Latar belakang
Senin pagi tanggal 31 Mei 2010 waktu Indonesia terdengar berita rombongan kapal misi kemanusian Flotila to Gaza (kapal Mavi Marmara yang berbendera Turki) tidak bersenjata disergap/diserang oleh IDF (Israel Defense Force) di perairan internasional yang berjarak 65 Km dari pantai Gaza menurut Vivian Korsten juru bicara organisasi relawan dari Belanda yang ikut dalam rombongan (www.republika.co.id), Flotila to Gaza diserang karena telah mencoba menerobos blockade laut Israel atas Gaza (Palestina). Penyerangan oleh IDF mengakibatkan belasan relawan kemanusian tewas (insyaallah syahid).
Sudut pandang Hukum Humaniter (hukum kebiasaan dalam perang bagi bangsa-bangsa yang beradab di dunia).
Blockade pada dasarnya diperbolehkan dalam Hukum Humaniter (berdasarkan hukum perang di laut-Konvensi XIII Den Haag tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di laut), akan tetapi blockade dapat melanggar Hukum Humaniter (DILARANG) apabila memenuhi kriteria paragraf 102, 103, dan 104 hukum perang di laut, yaitu:
“102. Pernyataan atau penetapan blokade adalah dilarang bila :
a. Hal tersebut hanya dimaksudkan untuk membuat penduduk sipil kelaparan atau menghalangi masuknya barang-barang yang sangat diperlukan untuk mempertahankan hidup, atau
b. Menimbulkan atau dapat diperkirakan menimbulkan kerugian terhadap penduduk sipil, yang berlebihan jika dikaitkan dengan keuntungan militer konkrit dan langsung yang diharapkan dari blokade tersebut.
103. Jika penduduk sipil di wilayah yang diblokade tidak memperoleh makanan yang cukup dan barang-barang yang sangat diperlukan untuk mempertahankan hidupnya, maka pihak yang memblokade harus menyediakan alur bebas bagi bahan makanan dan barang-barang yang sangat diperlukan, dengan tunduk kepada :
a. Hak untuk menentukan persyaratan teknis, termasuk menentukan perlintasan yang diijinkan, dan
b. Syarat bahwa penyaluran barang-barang tersebut harus dilakukan di bawah pengawasan setempat dari Negara Pelindung atau organisasi kemanusiaan yang memberikan jaminan ketidakberpihakannya, seperti Komite Internasional Palang Merah.
104. Pihak yang berperang yang memblokade harus mengijinkan lintas bagi penyaluran barang medis kepada penduduk sipil atau kepada anggota tentara yang terluka dan sakit, dengan tunduk kepada hak untuk menentukan persyaratan teknis, termasuk menentukan perlintasan yang diijinkan.”
Dengan demikian blockade yang dilakukan oleh Israel terhadap Gaza adalah suatu hal yang ilegal menurut Hukum Humaniter. Di sisi lain kapal-kapal Flotila to Gaza adalah kapal niaga sipil yang tidak bersenjata yang berasal dari Negara yang netral sehingga tidak ada alasan yang kuat bagi Israel untuk menyerang karena Flotila mencoba menembus blockade Israel yang jelas-jelas ilegal. Hal ini berdasarkan pada paragraf 67, 68, dan 69 Hukum Humaniter di laut.
“67. Kendaraan air niaga berbendera negara netral tidak boleh diserang kecuali mereka:
a. Diyakini dengan alasan yang dapat diterima, mengangkut barang larangan/kontrabande atau melanggar blokade, dan setelah secara dini diperingatkan mereka nyata-nyata menolak untuk berhenti, atau nyata-nyata menolak dilakukan pemeriksaan, pencarian keterangan atau penangkapan,
b. Terlibat dalam aksi perang atas nama musuh,
c. Bertindak sebagai kendaraan air serbaguna pada kekuatan angkatan bersenjata musuh,
d. Bekerjasama atau membantu sistem intelijen musuh,
e. Berlayar dalam konvoi kapal perang atau pesawat udara militer musuh, atau
f. Dengan cara lain memberi kontribusi yang efektif dalam aksi militer musuh seperti mengangkut material militer dan bagi pasukan penyerang tidak memungkinkan terlebih dahulu memindahkan penumpang dan awak kapal ke tempat yang aman. Apabila keadaan tidak memungkinkan untuk diserang, mereka diberi peringatan agar dapat merubah haluan, bongkar muat atau berbuat hal yang harus diindahkan lainnya.
