Melawan Lupa: Korupsi Goes To Campus (KGTC)

Jangan lupakan Gumilar

Masih ingar kisruh UI yang cukup menggemparkan beberapa bulan lalu? Kini dengan berbagai solusi yang ada akhirnya dibentuk sebuah tim transisi yang sampai saat ini belum terdengar lagi gaungnya.

Sebagai almamater saya sangat malu dengan keadaan UI yang kian hari makin memprihatinkan, lihat saja kelakuan rektor kita. Demi menghindar dari audit BPK dan KPK ia cepat sekali membuat surat pemutusan hubungan kerja dengan MWA. Sedangkan untuk masalah transparansi anggaran yang diminta dari tahun 2008 hingga kini sama sekali tidak ada realisasinya.

Kita baru saja dihebohkan dengan biaya renovasi toilet DPR sebesar 2 milyar. Tapi di kampus kita sendiri pembangunannya pun juga tidak wajar. Contohnya pembangunan jalur sepeda teknik – rektorat memakan biaya 1.2 Milyar. Apa susahnya sih bikin jalur sepeda sampe menelan biaya segitu besar? lalu kasus pakan anjing, pembangunan perpustakaan dan proyek-proyek bernilai milyaran rupiah yang ada di UI. Apakah masih belum cukup bukti-bukti yang selama ini dijabarkan oleh #saveUI untuk membuktikan ada pelanggaran dan korupsi di kampus kita ini? Malu dong kalau mahasiswa UI yang selama ini sering berdemo melawan korupsi tapi ternyata di kampusnya sendiri terdapat praktik tersebut. Istilah kerennya Korupsi Goes To Campus (KGTC). Hehehe…..

Mungkin selama ini kita terlalu sibuk dengan Pemilihan Raya, UAS dan hal-hal substantif kampus yang menjadi fokus kita selama ini. Belum lagi ditambah dengan liburan, mahasiswa mana sih yang nggak mau libur? Hehehe…

Pelanggaran yang dilakukan Gumilar seperti yang diutarakan Effendi:

1. Rektor membuat perjanjian dengan pihak luar yang bernilai Rp 2 miliar tanpa berkonsultasi dengan majelis wali amanah (MWA).

2. Rektor melanggar hukum dengan mengubah status senat akademik universitas (SAU) pada 5 Mei 2011, padahal seharusnya SAU selesai pada 17 Juli 2011.

3. Rektor UI bohong kala mengatakan gaji dosen inti penelitian itu dari Rp 19 juta-Rp 38 juta. Dosen inti pengajaran dari Rp 9 juta-Rp 35 juta.

“Gaji saya saja cuma Rp 3,6 juta,” kata Effendi.

4. Pada September 2010, UI pernah membayar Majalah Eksekutif sebesar Rp 44 juta sebagai biaya penulisan wawancara utama 8 halaman tentang rektor dan cover depan berisi foto rektor.

5. ICW meminta informasi dan dokumen terkait biaya perjalanan dinas ke luar negeri tapi Rektor UI tidak memberikan jawaban yang jelas. Indikasi manipulasi informasi terhadap ICW ini disinyalir bertujuan menunjukkan rektor melakukan perjalanan luar negeri terbatas.

6. 30-60 Persen mahasiswa diterima melalui jalur undangan tanpa melibatkan para dekan sejak awal. Proses ini dinilai tidak transparan.

“Kalau kejadian akan seperti ini, pada Desember ini, saya terpaksa akan mengundurkan diri dari UI,” ujar Effendi.

http://www.detiknews.com/read/2011/11/08/125331/1762795/10/gerakan-save-ui-ungkap-lagi-pelanggaran-oleh-rektor-gumilar

Berikut daftar ‘dosa’ Rektor UI versi Gerakan Save UI:

1. Transparansi biaya pembangunan Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), dan boulevard rektor.
2. Transparansi biaya pembangunan perpustakaan pusat UI
3. Sistem keuangan yang terpusat dan terpadu
4. Kesejahteraan pekerja kebersihan di bawah standar
5. Kasus anggaran makanan anjing rektor
6. Transparansi biaya perjalanan ke luar negeri
7. Kasus penyuapan media
8. Kasus intimidasi terhadap mahasiswa
9. Pengabaian mahasiswa ekonomi lemah
10. Kasus program kerja sama daerah dan industri
11. Kasus pohon baobab
12. Kasus pemberian gelar doktor honoris causa kepada Raja Arab
13. Kasus dosen dan karyawan tidak tetap
14. Logika hak asasi manusia rektor, salah satunya berkaitan dengan pemberian gelar doktor honoris causa kepada Raja Arab
15. Logika hukum rektor, di antaranya tentang pembentukan Senat Fakultas.

http://kampus.okezone.com/read/2011/11/08/373/526419/jejak-hitam-rektor-ui-versi-save-ui

Mungkin dengan mengingatkan kembali apa yang terjadi di UI bisa menjadi satu pukulan bagi kita untuk bergandeng tangan demi UI yang lebih baik dan bersih. Karena dengan menyelamatkan UI di masa kini, kita juga menyelamatkan UI di masa depan. Bayangkan kalau nama UI sudah tercoreng dan kita adalah salah satu alumninya? Apa lagi yang bisa kita banggakan dari UI?

 

2 thoughts on “Melawan Lupa: Korupsi Goes To Campus (KGTC)”

  1. wow baca artikel ini seperti diingatkan kembali siapa diri kita.
    dikampus dibuka paradigma tentang demokrasi dan reformasi, akif dengan kegiatan ini itu, dateng keseminar ini itu, begitu lulus, kerja jd karyawan, bahkan didahulukan karna almamater UI.

    Namun 1000 kali sayang diluaran sana pemberitaan akan bobroknya rektorat sangat kontras dengan apa yang elu-elu kan saat aksi mahasiswa. saya setuju sama penulis.

    di umum, nama UI tuh udah bagus, dan mereka percaya baik pengajar dan mahasiswanya pun yang terbaik. fasilitas dan banyak gedung baru. tapi ya itu tadi.. terlihat bagus diluar, namun rapuh didalam. bahkan korup alamak..

    terimakasih sharenya
    yuk teman-teman kita terus pantau,, itu uang orang tua kita tuk biaya kuliah demi masa depan kita lho..
    salam,

    Reply

Leave a Comment