Hantu-Hantu Gunung Yang Akan Kamu Temui Saat Jadi Anak Pecinta Alam. Malam jum’at telah tiba. Saatnya artikel horor dari anakUI.com hadir menggentayangi timeline kamu-kamu semua.
Untuk kamu yang sedang sendirian, penulis harapkan untuk memeriksa kanan-kiri kalian. Sebelum semuanya terlambat.
Baiklah, darimana ya kita mulai? Oke mungkin kita bisa memperkenalkan dulu narasumber kita yang sudah sangat baik mau membagi pengalamannya sebagai salah satu anggota dari MAPALA (mahasiswa pecinta alam UI).
Perkenalkan. Dia adalah D, 25 tahun. Hari-hari masa mudanya di isi dengan kegiatan yang berbau lingkungan hidup dan konservasi alam. Yep, sejak SMP sampai sekarang Ia sudah lulus kuliah dan bekerja, D menekuni kegiatan outdoor dan menjadikan kegiatannya ini sebagai rutinitas penghilang penat di waktu luangnya.
Kalau ditanya sudah berapa banyak gunung yang ditaklukannya, Ia hanya terkekeh dan enggan untuk menjawab. Mungkin takut yang mendengar tidak percaya dan menyangkanya membual semata. Mungkin.
D membagikan banyak kisah tentang pengalamannya sebagai seorang pecinta alam, baik saat Ia duduk di bangku SMP sampai menjadi anggota MAPALA UI, namun tak ada yang lebih menarik dari kisah hantu yang selalu diselipkan di tengah kisah-kisah lainnya. Menurutku pribadi, kisah-kisah hantu itu bukan isapan jempol belaka, namun terserah pada kalian yang ikut membaca kisah-kisah ini. Penilaian ada pada kalian, apakah kisah-kisah yang aku turut bagi kepada kalian ini benar adanya atau hanya khayalan. Mari kita mulai
Dalam mendaki gunung, banyak sekali persiapan yang harus kita lalui sebelum memulai. Mulai dari persiapan materi, yang berupa peralatan dan kebutuhan apa saja yang kita perlukan selama pendakian. Persiapan fisik, seperti melatih ritme pernapasan dan juga kekuatan lengan dan kaki. Sampai yang terakhir, yaitu persiapan mental. Sejujurnya, semasa SMP aku sudah paham dua diantaranya, tapi justru lengah pada yang paling penting, yaitu persiapan mental.
BACA JUGA:Â Selama Masih Kuliah Cobain Deh Naik Gunung Walau Hanya Sekali
Pendakian pertamaku dilakukan di salah satu gunung di daerah Jawa Barat. Aku pergi bersama kedua abangku dan ketiga orang temannya. Menurut mitos, setiap kali kita mendaki gunung, kita harus datang dalam jumlah genap. Entahlah, kabarnya, biar tidak ada sosok gaib yang melengkapi perjalanan kita. Mau tidak mau aku percaya. Meskipun ya terdengar aneh.
Si Cantik Yang Tingginya 2 Meter Lebih
Baiklah, Aku yang sewaktu itu duduk di bangku SMP kaget karena untuk pertama kalinya, aku menghadapi jalur yang cukup berliku dan terjal. Beberapa kali abangku yang paling tua, yang sudah berkali-kali melewati jaluran ini terbingung-bingung saat harus mengambil jalur yang berbelok.
Sampai tiba di suatu pos pemberhentian yang cukup terkenal, kami semua duduk untuk meluruskan kaki sambil menikmati kudapan yang kami bawa dari rumah. Suasana saat itu tidak ramai, karena memang bukan musim pendaki. Saat itu, salah satu teman dari abangku izin ke toilet dan aku pun juga merasa perlu buang air.
Akhirnya setelah Ia selesai, aku pun pergi ke toilet yang Ia tunjukan. Bukan toilet permanen. Dindingnya hanya menutupiku dari leher ke bawah, sehingga saat aku buang air kecil pun mataku bisa memandang ke arah barisan pohon yang berbaris di belakang toilet ini. Tapi apa daya, aku benar-benar butuh toilet ini. Perasaan ada yang mengawasi pun tidak kuhiraukan lagi.
