Harga-harga Melambung Membuat Kosong Lambung

Diawali dengan naiknya harga per liter minyak tanah yang diakibatkan oleh berkurangnya pasokan dari pemerintah sebagai konsekuensi program konversi minyak tanah ke gas, lalu diikuti oleh naiknya harga kedelai yang menjadi bahan baku bagi industri tempe menyebabkan harga tempe di pasar-pasar tradisional ikut naik pula, ternyata tidak ketinggalan pula harga terigu di pasar-pasar ikut naik.

Ironis memang dimana kita yang hidup di atas tanah Indionesia yang konon memiliki “tidak sedikit” kekayaan alam baik yang berbentuk energi fosil seperti minyak bumi maupun kesuburan tanah yang memungkinkan rakyat Indonesia dapat menanam sebagian besar spesies tumbuhan pangan yang ada di bumi ini, namun tetap saja susah mendapatkan penghidupan yang layak.

Semua ini membuat kita kembali teringat ke masa pemerintahan Soekarno dulu tepatnya berkenaan dengan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yang salah satunya berisi turunkan harga-harga, kondisi Indonesia saat itu hampir sama dengan kondisi Indonesia akhir-akhir ini yaitu naiknya harga bahan pangan dan bahan bakar yang dipakai oleh masyarakat luas di Indonesia namun sedikit berbeda karena kala itu banyak mahasiswa masih sangat peduli akan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat.

Bukan salah mahasiswa zaman sekarang bila saat ini nilai-nilai nasionalisme dan kepedulian terhadap sesama telah jauh berkurang karena memang pengaruh asing telah masuk bahkan merasuk ke dalam jiwa-jiwa mereka, bahwasanya nilai-nilai liberalism dan kapitalisme sudah hadir di dalam kurikulum-kurikulum yang menjadi hidangan sehari-hari mahasiswa di Indonesia sejak bangku sekolah dasar mereka yang tanpa disadari oleh mahasiswa itu sendiri telah mengubah pola pikir mereka menjadi manusia-manusia yang liberal dan hanya peduli dengan kepentingan pribadinya masing-masing.

Kita kembali ke dalam permasalahan naiknya harga-harga barang yang menjadi penopang hidup kebanyakan masyarakat di Indonesia. Tidak dapat penulis pahami sedikitpun asas apa yang digunakan oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan-kebijakan terkait ketahanan pangan di Indonesia, mengapa negara sebesar dan sesubur Indonesia masih saja mengimpor beras dan kedelai dari negara lain? Sebagai seorang rakyat jelata yang diakomodasi oleh konstitusi, masing-masing diri kita pun berhak menanyakan hal-hal apa yang sudah pemerintah lakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia selain mengimpor dan sejauh mana efektifitasnya bagi ketahanan pangan di Indonesia tercinta ini?

Mungkin pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah tidak lagi menjadi prioritas di dalam benak saudara-saudara kita yang memang lambungnya kosong akibat mahalnya harga pangan akhir-akhir ini, namun pertanyaan-pertanyaan seperti itu sudah seharusnya terlontar dari mulut-mulut intelektual muda yang nasibnya sampai sekarang masih lebih baik dari rakyat Indonesia kebanyakan. Ketahuilah bahwasanya Tuhan tidak dengan percuma memberikan kenikmatan-kenikmatan dan kemudahan-kemudahan ini kepada kita, Dia akan mempertanyakan apa yang telah kita lakukan dengan kenikmatan dan kemudahan yang hanya dirasakan oleh sebagian kecil umat-Nya di negeri ini, sebelum itu bertanyalah lebih dulu kepada diri kita masing-masing.

14 thoughts on “Harga-harga Melambung Membuat Kosong Lambung”

  1. yah, menurut gw beginilah jadinya bila pemerintah, terutama begawan2 ekonominya tidak memihak pada rakya kecil..

    apakah hal ini didukung oleh kurikulum pelajaran ekonomi yang kian kapitalistik??

