Lebih Akurat Mana: Rapid Test Antibodi, Antigen, atau PCR?

Anak UI, sebelumnya kita telah mengetahui bahwa rapid test antibodi mampu mendeteksi awal virus Corona. Untuk selanjutnya, hasil pemeriksaan akan dikonfirmasi melalui pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Nah, sekarang pemerintah mewajibkan masyarakat untuk melakukan rapid test antigen bila bepergian ke sejumlah daerah maupun tempat wisata di Indonesia lho! Kebijakan ini ditetapkan guna menekan penyebaran COVID-19 selama libur Natal dan Tahun Baru 2021. Lantas, apa sih perbedaan dari ketiganya? Yuk, simak penjelasannya hingga akhir!

1. Rapid Test Antibodi

Metode pemeriksaan yang satu ini sempat dijadikan sebagai persyaratan penerbangan domestik dan upaya deteksi awal COVID-19 karena menawarkan hasil yang lebih cepat, yakni hanya 10-15 menit setelah dilakukan. Rapid test antibodi menggunakan sampel darah guna mendeteksi antibodi yang terbentuk akibat virus Corona.

2. Rapid Test Antigen

Nah, kalo pemeriksaan yang ini punya target untuk mendeteksi keberadaan virus secara utuh di tubuh seseorang. Karena mencari bagian terluar dari virus, maka antigen lebih efektif dilakukan di fase awal atau minggu pertama seseorang terkena COVID-19 sehingga ketika diperiksa kemungkinan hasil positifnya tinggi.

Adapun proses pengambilan sampel yang digunakan berasal dari swab nasal/nasaforing. Hasilnya pun cukup cepat lho, Anak UI! Hanya sekitar 30 menit setelah tes dilakukan.

3. Tes Swab atau PCR

Meskipun sama-sama diambil dari swab nasaforing dan swab tenggok/orofaring, tes swab atau PCR menawarkan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan rapid test antigen. Hal ini dikarenakan tes PCR memiliki target deteksi materi genetik (DNA dan RNA) dari virus SARS-COV-2.

Karena mendeteksi materi genetik, makanya  hasil tes PCR lebih lama dibanding pemeriksaan lainnya yakni sekitar 1-2 hari setelah sampel diterima di laboratorium. Karakteristik ini juga yang menjadikan sensitivitas atau akurasi dari tes PCR lebih tinggi ketimbang tes antigen.

Perlu Anak UI ketahui bahwa tes PCR tidak dapat mendeteksi apakah virus masih hidup atau sudah mati. PCR hanya mampu mendeteksi keberadaan virus pada awal target terkonfirmasi positif ataupun ketika sudah dinyatakan sembuh. Makanya, meskipun telah dikarantina lebih dari 2 minggu, masih ada kemungkinan hasil swab positif karena PCR mendeteksi virus RNA yang sudah mati.

Sumber: istockphoto.com

Biar kamu gak makin bingung. Nih, AnakUI udah buat rangkumannya. Sederhananya, rapid test antigen dan PCR mampu mendeteksi virus secara langsung untuk mendiagnosis apakah tubuh terinfeksi atau tidak, sedangkan rapid test antibodi berguna untuk mendeteksi respons imun dalam bentuk antibodi, bukan mendeteksi virusnya.

Jika dibandingkan antara PCR dan antigen, akurasi tes PCR tetap lebih baik daripada tes antigen. Makanya, tes PCR menjadi gold standar dalam menentukan apakah seseorang tersebut positif COVID-19 maupun negatif.

Lantas, mengapa pemerintah mewajibkan tes antigen untuk masyarakat yang bepergian ya?

Dilihat dari sisi keterjangkauan dan efisiensi pengujian, kebijakan ini diterapkan karena belum semua daerah memiliki laboratorium khusus, fasilitas lengkap, serta tenaga ahli untuk mendeteksi sampel PCR. Tiap laboratorium pun memiliki kapasitas maksimal pemeriksaan sehingga butuh waktu lama bagi pasien untuk mendapatkan hasilnya.

Selain itu, pemeriksaan rapid test antigen tidak membutuhkan sarana prasarana yang lengkap sehingga lebih mudah melakukan pemeriksaan. Sampel bisa diuji di tempat terbuka tanpa harus dikerjakan di dalam laboratorium. Hasil tes pun terbilang cepat sehingga metode ini lebih mudah diakses banyak orang.

BACA JUGA: Pandemi Corona Bikin Praktikum Anak RIK UI Terpaksa Online! Ih Gimana Ya Rasanya?

Leave a Comment