Saat hendak keluar dari bilik toilet, mataku tertuju ke arah barisan pohon itu. Di antara pepohonan tersebut, aku melihat sesosok wanita yang umumnya masyarakat sering sebut dengan sebutan ‘kuntilanak’!
Sosok kuntilanak itu berbaju merah dan tembus pandang, itu lah sebabnya aku tidak menyadarinya meskipun aku sempat merasa ada yang mengawasiku dari jauh. Tubuhnya menjulang dan hampir setinggi pepohonan yang ada, dan cukup besar dibandingkan dengan apa yang sering digambarkan dalam film-film horor.
Sosok itu melayang ke arahku, namun aku memutuskan untuk tidak berlari. Aku tahu, dalam situasi seperti ini sudah sepatutnya aku tenang.
Sesampainya di pos, aku hendak memberitahukan hal ini ke teman abangku yang pergi ke toilet sebelumku. Namun baru saja aku mau memulai pembicaraan, Ia menggelengkan kepalanya melarangku untuk melanjutkan. Katanya, Ia juga melihat sosok itu dan Ia memilih untuk tidak bercerita karena tidak baik untuk menceritakan selama kita masih di gunung. Aku mengerti dan mengangguk saja. Kami pun melanjutkan perjalanan, dan aku berusaha melupakan apa yang aku lihat.
Desis Ular dan Auman Harimau
Pengalaman kedua ini terjadi ketika aku memutuskan untuk mendaki kedua kalinya di tempat yang sama. Saat itu aku sudah duduk di bangku SMA dan lebih percaya diri. Insidenku bertemu dengan wanita itu sudah mulai terhapus dari benakku, dan aku justru rindu dengan keindahan dari gunung pertama yang ku-daki itu. Aku memutuskan untuk berangkat lagi dengan organisasi pecinta alam dari sekolahku. Semua persiapan sudah rampung, dan aku senang karena rombongan yang ikut cukup ramai, termasuk para alumni yang siap menjaga kami.
Di tengah pendakian, aku hanya tersenyum ketika kami sampai di pos tempat aku bertemu dengan sosok perempuan menakutkan itu. Sudah beberapa tahun berlalu, tidak ada yang berubah. Bahkan toilet sialan itu bentuknya masih sama. Di pos ini kami beristirahat sambil mendirikan tenda, berniat untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya karena salah satu anggota kami ada yang terkilir kakinya.
Malam pun tiba, aku yang satu tenda dengan dua orang lainnya tidur berdempetan untuk melawan udara dingin. Beberapa menit berlalu dan dua orang temanku tersebut sudah jatuh terlelap. Aku sendiri masih sulit karena udara begitu dingin. Aku lapar. Namun tentunya aku enggan untuk keluar dan memasak mi instan karena takut sosok itu akan menghampiriku. Jadi ku putuskan untuk menahannya sampai keesokan harinya.
Kebutulan saat itu aku tidur di pinggir sebelah kiri. Karena tempat yang sempit, aku memalingkan wajahku ke dinding tenda, agar tidak harus berhadapan dengan wajah temanku yang tidur di tengah.
Tiba-tiba saja, terdengar desisan ular yang membuatku terlompat dari posisi tidur. Aku membangunkan kedua orang temanku, takut kalau ada seekor ular yang melata di dekat tenda kami. Kedua orang temanku yang mengantuk hanya menurut saja apa yang ku perintahkan. Kami bertiga keluar tenda untuk memeriksa.
Ketika kami keluar tenda, tidak ada apa-apa. Padahal jelas suara itu berdesis di telingaku. Aku jadi malu sendiri. Namun beberapa detik setelah kita memastikan ketidakberadaan hewan itu, kami bertiga mendengar auman harimau yang memekakan telinga. Terbirit-birit kami memasuki tenda dan mengubur diri kami dengan selimut, sambil berharap pagi datang secepatnya.
