UI kali ini berencana membangun perpustakaan terbesar di dunia (kompas,detik.com). Tapi akankah rencan tersebut berhasil?? mari kita lihat 6 bulan ke depan, sebagai janji terealisasinya rencana pembangunan ini. Tapi masalah pokok dalam persoalan ini bukan hanya, akankah waktu 6 bulan cukup membangun perpusatakaan terbesar?? atau hanya sekedar bangunan terbesar yang dijadikan perpustakaan?? tetapi mengenai komponen perpustakaan sendiri( buku dan pembacanya).
Judul di atas merepresentasikan hukum fisika(hehehe) dimana jika volume suatu ruangan diperbesar, maka tekanan(gas) dalam ruangan tersebut makin kecil. Hal tersebut akibat jumlah gas yang berada di dalam ruang tersebut konstan!. Jadi , perpustakaannya makin gedhe tetapi makin sepi..bila pengunjungnya tetap..(peace^_^). Hendaknya dengan adanya pembangunan perpus baru, minat baca seluruh keluarga besar UI juga turut di tingkatkan. Peningkatan minat baca tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, seminar, workshop, dan aneka training berkenaan keterampilan membaca.
Efek lain dari pembangunan perpustakaan baru adalah lahan dan hutan (fasilkom) harus berkurang. Ini berarti “UI go green” hanya sekedar jargon yang tertera di Bikun…Berkurangnya pohon bisa mengakibatkan kenaikan suhu yang cukup drastis, apalagi bagi pencinta lingkungan..hehehe.
Okelah kalau mau membangun perpus gedhe, tapi ada konsekuensi yang harus di tanggung, bila perlu di ganti. Hutan di tebang, ganti dengan penanaman hutan kembali, lahan berkurang di ganti dengan efisiensi tempat.
Akhirnya kesimpulannya gini..
Dengan perpustakaan besar yang baru, hendaknya tidak sekedar ukuran fisik bangunan yang dijadikan patokan, tetapi juga kita harus tingkatkan kuantitas dan kualitas pembaca. Liat aja gimana rendahnya minat baca bangsa ini??Apalagi minat menulis..hehehehe
Bisa di buktiin koq dari jumlah yang koment di tulisan ini..hehehe
iya nih.. saya sangat menyayangkan pohon2 yang harus ditebang untuk membangun perpustakaan itu T.T
kebetulan saya anak fasilkom, pas pulang kuliah kemarin miris banget ngeliatin pohon2 itu tergeletak tak berdaya.. rasanya pengen nangis.. mereka kira gampang apa buat numbuhin pohon segede itu.. huhuuuuu T.T well.. even saya ga bisa kasih solusi.. setidaknya saya peduli..
i wonder.. ntar UI mau buat penghijauan dimana yah…
“hendaknya tidak sekedar ukuran fisik bangunan yang dijadikan patokan, tetapi juga kita harus tingkatkan kuantitas dan kualitas pembaca”
Caranya?
Tapi seru juga kali ya kalau UI punya perpustakaan lengkap yang 24 jam sehari
Tugas-Tugas, skripsi, aaaaahhh, serasa mudah sekali
^^,
tapi untuk membangun perpustakaan terbesar di dunia di tengah kondisi sebagian besar anak bangsa yang morat-marit, agak berlebihan.
@ Luay: banyak cara untuk meningkatkan minat baca contoh untuk anak2 (hehe)
1. Bacakan buku untuk anak setiap hari (jadikan kebiasaan).
2. Usahakan buku mudah dilihat dan dijangkau oleh anak
3. Ajak anak ke tempat yang ada di buku
4. Bacakan dengan ekspresi
5. Lakukan dengan kegiatan mendongeng.
6. Perkenalkan anak pada bacaan-bacaan yg ada di sekitar kita
7. Beri kesempatan mengarang
8. Libatkan seluruh anggota keluarga
9. Ajak anak bereksperimen
10. Mulai dengan orangtua membaca
11. Hargai buku, berikan sebagai hadiah
12. Lakukan dengan gembira
http://www.dunia-ibu.org
kalo buat mahasiswa: ntar dulu ya..soalnya ku juga agak bermasalah dalam mnat baca
@ kika : paling tidak anda telah peduli apa yang di sekitar anda.. suatu saat mungkin akan terbesit di benak anda suatu solusi tepat mengenai masalah ini..( sesuai EYD g ya??
