Kober memanas.
Pohon-pohon ditebang.
Halte digusur.
Jalan makin lebar, tapi nggak ada jembatan penyeberangan.
Pengguna kawasan Kober, bagaimana ini?
Pada tahun 2009, saya membuat sebuah catatan tentang teman saya yang mengalami kecelakaan di Kober. Dia mengalami kecelakaan saat menyeberang, tepat di depan es pocong. (bisa lihat di http://www.facebook.com/note.php?note_id=102343485259)
Kober. Kawasan strategis perekonomian. Kawasan strategis lalulintas zaman. Kawasan strategis, yang katanya, banyak intelektual. Sayang, masih ada yang kurang: kesadaran. Kesadaran untuk melihat, lalu merasakan.
Kawasan Kober juga sebagai salah satu titik keramaian di Kota Depok. Bagaimana tidak, Gang Sawo yang tepat berada di seberangnya merupakan pintu masuk utama bagi mahasiswa UI, selain Gerbatama, Pocin, Kutek, Kukel, dan Barel. Banyaknya kendaraan yang menuju Depok ataupun Jakarta ditambah lagi lalu-lalang penyeberang menjadikan kawasan ini menjadi titik sibuk pada pagi dan sore hari. Apalagi sekarang ada pelebaran jalan. Ada tiga ruas jalan arah Depok ditambah tiga ruas jalan arah Jakarta. Frekuensi lalulintas begitu ricuh. Orang-orang berlalulalang, merusuh. Sayang, tak ada keamanan. Tak ada jembatan penyeberangan.
Tak pelak, sering terjadinya kecelakaan mewarnai hiruk-pikuk aktivitas warga sekitarnya. Namun, kecelakaan bukan hanya disebabkan satu pihak. Pertama, penyeberang. Selayaknya mahasiswa tidak grasak-grusuk dalam menyeberang. Tengok kanan/kiri, lambaikan tangan, lalu jalan dengan menengokkan muka ke arah asal kendaraan melaju merupakan cara efektif untuk menyeberang. Jangan sekali-kali mencoba berlari sebab pengendara akan sulit memperkirakan kecepatan kita.
Kedua, pengendara. Pengendara diharapkan memperlambat kecepatan saat melalui kawasan ini. Hal ini dapat didukung dengan adanya rambu-rambu lalu lintas berukuran besar yang berjarak sekitar 100 meter sebelumnya.
Ketiga, stake holder. Meskipun adanya Polantas yang tidak konsisten kemunculannya di kawasan ini, tak begitu banyak berpengaruh terhadap kenyamanan batin penyeberang. Menanggapi hal ini, saya memohon perhatian serius dari pihak Pemkot Depok didukung oleh UI untuk membangun jembatan penyeberangan di kawasan ini. Toh, yang butuh fasilitas seperti ini bukan hanya shopping mania. Sampai saat ini, saya masih mempertanyakan efektivitas zebracross yang dirasa kurang strategis penempatannya.
Bagaimanapun juga, segalanya dapat berjalan dengan baik saat semua pihak mengetahui tempat berperannya masing-masing.
gue suka banget kalimat ini 😀
setuju ma aritikel ini…keliatannya penguasa daerah kita ini kurang memperhatikan kita mahasiswa yang menjadi penyumbang PAD terbesar di kota ini…
sebenarnya tidak perlu jembatan penyebrangan namun zebra cross aja yang di perjelas..kalo perlu di kasih lampu led yang di tanam seperti yang ada di kawasan malioboro jogjakarta..atau di batas kota pas di ucapan selamat datang itu di kasih tulisan dari led yang isinya mohon perlambat kendaraan anda 100 meter lagi daerah penyebrangan
artikel yang sangat baguss 🙂
saya setuju dengan pembangunan jembatan penyebrangan, karena itu akan melancarkan aktivitas pengendara bermotor dan juga para pejalan kaki yang hendak menyebrang ,
alangkah baiknya jika artikel ini dikirim ke pihak pemkot Depok dan/atau dimuat disalah satu media cetak Depok !!
Bonni, betul banget. Sebenernya gak pake jembatan juga gak apa2, tapi pake lampu penyeberangan jalan yang ntar ditancepin di tengah2 Margonda kan ya?
Jo, udah telanjur dimuat di anakui.com, gak enak kalo dikirim juga ke sono. Tapi, betul memang, diganti aja ya dikit2: emm judulnya, kalimat2 di paragrafnya.
Thanks 🙂
iya ga usah pake buat jembatan..coba liat aja jembatan penyebrangan yang udah ada..kek yang ada di depan univ pancasila…apa di pake..ga praktis..Zebra Cross udah bener cuma kalo perlu warnanya yang eye catching dan letaknya di pindah persis di depan jalan masuk sawo dan kober (sebrang es pocong) bukan di sebelah kanannya seperti.. tulis aja di media depok,gpp menurut gw
Setuju. Menyebrang di Kober sangat membahayakan. Memang kesadaran tidak hanya pemerintah tapi juga pengguna jalan sangat kurang. Sepertinya tidak hanya jembatan penyebrangan yang harus dibangun, tetapi juga trotoar. Apagunanya jalan lebar, jika pejalan kaki tidak diberi tempat untuk berjalan. Sama-sama gak aman kan…
🙁 Suasana Kober sekarang jadi berasa kaya bocoran neraka..panaaasss, rusuuhh..membahayakan pula..katanya walikota punya program penghijauan, peduli lingkungan dan mau menanam pepohonan di sepanjang jalan margonda, tapi yang ada malah digundulin semua..Menurut saya, suasana jalan yang panas dahsyat itu otomatis akan mengurangi konsentrasi dan daya penglihatan para pejalan kaki dan penyebrang jalan (karena orang2 akan cenderung agak menyipitkan atau bahkan memejamkan mata ketika panas matahari mendera) sehingga mereka sering tidak waspada serta berpotensi menimbulkan kecelakaan.