Tentara Gaib
Dari semua sosok yang pernah ku temui dalam pendakianku, sosok mereka lah yang paling menyeramkan. Mereka? Yap, karena sosok ini jumlahnya lebih dari satu, dan mereka berbaris layaknya seorang tentara. Tapi ketika kalian pandangi lebih lama, kulit mereka pucat seolah-olah mereka tidak memiliki pembuluh darah yang mengalir. Mata mereka hanya rongga saja, dan baju mereka robek-robek seolah mereka baru pulang dari pertempuran.
Aku bertemu dengan sosok ini di pendakianku di salah satu gunung di Jawa Tengah. Kebetulan saat itu aku bersama dengan MAPALA UI. Sialnya, hanya aku yang ditampakkan dengan sosok ini sementara teman-temanku yang lain tidak.
Saat itu kami sedang berada di tanjakan yang cukup terjal dan aku mulai kehabisan tenaga. Bagian kanan kiriku jurang jadi aku berusaha untuk mempertahankan kecepatanku agar tidak tertinggal. Tepat di saat yang sama kelompokku mendaki, sosok tentara ini turun dan berpapasan dengan kami. Ketika ku tanyakan pada teman-teman sependakianku yang lain, mereka hanya terkekeh dan mengucapkan selamat padaku. Katanya aku terpilih menjadi yang ditampakan oleh sosok yang melegenda ini.
Tengah Lapangan
Oke, ini menjadi cerita penutup karena tidak mungkin semuanya ku sampaikan dalam satu waktu. Pengalaman ini ku alami bersama salah seorang sahabatku di kampus saat kami mengikuti ekspedisi di salah satu gunung di daerah Jawa Timur. Kejadiannya sesederhana kami yang kebingungan karena tertinggal oleh rombongan kami sehingga terpaksa harus menghentikan perjalanan kami. Di ujung jalan, kami melihat tanah lapang yang ramai dengan tenda pendaki lainnya. Kami pun memutuskan untuk menunggu salah satu rombongan yang ada di lapangan ini bergerak melanjutkan perjalanan. Kami berniat untuk bareng karena ingin menyusul rombongan kami. Sambil menunggu, aku dan temanku R, menggelar tikar dan meluruskan kaki.
Beberapa jam berlalu, namun tidak ada tanda-tanda keberangkatan dari salah satu rombongan yang ada di sini. Aku dan temanku putus asa dan memutuskan untuk berjalan saja berdua. Entah apa yang terjadi di atas, pikirku. Baru saat aku mau mulai berjalan, ku lihat rombongan lain ramai-ramai memanggil kami untuk cepat bergabung dengan mereka. Aku dan temanku pun terburu-buru untuk menyusul. Sambil enggan menengok ke belakang.
Sesampainya di atas, baru lah aku tahu alasan kenapa rombongan itu berteriak-teriak memanggil kami untuk cepat keluar dari lapangan. Rupanya, sosok yang kami lihat sebagai rombongan pendaki sebenarnya hanya ilusi kami. Salah satu anggota dari rombongan yang membantu kami itu bercerita bahwa lapangan tersebut dipenuhi koloni ‘pocong’ yang jumlahnya ribuan. Itulah alasan mengapa rombongan mereka berhenti sejenak dan berteriak-teriak untuk memanggil kami.
Sejujurnya, aku masih tidak percaya dengan apa yang aku alami saat itu. Tapi melihat temanku yang ikut bersamaku menunggu di lapangan itu langsung demam sesampainya di puncak, aku jadi galau. Mungkinkah?
Sekian sepenggal kisah yang penulis bisa muat dalam artikel malam jumat kali ini. Jika pembaca berminat untuk mengetahui kisah-kisah horor lainnya, kalian bisa tulis komentar di bawah mengenai topik apa yang bisa penulis muat di postingan berikutnya. Terimakasih dan sampai jumpa!
BACA JUGA:Â Mahasiswi Misterius Penumpang Taksi di Gerbatama UI, Begini Kisahnya
Gambar header via bocahpetualang
Daftar Isi