Ketika ada yang bertanya kepada kita tentang seberapa cinta kita kepada negara kita Indonesia, jawaban apa yang bisa kita berikan? Apakah kita akan menjawab bahwa kita begitu mencintai negeri yang indah ini ataukah kita akan menjawab bahwa kita tidak mencintai lagi negeri ini karena negeri ini terlalu payah dan tidak ada yang bisa dibanggakan, ataukah bahkan kita akan menghindar dari pertanyaan yang mungkin dianggap tidak penting ini.
Sebagai putra-putri Indonesia yang terlahir, tumbuh dan berkembang di Indonesia tentunya tanpa ditanya tentang seberapa besar cinta kita pada tanah air. Kita semua seharusnya tahu dan mengerti betul bahwa kita begitu mencintai negeri ini. Tapi, yang menjadi pertanyaan, mengapa rasa cinta itu tidak pernah nampak?
Banyak orang yang mengatakan bahwa Negara Indonesia, tempat kita bernaung diri ini sedang sakit. Lalu, sebenarnya jika kita resapi dan pahami secara lebih mendalam, sebenarnya siapa yang sakit? Apakah tanahnya? Lautnya? Hutannya? Ataukah para penghuninya? Hakekatnya negara ada karena tiga unsur. Secara de facto, syarat dari berdirinya suatu negara adalah adanya rakyat, wilayah, serta pemerintahan yang berdaulat. Lalu mungkinkah wilayahnya yang sedang sakit?
Rasanya tidak mungkin, bukankah suatu wilayah hanya merupakan benda mati yang kondisinya akan tergantung dari orang-orang yang mendiaminya? Ataukah mungkin rakyatnya yang sakit? Hal ini mungkin saja menjadi penyebabnya, akan tetapi, bukankah rakyat hanya akan bertindak atau melakukan apa yang dianjurkan oleh pemerintahnya dan juga tidak melakukan apa yang dilarang oleh pemerintahnya? Lalu siapakah yang membuat Indonesia sakit? Ya, pemerintahlah yang patut disalahkan. Tapi kenapa pemerintah yang harus disalahkan?
Pemerintah sebagai pemimpin dari suatu negara bertugas untuk mengawal jalannya suatu sistem pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan suatu negara. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia menganut trias politica. Konsep pemisahan kekuasaan trias politica mengatur bahwa kekuasaan pemerintahan dalam suatu Negara dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Konsep ini ada sebagai solusi untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Pada kenyataan yang ada di Indonesia, kekuasaan legislatif dipegang oleh dewan perwakilan rakyat.
Dewan perwakilan rakyat (DPR) di Indonesia sering membuat ulah. Tidak sedikit polemik yang terjadi akibat ulah pejabat Senayan ini. Mereka yang dipercaya oleh rakyat untuk duduk di kursi yang empuk, di ruangan berpendingin lengkap dengan fasilitasnya, sering kali justru menorehkan kekecewaan yang mendalam bagi rakyatnya. Tidakkah mereka melihat bahwa rakyatnya rela menderita, sakit lantaran disiksa di negeri orang, menjadi pejuang devisa.
Tidakkah mereka melihat bahwa masih banyak rakyatnya yang tidurnya masih di jalan-jalan tanpa alas. Kenyataan yang terjadi sekarang, sungguh ironis sekali. Rasa sakit rakyat yang menderita, mereka balas dengan ketidakbecusan dalam memimpin negeri ini. Kalau hanya bertugas untuk duduk mendengarkan rapat sambil tidur atau sekedar jalan-jalan ke luar negeri hanya untuk belajar etika, mungkin orang-orang yang sedang tiduran di kolong jembatan bisa melakukannya.
Bangsa ini sudah terlalu lama menderita dengan segala tingkah laku para pejabat pemerintah yang tidak tahu diri. Lalu, apakah bangsa ini akan begini terus keadaannya? Ataukah nantinya keadaannya akan bertambah buruk? Ataukah masih tertoreh sedikit harapan bagi sang ibu pertiwi untuk sedikit mengembangkan senyumnya di suatu saat nanti?
Kita. Jawabannya adalah kita. Kita para generasi mudalah yang harus mampu menjawab pertanyaan tersebut. Seperti apakah wajah ibu pertiwi kita nanti, sangatlah bergantung kepada para calon pemimpin negeri ini, termasuk kita para mahasiswa.
Kemudian setelah itu, apakah sekarang kita hanya bisa diam sambil menunggu tibanya waktu kita untuk memimpin negeri ini? Ataukah bahkan sekarang kita sudah menyerah pada kehinaan yang mungkin sudah tertanam dalam benak kita bahwa negeri yang dulu indah ini tidak akan mungkin bisa berjaya, sehingga tidak ada sedikitpun semangat untuk membangun negeri ini?
Tentu tidak. Kita, saya dan anda harus bisa berbuat untuk negeri tercinta ini. Kita harus mulai dari detik ini. Segala apa yang bisa kita lakukan sebagai wujud dari kontribusi untuk sang ibu periwi harus kita lakukan. Ibu pertiwi sudah terlalu lama terluka. Dia merindukan adanya keindahan dan kesejahteraan. Dia merindukan kita, putra-putrinya. Dia merindukan kita yang berprestasi, kita yang unggul, kita yang berbudaya. Dia sudah teramat bosan dengan luka-luka yang menyayat dan menyakiti dirinya. Dia sudah terlalu bosan dengan tingkah polah para penghianat rakyat.