    Reply
  2. kepada ferdias sang intelek…

    udah ga jamanlah bikin2 pertanyaan ky gitu. basi. bagaikan intelek kesiangan aja. ga dinamis n produktif.

    bikin solusi sana…

    Reply
  3. yah memang kita semua adalah intelektual muda, begitulah kenyataannya…
    masalah kesiangan atau tidak, saya pikir masih lebih baik orang-orang yang mencoba untuk melakukan sesuatu apa yang paling mungkin untuk dilakukan, sampai saat ini kebetulan hanya membuat pertanyaan2 seperti ini yang dapat saya lakukan, dan semua pertanyaan ini harus dihadapi senang atau tidak…

    Reply
  4. Bwt sdr. panji bukankah lebih baik jika solusi qt pikirkan bersama krn semua itu tanggung jwb qt bersama bkn tanggung jwb yg nulis doank!!!nyebut org intektual siang atw sore g ada salahnya kan ngasih cntoh solusi???

    Reply
  5. saya kira dalam diskusi tidak harus sebuah solusi dilahirkan dari si pengangkat masalah, buat apa saya bertanya bila saya sudah tahu solusinya?kenapa tidak langsung dilakukan saja tanpa bertanya?
    tujuan saya menulis disini adalah untuk mendapatkan sebuah solusi yang datang dari pemikiran kritis, dan bukan pemikiran singkat yang malah membuat kita terjebak saling menyayangkan satu sama lain, semoga menjadi introspeksi kita semua…terutama untuk saya sendiri,..

    Reply
  6. Mengangkat masalah rakyat agar orang lain “tergerak” dan “peduli” itu memang baik, tp alangkah baiknya jika kita juga memikirkan solusinya.. kemudian kita bisa bertukar pikiran dengan orang lain dalam mencari solusi terbaik yang BISA kita lakukan BERSAMA.. =)

    Reply
  7. solusi….hmmm…..kalo boleh jujur saya belum yakin ini solusi bukan yah…
    1. perkuat ketahanan pangan dalam negeri dengan memberi stimulus kembali kepada para petani dalam negeri dengan pupuk dan bibit murah(bersubsidi sebagai ganti subsidi BBM), mengadakan pelatihan bagaimana supaya lebih efektif dalam bertani, dll.
    2. mahasiswa juga perlu untuk mendesak pemerintah supaya tidak terlalu menurut kepada importir-importir besar, terutama importir sembako.
    3. sudah waktunya pemerintah untuk menggunakan manusia-manusia pintar INdonesia di bidang pertanian yang ada di universitas2 dan institut2 pertanian, dan yang pasti berikan penghargaan yang setimpal kepada mereka.
    sampai saat ini baru itu yang terpikir oleh saya, ada tambahan??

    Reply
  8. masalah utama dari melambungnya harga adalah buruknya infrastruktur yang ada di Indonesia. Infrastruktur yang buruk di Indonesia mengakibatkan tersendatnya pasokan dari Petani ke Konsumen. Disini terjadi 2 masalah:
    1. biaya langsung transportasi yang membengkak akibat kendaraan tidak melaju secara optimal (belum lagi ada pungli dijalan)
    2. biaya tidak langsung, seperti rusaknya bahan makanan yang diangkut akibat lamanya perjalanan untuk menuju konsumen.

    infrastruktur Indonesia memang seburuk itu hingga biaya logistik buah-buahan dari China lebih murah daripada biaya logistik dari pedalaman Indonesia. Selain itu, infrastruktur memiliki masa kegunaan yang panjang (tidak seperti subsidi), sehingga, biaya infrastruktur yang dikeluarkan sekarang dapat bermanfaat hingga beberapa periode kedepan. Sehingga, menurut saya, solusi utama dari masalah ini adalah pembangunan Infrastruktur.

    Reply

Leave a Comment