Tanggapan Surat Terbuka Untuk Rektor UI: Prof.Gumilar Rusliwa Soemantri (Hasil Pertemuan 2 Juni)

sumber : Dari Notes Facebook Rekanku Yang Mengirim Surat Terbuka. Dialah Muhammad Kholid.

http://www.facebook.com/notes/muhammad-kholid/tanggapan-surat-terbuka-untuk-rektor-uiprofgumilar-rusliwa-soemantri-hasil-perte/401843027230

Rabu, 2 Juni kemarin pukul 08.00 , saya dipanggil oleh Prof.Gumilar Rusliwa Soemantri di ruang kerjanya. Dalam pertemuan itu, hadir beberapa orang seperti Pak Kamarudin (Direktur Kemahasiswaan UI), Muhammad Hikam (MWA UI), Pak Firmanzah (Dekan FEUI), Sofwan Al Banna (Sebagai MWA Unsur Mahasiswa zaman Pak Gumilar terpilih), Bhakti Eko Nugroho (MWA UM sekarang) beserta sekretarisnya Citra, dan Mbak Devi (Humas UI).

Dalam pertemuan itu, Bapak Rektor memang mendesain acara itu sebagai bentuk tanggapan atas Surat Terbuka yang saya tulis. Dan nama-nama yang tersebut diatas oleh Pak Rektor diposisikan sebagai saksi atas beberapa kasus yang saya tuliskan dalam Surat Terbuka.

Saya mencoba menuliskan point-point penting saja terkait tanggapan Pak Rektor atas Surat Terbuka saya. Karena terlalu panjang jika saya menceritakan pertemuan yang berlangsung hampir tiga jam secara detail.

Pertama, perbedaan pemahaman makna janji antara saya dan Pak Rektor. Bapak Rektor memaknai janji-janji yang saya tuliskan itu bukan janji, melainkan hanya sebuah aspirasi yang beliau akomodir. Sedangkan saya dan rekan-rekan mahasiswa memaknai aspirasi yang diterima dan disetujui oleh Bapak Rektor adalah janji yang harus dipenuhi. Perbedaan pemahaman akan makna janji inilah yang menjadi pemicu konflik dan perselisihan paham diantara kami.

Kedua, perbedaan pemahaman akan tanggungjawab pengambilan dan opersionalisasi kebijakan. Dari perspektif Pak Rektor, tanggungjawab pengambilan dan operasionalisasi kebijakan tidak sepenuhnya ada ditangan Rektor. Karena Rektor tidak tahu secara menyeluruh atas kebijakan-kebijakan terkait kemahasiswaan tersebut. Dan beliau merasa keberatan dengan surat saya karena menempatkan Bapak Rektor sebagai pusat semua tanggungjawab atas semua kebijakan dan operasionalisasinya. Sebagai contoh, masalah BOP. Bapak Rektor kurang menguasai masalah tersebut, dan lebih tepat jika tanggungjawab atas kebijakan dan operasionalisasinya di tangan Bapak Kamarudin yang tahu pasti.

Ketiga, Perbedaan perspektif akan peran mahasiswa. Bagi Bapak Rektor, mahasiswa bukanlah stakeholder, jadi mereka tidak perlu diikutkan dalam proses pembuatan kebijakan meskipun itu berhubungan langsung dengan kepentingan mahasiswa. Sedangkan kami mahasiswa, berpandangan mahasiswa juga stakeholder UI oleh karena itu kami harus diikutsertakan dalam proses pengambilan kebijakan yang berkaitan langsung dengan kepentingan mahasiswa. Sebagai contoh, dalam kasus BOP. Bagi Pak Rektor, Mahasiswa hanya diikutkan maksimal dalam membantu proses advokasi bagi maba-maba yang mengalami kesulitan keuangan. Mahasiswa tidak perlu tahu secara detail proses pengambilan kebijakannya.

Keempat, BOP B sebagai sistem pembayaran. Bagi kami mahasiswa (dan disahkan oleh Sk Rektor tahun 2008) bahwa sistem Pembayaran yang disepakati bersama adalah BOP Berkeadilan (Artinya mahasiswa membayar sesuai dengan kemampuan dan kondisi keuangannya saat itu). Sedangkan menurut Rektor (dalam hal ini Bapak Kamarudin yang lebih memahami), BOP Berkeadilan bukan satu-satunya sistem pembayaran. Sistem pembayaran ada tiga: pembayaran penuh, pembayaran cicilan dan baru jika memang tidak mampu masuk sistem BOP B. Kenapa demikian? Karena menurut Pak Kamar, sistem BOP B dibeberapa kasus mengalami masalah bagi mahasiswa-mahasiswa yang mampu, karena mereka tidak berkenan ikut proses BOP B .