@ alisa: yup bener banged..kita jadi punya lebih banyak waktu tuk brada di perpus( klo mau)..
terbesar sich g masalah( anggap itu sebagai bonus) tapi tentunya bukan jadi terbesarkan tujuan utamanya?? kenapa tidak terlengkap? ter-“ramai”? gitchu..
Salam
@Luay
Saya tertarik dengan pernyataan anda
““hendaknya tidak sekedar ukuran fisik bangunan yang dijadikan patokan, tetapi juga kita harus tingkatkan kuantitas dan kualitas pembaca”
Caranya?
Menarik kalau Luay memperhatikan pola dari negara India, beberapa Universitas terbaiknya. Mereka tidak membangun sebuah gedung yang terlihat dan terkesan modern, megah dan terindah di dunia. Akan tetapi mereka memperhatika isi dari apa yang kita kenal dengan substansi dari perpustakaan. Perpustakaan di dalamnya sebenarnya adalah rumah pengetahuan, nah..secara sederhana prinsip yang India gunakan adalah bagaimana share pengetahuan dan pengembangan pengetahuan itu menjadi pijakan utama.
Kalau melihat gejala di UI, anda mungkin harus merefleksikan perihal ini. Seumpama anda adalaha mahasiswa sosial, pernahkah anda melihat di dalam koleksi perpustakaan anda (FISIP maupun perpustakaan pusat) sebuah deretan buku-buku yang lengkap dari karya-karya pemikir sosial. Mulai dari klasik, modern dsb. Dari setiap tokoh tersebut terdapat koleksi seluruh karya-karyanya (walau hanya dalam bentuk fotokopi). Adakah itu di perpustakaan di seluruh UI ini??
Selain itu, adakah juga umpamanya kliping dari surat kabar di setiap perpsutakaan di UI ini? Bagaimana para pustakawan membuatkan sebuah kliping berdasarkan tema, atau surat kabar atau apapun demi sebuah catatan sejarah terhadap perjalanan bangsa. Apa yang anda lihat dengan surat kabar2 yang ada di perpustakaan tersebut?
Walau sekarang sudah ada akses online surat kabar, saya pikir kliping surat kabar adalah perilaku yang paling sederhana dan mudah dalam menunjukan keseriusan kita dalam membangun sebuah institusi pengetahuan melalui perpustakaan. Mungkin nanti anda dapat berikan tanggapan ataupun saran kepada pengelola perpustakaan, mahasiswa perpustakaan ataupun mahasiswa seluruhnya.
Selain itu, menjadi menarik juga bagaimana akses pengetahuan antar jurusan atau departemen di seluruh UI ini. Misal apakaha anda selama ini dapat dengan mudah mengakses koleksi ataupun refernsi buku dsb di setiap jurusan yang berbeda dengan anda? Ini menjadi tanda penting agar kita dapat melihat seberapa jauh kita mau membangun tradisi akses pnegetahuan tsb.
Selain itu juga, perhatikan juga anak-anak mahasiswa dalam membaca mereka? Seberapa besar mereka memiliki antuasme untuk membaca? Bukan karena mereka malas mungkin, tetapi karena zaman yang membuat mereka beradaptasi dengan hidup yang memaksa lebih cepat dan cepat dan cepat.
Coba anda kaitkan ini dengan kegemaran mereka mendengarkan musik. Durasi musik-musik bergaya populer berapa lama kalau anda hitung secara ststistik? tidak pernah lebih dari 3-4menit. Dan ini menjadi pola hidup dari kebanyak orang saat ini. Begitu menginginkan kecepatan, seperti 3-4menit mendengarkan lagu-lagu pop atau yang lain. Coba dengan pertunjukan wayang yang hampir 5jam lebih… ( ini menjadi alasan kenapa kecepatan dan kepraktisan itu menjadi simbol dan jiwa kehidupan masyarakat sekarang). Efeknya sebenarnya adalah kepada persoalan membaca.