68. Setiap serangan terhadap kendaraan air niaga ini tunduk kepada aturan dasar pada paragraf 38 – 46.
69. Kenyataan bahwa kendaraan air niaga netral yang memiliki senjata, tidak menjadikan alasan untuk dilakukan penyerangan terhadapnya.
Pada dasarnya setiap pihak yang berkonflik harus melindungi obyek non kombatan, jika tidak dan malah bertindak sebaliknya dengan menyerang obyek sipil tanpa alasan yang kuat maka yang bersangkutan (Israel) telah melakukan kejahatan perang.
Perlu juga dipahami dalam Hukum Internasional (hukum kebiasaan pergaulan bagi bangsa-bangsa yang beradab) dikenal adanya konsep wilayah ekstra teritorial yaitu wilayah kedaulatan suatu negara yang berada di luar wilayah teritorial negaranya, wilayah ekstrateritorial itu antara lain komplek kedutaan besar/konsulat jenderal dan kapal yang berada di laut lepas/non teritorial/laut internasional. Dalam wilayah ekstra teritorial kedaulatan dan hukum yang berlaku adalah kedaulatan dari negara yang memiliki wilayah ekstra teritorial, dalam hal kapal yang berada di laut lepas/non teritorial maka kedaulatan dan hukum yang berlaku di atas kapal tersebut adalah sesuai dengan bendera negara kapal yang bersangkutan. Dengan dilakukannya penyerbuan oleh IDF terhadap kapal Mavi Marmara di laut non teritorial (laut teritorial berdasarkan UNCLOS adalah wilayah laut yang berjarak 12 mil dari bibir pantai) dapat diartikan juga sebagai sebuah serangan terhadap kedaulatan dari negara yang benderanya menjadi bendera kapal Mavi Marmara.
Sudut pandang Hukum Hak Asasi Manusia Internasional
Di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, terdapat jaminan bagi setiap orang untuk hidup dan terjamin keselamatannya dan setiap tindakan keras yang ia terima haruslah melalui sebuah proses hukum, ini terdapat dalam:
“Pasal 3, Setiap orang berhak atas, kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.
Pasal 5, Tidak seorangpun boleh disiksa, diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina.”
Tindak kekerasan yang dilakukan IDF terhadap Flotila to Gaza yang tidak bersenjata dan merupakan sebuah misi kemanusian adalah sebuah pengingkaran terhadap prinsip-prinsip HAM internasional, korban meninggal yang mencapai belasan orang menunjukkan betapa brutal perlakuan serdadu IDF terhadap para relawan Flotila to Gaza yang tidak bersenjata, penggunaan peluru tajam/senjata mematikan terhadap objek non kombatan dalam konflik jelas-jelas merupakan sebuah kejahatan perang karena perbuatan yang mengakibatkan belasan orang meninggal itu telah melanggar prinsip-prinsip umum HAM internasional. Misi kemanusiaan haruslah dihormati dan dilindungi oleh pihak yang berkonflik sebagaimana diatur di dalam hukum humaniter. Melihat realitas ini tampak nyata bahwa IDF telah melakukan sebuah tindakan pelanggaran HAM berat.
Sudut pandang Hukum Hak Asasi Manusia nasional Indonesia (UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia)
Berdasarkan perspektif hukum nasional Indonesia, tindakan IDF yang telah menyerang konvoi kapal Flotila to Gaza sebagaimana kita telah ketahui bersama, melanggar norma-norma HAM dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal-pasal sebagai berikut:
“Pasal 33
(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiannya.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
Pasal 34, Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-sewang.”
Bangsa dan Negara Indonesia punya kewajiban moral untuk memperhatikan persoalan pelanggaran HAM dan kejahatan perang yang dilakukan oleh IDF/Israel ini, semata-mata tidak hanya karena ada WNI yang ikut (atau bahkan menjadi korban) dalam rombongan kapal Flotila to Gaza, akan tetapi karena adanya kesadaran dan kewajiban konstitusional yang tercantum dalam paragraph satu dan empat Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945, yang menyatakan:
“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
….dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, …”
Saya sedih mengapa PBB tidak menindak Israhell.
Semoga Gaza will not go down.