PIMNAS bagi anak UI…

“Heh, lo kalo ketemu anak UI jangan ajak debat, karena kalau ajak  debat lo bakal kalah. Coba anak UI suruh bikin tulisan, cemeeen…”

Kalimat ‘pedas’ itu keluar begitu saja dari seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia (bukan UI tentunya). Ia tak sadar, saat ia mengatakannya, ada anak UI yang duduk tak jauh hingga cukup bagi mahasiswa UI itu untuk mendengarnya. Ini terjadi di sebuah bus pengangkut mahasiswa pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXII di UNILA, Lampung.

Boleh jadi apa yang dikatakan si mahasiswa benar. Jika dilihat dari keikutsertaan UI di PIMNAS, ajang mahasiswa unjuk kebolehan dalam membuat suatu proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), UI selalu jadi minoritas. Kontingennya selalu sedikit. “UI sepi sendiri,” ungkap Dasril Guntara, salah seorang alumni PIMNAS XXII dari UI.  Alumni FISIP UI ini menambahkan, “Perbandingan kontingennya beda. UGM dua kali UI. IPB lebih banyak lagi, 19 tim.”

PIMNAS tahun ini (2011) pun tak jauh beda. Bahkan, perbandingan jumlah peserta antara UI dengan universitas besar lain, seperti UGM, IPB, ITS, dan ITB kian mencolok. UI hanya mengirim delapan tim, sementara yang lain makin gencar mengirim kontingen sebanyak mungkin. Rata-rata 30-50 tim!

Dasril mengatakan, animo anak UI memang kecil untuk mengikuti lomba tulis-menulis seperti ini, “Anak-anak (mahasiswa UI) kan cenderung lebih berminat sama pergerakan. Saya juga berangkat dari isu pergerakan waktu memutuskan ikut PKM-P”, ujar peraih perunggu dan best speaker ini. Memang bisa kita lihat, selain pergeraka, minat anak-anak UI lebih terlihat pada debat,  konferensi, atau Model United Nations (MUN) yang berskala internasional.

Mirisnya lagi, masih ada pula mahasiswa UI yang tak tahu-menahu apa itu PIMNAS atau PKM. Padahal ajang ini punya prestise tersendiri di tingkat nasional. Ada kebanggaan komunal ketika kita bisa ‘menguasainya’.

Bandingkan dengan IPB dan UGM. Menurut Dasril, ia pernah mendengar dari mahasiswa IPB bahwa mahasiswa baru IPB disambut sebagai “Calon-calon kontingen IPB di PIMNAS”. “Beda dengan UI, di balairung mahasiswa baru diminta membuat border. Teriak ‘hidup mahasiswa!, hidup rakyat Indonesia!’,” ujar Dasril menambahkan. Di IPB, semua level bekerja sama secara terstruktur untuk mencari bibit-bibit kontingen PIMNAS.

“Ini lebih gila lagi, mahasiswa IPB yang proposal PKM nya didanai DIKTI, mereka (secara otomatis) sudah memperoleh tambahan tiga sks dan minimal mendapat nilai B,” ungkap Dasril. Sedangkan di UGM budaya menulis memang sudah mengakar.  Karakter mahasiswanya cenderung suka menulis. “Mereka tidak berisik seperti anak UI, tapi menuangkannya ke dalam tulisan,” kata Dasril.

Walaupun UI kalah jauh secara kuantitas, tak demikian dengan kualitasnya, “Secara kualitas UI sudah sangat bagus,” ungkap Kenny, alumni PIMNAS XXIII di Universitas Mahasaraswati, Denpasar, Bali. Di tahun 2007, UI mengukir prestasi yang paling membanggakan dalam sejarah keikutsertaannya di PIMNAS. Hanya dengan tujuh tim, UI finis di posisi ke tiga dengan delapan medali. Terpaut satu perunggu dari IPB di posisi ke dua. Saat itu UGM menjadi juara bertahan.

Di tahun 2010, menurut Kenny, tim UI mengirim enam tim dan mendapat satu emas, dua perak, dua perunggu, dan satu juara favorit untuk kategori lomba PKM maupun nonPKM. Bayangkan bagaimana jika UI bisa mengirimkan minimal dua puluh tim ke PIMNAS! Tentunya UI bisa berbicara lebih banyak di ajang nasional tahunan ini.

Selain kualitas dan daya saing yang tinggi, menurut Dasril, anak UI sudah punya cukup modal, “Ide anak ui brillian. Kadang ide yg nggak pernah kepikiran. Walaupun UI sedikit, pas presentasi pasti dicari sama orang-orang.”

Ia lantas menambahkan, modal lain yang dimiliki anak UI adalah kesombongannya. “Anak UI dimanapun sombong, sengak, blagu. Kalau menurut saya itu modal. Hahaha karena saya pun juga gitu,” kata Dasril ditutup dengan tawa.

Namun demikian, modal itu tak akan maksimal jika tak ada dukungan dan motivasi dari pihak universitas. “Dari bawah (elemen mahasiswa) sudah memberikan sokongan terbaik, dari atas (Universitas) kurang,” kata Kenny yang meraih perak dan perunggu sekaligus untuk presentasi dan poster PKMnya. Mahasiswa FT UI ini menambahkan, harus ada sinergi antarseluruh elemen sehingga UI bisa lebih berprestasi di PIMNAS.

Selain hadiah yang cukup besar yang ditawarkan PIMNAS, jauh di atas itu, ada kebanggaan, dan hal-hal berharga lain yang bisa kita dapat dalam rangkaian PIMNAS. “Banyak pengalaman dan kenangan indah di dalamnya,” ungkap Kenny. Bahkan, salah satu tim kegiatan penunjang PIMNAS XXIV di Makassar, mengungkapkan motivasi 5J yang mendorong mereka ikut PIMNAS Apa 5J itu? Jodoh, Jalan-jalan, Jajan, Jaringan, dan Juara! Hmmm.. Boleh saja tertawa dengan prinsip 5J ini, tapi PIMNAS bisa benar-benar mewujudkan kelima hal itu. Penasaran??? Buktikan saja sendiri di PIMNAS XXV Yogyakarta!!!

3 thoughts on “PIMNAS bagi anak UI…”

Leave a Comment