa “nyambung” saat membicarakan tentang rumah dan budaya daerah, serta memiliki teman untuk “pulang bareng”. Nako akhirnya merasa nyaman berada di paguyuban dan memutuskan untuk bergaul hanya dengan teman-teman paguyubannya.

Namun, Nako sadar bahwa selama ini ia hanya berada di zona nyamannya saja. Cepat atau lambat, Nako harus berinteraksi dengan orang dengan budaya yang berbeda darinya, baik dalam perkuliahan maupuns saat bekerja nanti. Akhirnya Nako memutuskan untuk keluar dari zona nyamannya dan membuka diri untuk pertemanan di luar paguyuban.

Prasangka dan Praduga yang Terpatahkan

Mahasiswa UI. (Sumber: Makassar Terkini)

“Setelah masuk ke dunia perkuliahan dan bergaul sama orang Jakarta, ternyata malah kebalikannya: mereka menerima kita. Ternyata masih banyak juga yang welcome dengan pendatang baru kayak kita-kita ini. Malahan, berhubungan dengan orang yang beda budaya jadi banyak manfaatnya.”

Keputusan Nako untuk membuka diri dengan teman-teman jurusan dan fakultas yang berasal dari daerah yang berbeda telah membuat suatu perubahan dalam cara Nako memandang teman-temannya. Ternyata, orang Jabodetabek gak seperti yang selama ini ia bayangkan. Malahan, mereka ramah dan mau membantu Nako ketika mengalami kesulitan.

Hubungan antarbudaya yang Nako alami juga gak hanya memberikannya teman baru, namun Nako juga dapat mempelajari banyak budaya baru. Nako juga dapat mempelajar bagaimana beradaptasi dengan lingkungan baru yang memiliki adat, norma, dan kebudayaan yang berbeda dengan baik. Hal ini pasti dapat berguna untuk hubungan-hubungan baru lainnya di masa yang akan datang.

***

Hubungan antarbudaya itu memang gak selalu berjalan mulus. Tapi, hubungan antarbudaya dapat memberikan keuntungan-keuntungan seperti mematahkan prasangka dan praduga yang ada, hingga mempelajari budaya yang baru dan berbeda dari kita.

Untuk kalian anak daerah yang masih takut untuk mendaftarkan diri di UI saat SBMPTN nanti, jangan takut untuk keluar dari zona nyamanmu ya karena itu yang akan membantumu survive di dunia perkuliahan dan pekerjaan nantinya. Sampai berjumpa di UI!

BACA JUGA: Inilah Daftar Paguyuban Mahasiswa Daerah yang Ada UI

Daftar Isi

Leave a Comment