Laporan Acara Pekan Komunikasi 2012 (bagian 2)

SEMINAR BADVOCACY

Before People Start to Talk

(Selasa, 6/3) Kegiatan yang diadakan di hari ke dua dari sepekan kegiatan Pekan Komunikasi 2012 ini berlangsung sangat menarik. Seminar yang dapat disenggelarakan atas bantuan PERHUMAS ini diadakan untuk memberikan gambaran umum mengenai fungsi kerja industri Public Relations dalam menciptakan pencitraan.

Seminar yang berlangsung di Crystal of Knowledge, Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia ini, turut mengundang para praktisi yang telah berpengalaman sebagai pembicara. Agung Laksamana Head of Group Communication RGE Indonesia, Troy Pantouw Corporate Communication Director Danone Aqua, dan  Febriati Nadia Vice President Corporate Communication dari Mandiri Sekuritas.

Antusias para peserta terlihat dari sesi tanja-jawab yang berlangsung menarik, Acara yang di hadiri oleh berbagai kalangan baik mahasiswa dari beberapa universitas di Indonesia maupun praktisi Public Relations ini mampu menjelaskan secara gamblang dari awal penanganan sebuah citra organisasi/institusi hingga kepada siapa citra tersebut harus terbentuk, dan pentingnya hubungan dengan media sebagai kerangka dasar pencitraan.

Di harapkan dari adanya seminar ini, para peserta dapat mengerti bagaimana peran Public Relation secara nyata di dunia kerja, sehingga perannya dapat dijalankan dengan maksimal untuk perusahaan.

 

Seminar Enlightening Journalism : Bad News is Good News?

Hari kedua Pekan Komunikasi 2012 (6 Maret 2012) sesi terakhir diisi dengan seminar Jurnalisme yang diselenggarakan di Seminar Room lt 6 Perpustakaan Universitas Indonesia. Seminar ini mengusung tema “Enlightening Journalism”.  Tema ini berangkat dari keprihatinan praktik jurnalisme di Indonesia yang kerap kali mengangkat sisi negatif, sedangkan sisi positif kuramg diangkat. Seminar ini mengahdirkan 3 pakar jurnalistik dengan latar belakang berbeda-beda yaitu Budiarto Sambasi (Dosen Jurnalisme Politik), Rosiana Silalahi (Praktisi jurnalistik), dan Akhyari Hananto (Pendiri GNFI, Good News From Indonesia).

Pada kesempatan ini, Budiarto Sambasi menekankan peran pers sebagai pilar keempat demokrasi yang berfungsi sebagai alat kontrol. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan industri kadang membuat fungsi kontrol ini agak terganggu. Ketika ditanya tentang apakah beliau setuju dengan pernyataan “Bad news is good news”, Beliau mengatakan bahwa fenomena ini adalah pengaruh komersialisasi yang sebaiknya tidak dilestarikan. Beliau menegaskan bahwa pers seharusnya berperan sebagai “peace journalism”.

Senada dengan Sambasi, Rosiana Silalahi pun tidak setuju dengan pernyataan “Bad news is good news”. Untuk menghindari hal ini, pembaca berita yang telah memenangkan beberapa kali Panasonic Award ini mengusulkan adanya revisi UU penyiaran. Menurutnya pemilik media hendaknya tidak selalu berpacu pada rating, tetapi juga visi dan misi perusahaan per situ sendiri. Lulusan Sastra Jepang UI ini juga mengajak kita untuk tidak bosan menyampaikan kritik terhadap media.

Akhyari Hananto lebih-lebih tidak setuju dengan pernyataan “Bad news is good news”. Menurutnya Bad news adalah berita buruk yang membawa dampak buruk. Kemudian Ia menceritakan bagaimana terbentuknya Good News From Indonesia (GNFI) yang berawal dari pengalaman buruknya dengan Bad News. Pada tahun 2007-an, Ia menjadi travel agent untuk para turis asing dari Singapura ke Tasikmalaya. Mendekati hari H perjalanan, terjadi pertikaian di Tasikmalaya yang memakan korban. Seketika itu, para turis asing tersebut membatalkan perjalanan mereka ke Indonesia. Akhyari pun geram dengan pemberitaan-pemberitaan buruk semacam ini. Padahal menurutnya berita positif tentang Indonesia sangat banyak, tetapi kurang diekspos. Berita buruk yang diekspos terus menerus ini telah menimbulkan citra negatif Indonesia di mata dunia. Akhirnya, Ia berinisiatif mendirikan GNFI yang selalu memberitakan hal baik dari Indonesia.

Intinya, ketiga pembicara menekankan kepada hadirin untuk menjadi penikmat media yang cerdas. Kita harus bisa menyaring informasi yang ada dan tidak bosan-bosan memberi kritik kepada para insan media karena kita (masyarakat) adalah kontrol terakhir dari keempat pilar demokrasi yang ada.

Leave a Comment