Kita sebagai putra-putri terbaik bangsa jalan kita masih panjang. Janganlah kita hanya bisa menjadi beban bagi negeri ini. Negeri ini sangat membutuhkan kita. Oleh karena itu, sebagai sosok yang dirindukan oleh ibu pertiwi kita harus berbeda dengan para pendahulu yang telah melukai negeri ini. Kita, para pemuda harus memiliki karakter, cerdas, dan juga bermental Pancasila. Menjadi pemuda yang memilki karakter asli bangsa Indonesia. Menjadi pemuda yang cerdas agar senantiasa berpikir rasional.
Sehingga kita dapat bertindak dengan benar untuk kemajuan bangsa. Yang diperlukan pula yaitu menjadi pemuda yang memilki mental Pancasila. Mental Pancasila wajib dimiliki oleh kita, para pemuda Indonesia. Rintangan, godaan serta tantangan yang begitu banyak yang mungkin akan menghadang kita saat kita memimpin negeri ini akan mudah dihadapi apabila kita memiliki mental Pancasila. Jika kita melihat persoalan bangsa Indonesia saat ini maka dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya persoalan-persolan tersebut terjadi karena para pejabat yang memimpin negeri ini tidak memiliki mental Pancasila sehingga tidak sedikit dari mereka yang korupsi.
Selain itu, kita sebagai pemuda harapan Indonesia harus menjadi pemuda yang memiliki nasionalisme serta patriotisme yang tinggi terhadap Indonesia. Sehingga kita menjadi orang yang secara sungguh-sungguh mencintai bangsa dan negara Indonesia serta rela berkorban untuknya. Janganlah cuma menjadi orang yang saat muda pandai bicara tentang nasionalisme, namun, ketika sudah memimpin negeri ini, amnesia dengan kata nasionalisme dan patriotisme. Rasa tanggung jawab yang tinggi juga harus kita miliki agar kita tidak menjadi pecundang yang hanya bisa merugikan dan mengecewakan orang lain.
Kita juga harus berjiwa kreatif dan inovatif yang berbudaya Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi saat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa globalisasi bisa dengan mudah membuat kita melupakan budaya Indonesia. Pada realitanya, saat ini banyak para pemuda yang justru lebih kenal bahkan lebih mencintai budaya asing daripada budaya asli Indonesia.
Dan yang tidak kalah pentingnya yaitu kita harus senantiasa berpikir positif dan senantiasa optimis. Kita harus optimis bahwa Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan ini. Kita harus optimis bahwa kita bisa mengobati rindu sang ibu pertiwi akan kejayaan. Karena tanpa optimis dan pikiran yang positif, kita akan menjadi pemuda yang skeptis, yang hanya bisa menyerah dengan keterpurukan tanpa melakukan apa-apa. Orang yang selalu berpikir negatif dan pesimis selalu melihat sesuatu sebagai masalah yang tiada mungkin ada solusinya, sedangkan orang yang optimis dan berpikir positif melihat setiap masalah pasti selalu ada solusinya. Dan yang dibutuhkan oleh bangsa kita, bangsa yang banyak dibilang orang sebagai bangsa yang sakit, adalah semangat dan kemauan untuk maju.
Kami para pemuda Indonesia, menjadi sosok yang tengah dirindukan oleh ibu pertiwi tercinta, harus mampu membawa semangat positif bagi perkembangan negeri ini. Kita bisa menjadi pemuda yang mandiri, terampil, dan berusaha sekuat tenaga mengangkat martabat bangsa menuju Indonesia yang sejahtera. Kita bisa dan harus bisa. Sejuta prestasi kita torehkan bukan hanya untuk kemajuan diri sendiri, tetapi untuk bangsa kita, bangsa Indonesia dan juga untuk negara kita tercinta, Negara Indonesia.
Semua pemuda-pemuda Indonesia adalah manusia-manusia yang memanggul amanat masa depan Indonesia. Sebagai pemuda yang berintelektual secara sadar kita harus melakukan yang terbaik untuk negeri ini. Konsentrasi bahwa negeri ini sedang membutuhkan wajah-wajah yang bisa membanggakan ibu pertiwi.
Indonesia, kami putra-putri terbaikmu akan mengabdi sepenuh jiwa dan raga kami untukmu. Segenap do’a dan usaha akan kami lakukan untuk membuat engkau tersenyum. Indonesia, ini bukan idealisme sementara kami. Indonesia, tempat kami pertama kali melihat dunia, cinta kami akan selalu membara untukmu. Dan disetiap denyut nadi ini akan kami persembahkan untuk memenuhi kerinduanmu akan kedamain, kesejahteraan, kebahagiaan negara ini, wilayahnya, rakyatnya, dan juga pemerintahannya.
Akhirnya, kita sebagai generasi pemuda, generasi penerus bangsa harus mampu menunjukkan kepada dunia, bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan supernya, kekuatan itu bernama pemuda. Pemuda yang berkarakter, unggul, berprestasi dan berbudaya, serta pemuda-pemuda yang setia pada bangsa dan negaranya. Hingga nantinya kejayaan itu nyata terjadi di bumi ini, tanah air ini, untuk selanjutnya dan untuk seterusnya. Tiada asa tanpa jawab karena setiap asa pasti ada usaha di baliknya. Untukmu Indonesiaku, aku datang untuk mengobati luka terdalammu serta rindumu kepadaku.
Ahmad Fanani
(Mahasiswa Ilmu Komputer Universitas Indonesia)
salut banget.
jadi tersentuh abis baca tulisan ini.
selalu semangat dan berbuat yang terbaik aja…