Seberapa kuatkan anda membaca dalam satu hari..3jam, 4 jam atau 6 jam?? atau berusaha membuat semacam pintasan membaca melalui power point yang hanya mmbutuhkan waktu 5-8menit saja.
Berapa yang anda berikan untuk membaca koran atau surat kabar dibandingkan dengan menonton TV? Masyarakat kita mengalami suatu transformasi dari mau untuk bertahan secara aktif memalui membaca kemudian berubah menuju sifat pasif menerima segala macam info visual, audio khayalan, gossip, pengetahuan melallui kotak ajaib TV.
Hehehe (ini terlalu panjang)
Mungkin juga menarik dengan wajah baru perpus fisip. Dengan tampilan bergaya mal-mal atau kafe, lantai dasar MBRC memberikan kesemaptan dan kenyamanan baru untuk mahasiswa “nongkrong” membuka laptop ataupun bercengkarama. Nah apakah situasi di lantai baru MBRC tersebut nyaman untuk membaca dengan tenang, dengan ragam buku-buku materi dan ilmu yang ingin anda pelajari?? Ataukah memenag membuat kita nyaman untuk ngobrol, ngadem dan bersantai bersama kawan??
wah..jadi bingung sendiri juga dengan tulisan ini.
Yang jelas, solusinya mungkin harus anda awalai dengan refleksi di kalam malam menjelang tidur atau pagi hari datang. Apa yang sudang aku baca hari ? Apa yang saya dapat dari bacaan2 itu??
Ataukah hari ini aktivitasku tidak memberiku waktu untuk membaca? Dsb
Salut untuk Luay, saya yakin anda adalah penggemar buku dan membaca..he3…
kalau ndak ya penggemar main internetlah..
he3
Salam.
setuju kurn, percuma besar tapi gak da yang dateng
tapi menurut gw se bagus juga membangun perpus ini
mungkin ini salah satu langkah termahal pak rektor untuk ningkatin minat baca, seenggaknya untuk berkunjung ke perpus
hehe
minat baca emang susah timbul seh klo gak terbiasa dari kecil
haha
oy, gw mah lebih suka klo laboratorium di teknik itu di modernisasi semua
supaya kita gak ketinggalan ma negara sebelah
cos banyak gw liat alat di lab yang karatan n kyaknya juga dah jadul
tapi metal is the best dah
haha
Kalau volume diperbesar, terus tekanan kudu diperbesar juga dong, kan bisa dikasih kompressor.. Yah mudah2an koleksi bukunya bisa sebanyak di NYPL (New York Public Library) atau Harvard dan juga attendance-nya juga banyak.
Yah diberi trigger supaya anak UI mau ke Lib UI, bisa dengan mempermudah akses kesana, keamanan disana kalau malam, digital Lib, akses untuk ILUNI juga, dll.
Tapi kalo gue mending di Lib FT atau Lib jurusan aja, uda lumayan komplit.
-FT-
Perpustakaan UI terbesar di dunia, Sedang Kota Depok cuma punya taman bacaan keliling. Sungguh ironis…
@Adi:
hmm.. gmn kalo calon perpus kita juga bisa buat umum (kayaknya orang luar masih segan masuk perpus ui) ama ada taman bacaan juga… biar g keliling hehe
menurut gw anak ui itu kalau dikasih fasilitas jelek ngeluh nanti beralasan Gmana gw mw kuliah kalau fasilitasnya begini
dikasih fasilitas bagus juga ngeluh, macem2, yg penting isinya lah ngak perlu terbesar lah
mang salah apa kalau mewah dan besar, kenapa mental kita menjadi orang yg selalu mengeluhkan apapun yang terjadi
bukannya kita harus bersyukur jika diberi karunia seperti perpus terbesar dan megah ini
dan kita harus bersabar jika memang fasilitas kuliah kita blm baik
kenapa kita malah bersikap sebaliknya, kufur nikmat dan tidak sabar
positive thinking aj lah, bukannya hal terbaik yg sekarang kita lakukan adalah dukung dan makmurkan perpus itu