Tahun 2010 telah ditutup dengan gemilang oleh rakyat Indonesia dengan berbagai euforia, misalnya, euforia aksi “tarian kaki” para pemain Timnas Indonesia menggiring bola dalam piala AFF 2010. Banyak tantangan yang akan dihadapi Indonesia pada tahun 2011. Namun, tantangan yang harus diwaspadai oleh Indonesia pada tahun 2011 adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang Keperawatan (RUU Keperawatan).
Sampai saat ini banyak orang yang masih meremehkan adanya rancangan undang-undang yang akan lebih jelas membatasi tugas perawat dalam berprofesi. Setiap orang bebas berasumsi masing-masing terhadap pemikirannya. Akan tetapi, asumsi tersebut harus didasari oleh argumen yang kuat. Banyak orang yang tidak memiliki argumen yang cukup kuat untuk menolak adanya undang-undang tersebut. Padahal, dengan disahkannya undang-undang tersebut, para masyarakat dari segala lapisan sosial akan mendapatkan pelayanan yang lebih profesioanl dan memuaskan dari perawat.
Pengesahan RUU Keperawatan dapat dikatakan sebagai tantangan Indonesia tahun 2011 karena terdapat Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan (RUU Nakes) yang tiba-tiba muncul dan hampir menggeser posisi RUU Keperawatan dalam program legislasi nasional (prolegnas). RUU Nakes seakan-akan menjadi musuh besar bagi RUU Keperawatan.
Sebenarnya, RUU Keperawatan sudah menjadi prioritas ke-18 dalam prolegnas 2010. Namun, RUU Nakes hampir menggeser RUU Keperawatan dari prolegnas. Meskipun RUU keperawatan dapat kembali dijadikan prioritas dalam prolegnas 2011, RUU keperawatan mendapatkan urutan prioritas yang lebih rendah dari RUU Nakes. RUU Keperawatan berada pada prioritas ke-19, sedangkan RUU Nakes berada pada prioritas ke-18.
Hal tersebut sangat meresahkan. RUU Keperawatan sudah menjadi prioritas ke-18 dari 70 rancangan undang-undang prioritas prolegnas 2010. Akan tetapi, RUU Nakes muncul tiba-tiba bak api yang menyala dari sebuah korek dalam sebuah Rapat Paripurna DPR. Hal “ajaib” tersebut terjadi begitu saja. Padahal, pada tahun 2010, RUU Nakes tidak masuk dalam prioritas prolegnas.
Hal ini tentu saja menjadi masalah besar bagi perawat dan—tanpa disadari—seluruh rakyat Indonesia. Dengan mengesahkan RUU Keperawatan, rakyat Indonesia sebenarnya akan mendapatkan pelayanan yang lebih profesional dan memuaskan dari para perawat karena undang-undang tersebutlah yang akan mengatur segala kebijakan tentang profesioanlisme perawat. Penyetaraan profesi perawat dan tenaga kesehatan lainnya tidak akan membuat perubahan besar dalam dunia keperawatan. Hal ini sebenarnya sangat mengindikasikan bahwa keberadaan “ajaib” RUU nakes adalah sebuah ancaman bagi RUU keperawatan. Pada titik ini, RUU Keperawatan sudah memiliki tingkat urgensi yang sangat tinggi.
Adalah sebuah tantangan bagi Indonesia untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Keperawatan ini. Jika rancangan undang-undang ini berhasil disahkan, undang-undang ini akan lebih jelas membatasi cangkupan kerja perawat dan perawat dapat lebih fokus memberikan perawatan bagi pasien daripada mengerjakan sesuatu yang sebenarnya bukan pekerjaan perawat.
Lagipula, seandainya RUU Nakes berhasil disahkan, tidaklah normal jika dokter memiliki Undang-Undang Kedokteran dan Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Hal ini akan memberikan kesan bahwa Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak dapat mecakupi semua profesi tenaga kesehatan karena, bagaimanapun juga, dokter juga merupakan bagian dari tenaga kesehatan.
Pilihan Indonesia untuk menghadapi tantangan ini ada di depan mata. Tentunya seluruh rakyat Indonesia harus mengetahui bahwa perawat—yang selama ini sering disalahpersepsikan sebagai pembantu dokter—merupakan sosok mandiri yang juga penting dalam menangani pasien di rumah sakit. Oleh karena itu, mengesahkan RUU Keperawatan yang sudah darurat ini sebenarnya bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan.