#Unggul


*Olahraga

Sepagi ini melihat daftar perolehan medali SeaGames 2011, dan Indonesia sebagai tuan rumah masih berada di nomor urut atas. Semua pemikiran dan perasaan tertuju padanya; mulai dari nasib para atlit di masa purna juang nanti hingga seberapa jauh aspek politis & ekonomi di balik segala perhelatan akbar dan posisi Indonesia di antara para kontingen SeaGames lainnya.

*Seni

Tidak hanya perihal olahraganya, tapi juga angka sakti pembukaannya; 11.11.11 sebuah rangkaian yang disebut-sebut sebagai konfigurasi keramat nan mitis. Sebuah upacara seremonial yang tidak murah, berhasil membelalakan mata dengan hanya memantulkan proyektil-proyektil peluru pencitraan grafis pada sebidang tanah luas stadion baru di Gelora Sriwijaya, sebuah nama yang sarat akan kenangan kejayaan lampau. Berbagai macam gerak tari dan komposisi ragam warna dan tekstur properti pukau pandangan yang tak terbatas dari pelosok desa yang mendapat pancaran sinyal televisi hingga ranah situs jejaring media sosial.

*Bangsa

Sriwijaya, nama yang tidak sesederhana Majapahit. Bahkan pada pemaknaan geografisnya diperdebatkan, apakah benar kerajaan tersebut terletak di Selatan Bentang Andalas (dalam hal ini bisa diperkirakan berada di daerah Bentang Musi; Palembang), ataukah di Utara Khatulistiwa (dalam hal ini dapat dianalogikan sebagai Bentang Mekong/Indo-China; Kamboja & Thailand)? Jika Majapahit ditengarai sebagai pemersatu sekaligus penjajah bangsa sendiri yang telah melakukan ekspansi ekonomi politik dari Padjadjaran hingga Mataram Lama, maka bagaimana dengan Sriwijaya?

Bahkan nama serta letaknya saja masih dapat dikritisi oleh sesiapa saja, terutama para ahli ilmu sejarah, mempertanyakan identitas bangsa; revitalisasi makna bertanah air. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan Indonesia sebagai salah satu kandidat Pemimpin ASEAN yang dominan dan agresif, terlihat dari banyaknya Summit Events di berbagai daerah, Jakarta, Bandung, Bali, dan berbagai proyek Pariwisata & Industri Ekonomi Kreatif yang baru saja ditasbihkan sebagai sub-kementrian baru.

#Unggul

Sebenarnya, mau dibawa kemana kah semua agenda MICE (Meetings, Incentives, Conferencing/Conventions, Exhibitions/Events) negara ini? Berbagai macam KTT dan visi serta misi juga segala macam rencana proyek berjangka; short-term maupun long-term, diselenggarakan sedemikian megah dan masal. Secara ekonomi tidak dapat dielakkan, lalu bagaimana secara politis? Adakah kemungkinan bahwa berbagai acara tingkat regional, termasuk SeaGames 2011 adalah sebuah momentum bagi Indonesia untuk menunjukkan jati diri sebagai Bangsa yg besar karena Bhineka Tunggal Ika nya?

Lalu dimana letak keunggulan warna-warni dari Sabang sampai Marauke tersebut? Bukankah Chauvinism, Übermensch, dan istilah Superman lainnya ditunjukkan sejarah sebagai suatu bentuk pemurnian ras tertentu terhadap ras lainnya, yang kemudian berakhir kepada Genocide, perang, dan berbagai macam jenis pembantaian masal lainnya? Sejarah juga membuktikan bahwa kemanusiaan adalah sesuatu yang mahal harganya. Bahkan untuk jadi apapun yang lebih dari sebelumnya, maka segala cara akan dilakukan, termasuk keunggulan geografis semata.

Indonesia yang terletak di Rangkain Cincin Api, sangat rentan dengan bencana alam, juga bencana kemanusiaan sebagai dampak psikologis dari era yang mengorbankan banyak tanda tanya yang belum jua kunjung terjawab; kasus-kasus yang makin tambah banyak kian harinya, selaras dengan pengalihan isu dengan berbagai macam topik dan propagandanya. Apakah keunggulan dalam bentuk macam apapun tersebut dapat menjamin tuntasnya berbagai persoalan multidimensi bangsa ini? Atau ini adalah salah satu dari banyak lain cara untuk mengalihkan permasalahan ke taraf yang lebih luas secara regional; ASEAN?

Seperti halnya dengan negara-negara kerajaan di Eropa, mereka membentuk Masyarakat Ekonomi Eropa, dan menerbitkan mata uang regional; EURO. Akankah Indonesia membawa ASEAN secara khusus, bahkan ASIA secara umum ke dalam suatu bentuk transaksi ekonomi terbaru yang melampaui daratan Yunani hingga semenanjung Arab dengan dirhamnya; Digital Currency. Akankah Indonesia membawa isu denominasi tiga angka nol dari belakang & transaksi elektrik ke taraf regional dan menjadikannya solusi ekonomi, atau bahkan malah akar permasalahan baru?

Baik itu keunggulan secara fisik, rasa, maupun dompet, adalah percuma apabila hanya jadi wacana ruang dan waktu. Karena pada akhirnya tiada lagi yang tersisa dari keunggulan selain pergeseran kewarganegaraan yang tidak lagi mengikat tanah kelahiran secara de facto maupun hubungan darah secara de jure. Satu-satunya hukum yang tersisnya hanyalah naturalisasi; seberapa lama seseorang tinggal di suatu tempat sebagai penduduk. Maka tidak akan ada lagi batas-batas negara, bangsa, atau bahkan hanya sekedar bahasa. Semua nya adalah warga negara dunia, yang unggul sebagai pribadi, tidak lagi terikat dengan identitas jati diri apapun.

Pun kalau sudah begitu, akankah menjamin tidak akan ada lagi yang namanya perang? Usai kelaparan hilang di Afrika? Setelah korupsi sirna tidak hanya di Bentang Nusantara tapi juga seluruh dunia? Yakinkah kita tidak akan berperang saling mengunggulkan prestasi dengan seisi jagat raya semesta? Bersaing dengan makhluk dari galaksi lain seperti pada visualisasi StarTrek & StarWars? Sudah sejauh manakah perjuangan kita untuk unggul dalam bidang kemanusiaan? Berlomba-lomba berbuat kebaikan meski harus pamerkan kekayaan dan modal juga kapital?

Marilah kita tambah daftar pertanyaan ini sambil menunggu salah satu bentuk identitas baru diterbitkan oleh petugas kelurahan terkait; eKTP. Semoga semua pihak bisa update segala data birokrasi identitas dirinya seperti yang telah dijanjikan, tuk jadi lebih mudah dan cepat. Sebuah akselerasi generasi instant, menunggu untuk diseduh air panas, dinikmati selagi hangat, dan tidak akan tahu kapan kah akan habis kuahnya.

~*Allahua’lam bishawab.

(14 Novembre 2011M / 19 Dhu’l-Hijjah 1432H)

Leave a Comment