UI Go Green: Salahkah UI Tebang Akasia?

Akasia di UI
Acacia mangium Willd dan Acacia longifolia, adalah dua spesies akasia adalah tanaman yang sangat mudah kita temukan di hampir seluruh penjuru kampus UI. Sejak masuk dari dekat jembatan lingkar gerbatama hingga ujung barat daya dekat dengan pintu keluar Kukel, sangat mudah akasia di jumpai. Sebagai mahasiswa pecinta lingkungan, tentunya kita akan senang dengan lestarinya pepohonan hijau yang ada di kampus kita. Menyejukkan pandangan …

Namun, semenjak adanya penebangan akasia sekitar 1-2 tahun lalu, banyak yang memperbincangkan, ada yang setuju dan ada yang tidak. Ada yang bilang “Katanya Go Green, kok pohonnya ditebangin!?” Bahkan, penebangan yang menelan pohon-pohon gagah akasia itu sempat menimbulkan pertanyaan, “UI tahu go green gak seh?!” begitu bunyinya beberapa orang yang mengatakannya.

Akasia yang sudah ditebangOke, balik ke tema, akasia dan UI Go Green. Memang siapapun akan setuju kalau pepohonan di UI lestari, khususnya akasia yang sudah cukup besar. Namun, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui bersama. Mungkin menjadi alasan rektorat untuk mengganti akasia dengan tanaman yang sekarang kita lihat yaitu pohon damar. Damar (Agathis alba) memiliki struktur kayu yang lebih kuat dan tidak banyak cabang.

Pohon damar di UIAkasia di UI sebenarnya bukan pohon asli dari lokasi kampus. Akasia ini sengaja ditanam sebagai solusi cepat penghijauan di UI. Akasia memang ditanam sejak UI mulai membangun kampusnya di Depok sekitar tahun ’86 lebih sedikit.

Nah, dari situ kita perlu paham bahwa akasia memiliki berbagai sifat yang membuatnya “dipilih” sebagai tanaman reboisasi. Salah satunya karena akasia merupakan fast growing plant, yaitu kelompok tanaman yang memiliki daya pertumbuhan cukup cepat. Semakin cepat pertumbuhan, maka upaya penghijauan akan semakin cepat pula.

Karena sifatnya itu juga, akasia ternyata mampu menjadi tumbuhan yang “berkuasa” atau dominan dihabitatnya. Oleh karena itu kalau kita melihat berbagai lokasi dengan akasia yang padat, biasanya tidak banyak tumbuhan lain dibawahnya. Contohnya saja hutan kota dekat Wisma Makara atau sebelah Utara Stadion UI. Meskipun ada usaha untuk merapikan rumput di daerah tersebut, dekat stadion, tapi nyatanya rerumputan di sana tidak sesubur di daerah yang terbuka, misalnya sebelah utara pintu masuk POLTEK.

Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu dipahami tentang akasia. Meskipun sukses untuk penghijauan, terbukti dengan pertumbuhannya yang cepat dan dominasinya, akasia memiliki beberapa kelemahan jika ditanam di wilayah kampus. Kampus yang notabene merupakan wilayah padat dengan orang dan berbagai aktivitasnya membuat akasia bisa dikatakan “kurang pas” untuk penghijauan.

Hal pertama masih terkait dengan kemampuan cepat tumbuh dari akasia. Sifat itu memunculkan fakta bahwa struktur kayu akasia menjadi keras namun renyah. Satu hal yang masih saya ingat adalah saat ada angin besar sekitar 2008/2009 di jalan sekat UI Wood. Saat itu terjadi angin kencang dan ada pohon akasia yang roboh, akibatnya jalan kampus terganggu untuk sementara. Dari secuil hal tersebut bisa dilihat bahwa akasia kurang pas untuk keselamatan, khususnya saat sekarang yang mana sering terjadi angin kencang saat hujan.

Kalau pernah memperhatikan beberapa akasia yang sudah tua di pinggir jalan kampus (*sekarang tinggal sedikit), pasti warga UI akan melihat adanya pohon akasia yang kering. Kadang juga batang atau ranting yang kering itu jatuh dan tentunya kita harus lebih waspada. Namun bukan itu intinya, melainkan lebih ke arah tata kelola lingkungan yang bijak. Pohon akasia yang kering mengindikasikan usianya yang terlalu tua, sehingga sudah saatnya diremajakan. Selain alasan keselamatan, sisi efektifitas penghijauan juga bisa diperhatikan. Mungkin manfaatnya kurang maksimal bila tetap memelihara pohon besar tapi tanpa daun yang banyak.

Dan yang terakhir, hal ini terkait dengan aspek kesehatan. Akasia merupakan tumbuhan berbunga, yang tentunya menghasilkan serbuk sari. Serbuk sari biasanya terbang dibawa angin agar bisa sampai ke akasia yang lain. Namun fakta menunjukkan bahwa serbuk sari dari bunga akasia ternyata memiliki efek kurang baik bagi pernafasan. Ada orang-orang yang jika menghirup udara berisi serbuk sari akasia akan terganggu pernafasannya. Kondisi ini bisa dilihat juga pada daerah 4 musim, yang mana saat musim bunga mekar, banyak orang yang mengalami gangguan pernafasan karena menghirup serbuk sari dari berbagai jenis bunga. Akasia merupakan contoh tumbuhan dengan serbuk sari “pengganggu pernafasan” di daerah tropis.

Itu mungkin beberapa informasi yang bisa di share di sini. Mungkin kita termasuk saya sendiri dulu yang pernah menyalahkan rektorat karena membuat kebijakan penebangan akasia sekarang bisa lebih mengerti, dan tentunya semakin mencintai kampus kita. Nah, untuk pertanyaan dalam judul, masih banyak alternatif jawaban. Mungkin ada banyak teman-teman yang lebih ahli, dan bisa dishare disini.

Wujudkan UI Go Green, bukan jaketnya di warnai ijo, tapi pola pikir kita yang selalu Green Mind! Salam Konservasi!

8 thoughts on “UI Go Green: Salahkah UI Tebang Akasia?”

  1. wah, saya baru tahu, penebangan2 pohon itu buat ngegantiin pohon2 akasia yg lemah itu ya..

    masalahnya, begitu akasia (yg udah segede itu), penggantinya itu damar yg masih kecil banget.. jelas aja kita teriak2 UI panas, wong penggantinya pohon yg kecil begitu..

    yg lebih lucu di seputaran poltek.. ada beberapa pohon gede yg ditebang, digantinya sama pohon bibit yg masih kecil dan kurus, lebih kecil dari pohon damar di foto itu.. jadinya kelihatan gersang banget

    Reply
    • Gersang tapi selamat 😀 hehe … kenapa reboisasinya dikatakan terlambat? karena target penanaman akasia sebenarnya tidak sampai saat ini. *menurut Pak Yana (BioUI), salah seorang yang ikut andil dalam penanaman akasia …

      Reply
  2. yaa sabar aja mas, kan nanem pohon utk jangka panjang. Kalo nanem nya pohon yg langsung besar, berarti harus sewa truk utk ngangkut pohon nya, beli pohon nya jg pasti mahal, belom lagi bayar tukang utk gali lobang yg dalem, sayang uangnya, ga efisien.

    Reply
  3. memang bro.. pohon seperti akasia itu rapuh banget.. aku liat tuh waktu ujan gede gila-gila an itu pada rubuh, memang saatnya Akasia diganti secara bertahap
    seneng juga sekarang ada Bau Bab itu ( banyak di sekitar rektorat, pohon yang gede-gede itu lho), katanya kuat tu pohonnya dan sangat rindang, kebutuhan airnya juga sedikit, soalnya habitat aslinya itu di padang pasir kan ya? (

    Reply
    • Baobab …

      Bertahap karena memang harus begitu, kalau langsung semuanya UI jadi padang rumput lagi …

      Oya Bas, soal Baobab sampai saat ini masih ditakutkan bisa menjadi spesies invasif …

      Reply

Leave a Comment