Kelima, masalah matrix BOP B. Pak Kamarudin menyangkal pendapat saya bahwa Matrix yang digunakan dalam sistem pembayaran BOP B telah diganti. Bukan matrix yang dibuat bersama-sama mahasiswa. Pendapat beliau bersumber pada pendapat Ahmed (Fakutas Teknik/Tim Pembuat Matrix). Sedangkan saya berani mengatakan bahwa matrix itu diganti bersumber kepada Saudara Indra (FIB 2004/Tim Pembuat Matrix) dan Saudara Edwin (Ketua BEM UI 2008).

Keenam, masalah bukti dan data yang valid. Bapak Rektor menanyakan semua bukti tertulis, data yang valid terkait dengan semua yang saya tuliskan dalam Surat Terbuka itu. Dan saya menjawab bahwa semua yang saya tuliskan dalam Surat Terbuka itu adalah semua hal yang saya alami sendiri, saya lihat, rasakan dan dengar. Masalah bukti-bukti tertulis dan data-data yang valid, saya memang saat ini tidak memilikinya. Namun, saya memiliki banyak saksi teman-teman mahasiswa yang kebetulan mereka tidak diundang dalam pertemuan dengan Bapak Rektor tersebut.

Demikian garis besar pembicaraan dalam pertemuan kemarin pagi. Dalam closing statement, saya menyampaikan kepada semua orang yang hadir saat itu bahwa saya akan mempertanggungjawabkan semua apa yang saya tuliskan. Jika memang yang saya tuliskan itu benar, maka saya tidak akan merubahnya. Dan jika memang yang saya tuliskan salah, saya akan merubahnya. Dan tentunya saya menerima segala konsekwensi yang ada.

Terakhir, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada Bapak Rektor, karena memang seharusnya Surat Terbuka ini sampai untuk pertamakalinya di meja Bapak Rektor terlebih dahulu, dan menunggu respon dari beliau sebelum saya menyebarluaskannya ke publik. Dalam hal ini saya telah mengakui kesalahan besar itu dalam forum tersebut. Karena, tindakan saya ini justru menyebarluaskan aib internal almamater sendiri.

Bapak Rektor telah mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah ini secara arif dan bijaksana dalam bingkai kekeluargaan. Beliau tidak akan membawanya kejalur Hukum atau Sanksi akademis. Bapak Rektor juga menganggap Surat Terbuka ini sebagai bentuk kepedulian saya atas permasalahan yang muncul di UI. Hal ini perlu diapresiasi katanya. Namun, kedepan harus diperbaiki dalam cara menyampaikannya sehingga apa yang disuarakan bisa sama-sama saling menguntungkan.

Untuk kedepan, Bapak Rektor sangat terbuka kepada semua pihak untuk menyampaikan langsung masukan dan kritikannya atas semua kebijakan yang beliau tetapkan.

Demikian Penjelasan Pertemuan 2 Juni kemarin ini saya tulis sebagai bentuk atas tanggungjawab saya dalam mendudukan permasalahan yang sebenarnya.

Terimakasih, mohon maaf jika ada khilaf.

Tertanda

Muhammad Kholid

Mahasiswa FEUI angkatan 2006

NB : Mohon Disebarluaskan Jika Bermanfaat

5 thoughts on “Tanggapan Surat Terbuka Untuk Rektor UI: Prof.Gumilar Rusliwa Soemantri (Hasil Pertemuan 2 Juni)”

  1. So….akhirnya keputusannya gimana nih?
    jangan kentang aja . . .

    Saudara-saudara pemimpin kami . . .
    eh ada saudara
    Sofwan ABCD . . . (sudah slese S2nya? trus mau so sibuk lagi mikirin mahasiswa?)
    ckckckckck

    Reply
  2. Menjadi seorang Mahasiswa adalah merupakan suatu kebanggaan apalagi Mahasiswa UI.
    Yang akan membanggakan lagi adalah jika mereka adalah orang yang terbuka… terbuka pemikirannya untuk kemajuan Bangsa dan Negara. Bukan untuk kepentingan yang tertentu yang pada akhirnya membuat masalah yang malah membuat masalah yang sebenarnya kecil menjadi besar.

    Masa perkuliahan adalah masa penggemblengan kearah kebaikan… carilah kebaikan itu dalam diri masing-masing..

    Percayalah yang terjadi pasti ada hikmahnya. Karena Tuhan berkuasa atas tiap diri kita. yang mengindikasikan kita akan di uji jika derajat kita mau ditingkatakan ke derajat manusia yang lebih baik.

    Tanpa Ujian maka tak ada tingkatan dalam derajat manusia di mata Tuhan. Selalu lah berprasangka baik pada siapa pun. Maka hidup akan terasa indah.

    Analisa permasalahan yang ada dari semua aspek dan mampulah untuk bersabar untuk kebaikan bersama.

    Semoga sukses dalam pengembaraan mencapai cita cita tertinggi . Dan jangan pernah selalu merasa benar karena kebenaran hakiki hanya Allah yang memilikinya. Yakinlah semua pasti ada alasannya. jadilah orang bijak. maka anda akan menjadi bijak seperti yang anda inginkan

    Salam
    Alumni FTUI

    Reply
  3. Wuaaaw..kereeen!!!
    Salut buat M.kholid..
    Gw aja yg 3thn di UI ga pernah peduli sm permasalahan2 di UI..
    Ga usah di UI,di fakultas gw sendiri aja (FEUI),gw jg ga mau tau..hhe

    Hiduup mahasiswa UI!!!
    But I think as an open-minded person,we have to keep thinking positively..
    :))

    Reply
  4. Untuk bapak rektor UI yg terhormat,bagaimana mahasiswa S2 yang masuk UI krn bayar pada orang tertentu yang merupakan staf administrasi?apa itu tidak diusut pak?lebih baik dikeluarkan saja mahasiswa sepertiitu pak,mau jadi bangsa apa kita ini,kalau generasi penerusnya saja mentalnya seperti ini.Kalau bapak rektor serius,saya siap beri informasi.

    Reply
  5. surat yg santun… tapi ibarat makanan, supaya rasanya lezat, selain ada rasa gurih, perlu juga diimbangi rasa pedas… jika surat di atas adalah “makanan gurih”, maka perlu diiringi “makanan pedas” yaitu kekompakan & solidaritas mahasiswa UI thd permasalahan yg ada sekarang. Jika tidak ada semacam “pressure group” maka surat di atas kemungkinan akan tdk banyak bermakna, selain catatan bahwa ybs pernah menuliskan perannya.

    Berkaitan dg isi dr surat tsb, ini semua dimulai dr metamorfosis lembaga pendidikan (UI, beserta bbrp PT lainnya) menjadi semacam “perusahaan” yg harus menghidupi dirinya sendiri. Segala upaya dilakukan… peningkatan jumlah intake mahasiswa baru, peningkatan besarnya SPP, penerimaan lewat banyak jalur yg notabene semi-swasta, pembukaan kelas ekstensi, dll… yg intinya mencari “tambahan” dana buat operasional & pengembangan UI.

    Mungkin kita semua hrs kembali mengingat pasal 31 UUD 45 ayat (1), juga hrs menengok ke tetangga kita yg ‘mirip’ (jml penduduk besar) yaitu India, di mana di sana pendidikan tinggi benar2 mendapat perhatian & dana dr pemerintah, sehingga dpt dihasilkan mutu lulusan yg tinggi, tanpa mengorbankan kesempatan dr anak2 bangsa yg kurang mampu secara finansial…

    Pihak rektorat seharusnya perlu meyakinkan birokrat di atasnya bahwa universitas adalah aset bangsa,…

    Masih banyak yg ingin saya diskusikan, namun kecepatan jari saya kalah jauh dr yg ada di benak saya… terakhir akan saya kutipkan apa yg pernah diucapkan Prof. Soepomo (Rektor ke-2 UI):
    “Ada suatu masa tatkala Sriwijaya jadi salah satu pusat politik dan pusat ilmu pengetahuan di benua Asia. Mudah-mudahan datanglah pula masanya, bahwa Universitet Indonesia jadi salah satu pusat di muka bumi yang memancarkan sinarnya menghalau kegelapan dan membawa cahaya dalam hati-hati dan pikiran-pikiran manusia bagi keselamatan dan kesejahteraan pergaulan
    hidup seluruh dunia”.

    Reply

Leave a Comment