“Dasar plastik”,
“Kampungan”,
“Ngapain sih Korea – Korean, gak nasionalis banget”,
“Kebanyakan mimpi dan ngarep lo”,
“Hidup lo kebanyakan drama gara – gara drakor”,
“Ngapain sih fangirling / fanboying, kayak mereka tahu lo aja”
dan masih banyak lagi cacian lainnya yang ku peroleh setiap kali aku asik dengan duniaku sebagai seorang Kpopers. Kalian pikir aku peduli? Ya.. kadang sih ada sedihnya. Apalagi kalau orang terdekat yang ngomong. Seolah – olah mereka gak paham kalau apa yang aku lakuin ini udah menyemangati dan membuatku setidaknya bisa mengatasi masalah yang aku hadapi sehari – hari.
Nah, biar gak berlarut – larut sedihnya, kali ini AnakUI.com akan memberikan kalian jawaban yang tepat yang bisa kalian gunakan untuk menangkis omongan – omongan gak enak itu. Sekaligus mengedukasi, kenapa sih fenomena fanship itu sebetulnya wajar – wajar aja dan baik untuk diri kita sendiri. Oke deh, kalau gitu kita mulai dari..
Korean wave atau Hallyu, adalah salah satu bentuk pengenalan budaya Korea pada level internasional (Ravina, 2002). Korean wave ini pada dasarnya mencangkup pengenalan terhadap semua hal yang terkait dengan Korea, tidak hanya terbatas pada budaya popnya saja. Namun berhubung budaya pop ini lebih mudah diterima oleh masyarakat, jadi ya di permulaan, tentunya budaya pop yang lebih dulu di kenal oleh masyarakat di luar Korea.
Balik lagi ke topik pembicaraan, kalian pernah gak sih penasaran, kenapa seseorang bisa tergabung ke dalam suatu Korean fandom ? Kenapa sih ada orang yang mau bela – belain idolnya di media sosial sampai rela ribut dan berantem dengan orang tak dikenal? Terus, apakah hal ini ‘sehat’?
Social Identity TheoryÂ
Di tahun 1979, seorang psikolog sosial bernama Henri Tajfel mengemukakan sebuah teori yang dinamakan teori identitas sosial. Dalam teori ini, dinyatakan bahwa identitas sosial adalah cara seseorang mendefinisikan siapa dirinya berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok.
Seorang yang bergabung dengan suatu fandom, yang dalam kasus ini adalah Korean fandom, telah menjadikan keanggotaan mereka dalam fandom tersebut sebagai suatu sumber kebangaan dan kepercayaan diri. Misalnya, ketika seseorang bergabung dalam fandom BTS, orang tersebut akan mengenalkan dirinya kepada Kpopers lainnya sebagai seorang Army (sebutan untuk fans BTS). Begitu juga ketika idola mereka dihina oleh pihak lain, mereka akan turut serta membela idola mereka habis – habisan. Hal ini disebabkan karena hinaan yang sebetulnya tidak ditujukan ke pada mereka, ikut terasa menyakitkan karena mereka sudah merasa bahwa idola mereka adalah kebanggan mereka. Apa yang terjadi pada idola mereka juga terjadi pada mereka.
Ingroup and Outgroup
Salah satu faktor utama dalam menjelaskan fenomena Korean Waves di antara pemuda – pemudi Indonesia adalah adanya perasaan in – group dan out – group. Berdasarkan survey, ditemukan bahwa sebagian besar Kpopers adalah orang Asia. Ya meski tidak dipungkiri bahwa orang non – Asia juga mulai ikut terbawa arus ini, tapi percaya lah, persentasenya tidak sebesar orang Asia. Kenapa begitu? Yap, adanya perasaan ingroup atau pandangan bahwa kita berada dalam kelompok yang sama (sama – sama orang Asia) dengan idol kita semakin memperkuat posisi kita dalam Korean Fandom. Belum lagi rasa bangga yang bisa muncul ketika melihat mereka bisa memenangkan sesuatu yang sifatnya internasional. Keberadaan sosok lainnya yang non – Asia sebagai idol lain kita lihat sebagai outgrup. Mereka bukan kita, dan kita bukanlah mereka.
Mental Health Booster!
Percaya gak percaya, tergabung dalam suatu fandom bisa meningkatkan kesehatan mentalmu. Menurut psikolog dari Universitas Columbia, Laurel Steinberg, bergabung dalam suatu fandom bisa menyadarkan kita pada tujuan hidup kita yang sering tidak kita sadari akibat tenggelam dalam rutinitas sehari – hari. Duh, dalem banget ya. Tapi mesti ingat juga, guys! Sesuatu yang berlebihan itu gak baik loh. Terutama ketika yang awalnya cuma ngefans, lama – lama berubah menjadi obsesi.
BACA JUGA:Â Belajar Bahasa Korea Lewat K-Pop