Pemilihan rektor saat ini merupakan isu paling hangat di kalangan civitas academica di Universitas Indonesia. Pemilihan rektor bukan hanya menentukan siapa yang memegang jabatan tersebut, tetapi berhubungan dengan apa yang akan menjadi masa depan Universitas Indonesia beberapa tahun kedepan. Salemba, merupakan salah satu bagian dari UI, kami pun ingin memberikan suara untuk calon pemimpin kami, evaluasi periode lalu untuk pembelajaaran tahun-tahun selanjutnya.
Pemilihan rektor adalah fase yang penting untuk menentukan kebijakan-kebijakan dan perubahan yang mungkin terjadi di Universitas Indonesia beberapa tahun ke depan. Namun, gaung pemilihan rektor ini ternyata masih belum terlalu terasa di Salemba, padahal fakultas kedokteran dan kedokteran gigi pun adalah bagian Universitas Indonesia, bahkan bagian tertua. Padahal sebenarnya, kami di salemba bukan tidak merasakan pentingnya fase ini. Sejak masalah rektor sebelumnya menguak, kami sudah mulai memperhatikan berbagai hal yang berhubungan dengan keputusan pusat. Baik dari obrolan mulut ke mulut, tulisan-tulisan sederhana, maupun diskusi-diskusi formil yang kami adakan dengan mengundang seluruh civitas academica kami lakukan untuk mengetahui perkembangan terbaru. Kami ingin mengatakan bahwa kami disini pun peduli dan kami pun ingin menyampaikan seperti apa seorang rektor yang baik menurut kami.
Masalah yang terjadi di UI pusat awalnya tidak terlalu kami rasakan di Salemba. Saya pribadi baru merasakan adanya masalah ketika mewawancarai seorang dokter di FKUI untuk sebuah rubrik di koran kampus. Pada saat itu, beliau sempat bercerita mengenai tidak sesuainya anggaran operasional pendidikan sehingga berimbas pada rendahnya gaji staf pengajar FKUI. Padahal FKUI memiliki banyak dosen dengan kualitas baik yang rasanya pantas mendapatkan penghargaan lebih dari itu. Hal ini tentunya membuat saya sebagai seorang mahasiswa merasa miris. Dosen-dosen tersebut adalah guru kami yang telah mengajarkan berbagai ilmunya dan menyempatkan waktu di tengah kesibukannya untuk mengajar kami. Walaupun sebenarnya, saya yakin mereka pasti melakukannya dengan ikhlas.
Hal lain yang juga menjadi masalah adalah soal penyaluran dana penelitian. Penelitian memang merupakan hal yang sangat penting di fakultas kami. Hal ini karena salah satu karakteristik yang harus dimiliki seorang dokter yang baik (seven stars doctor) memiliki poin researcher di dalamnya. Oleh karena itu, tentunya bila penelitian kurang semarak baik karena biaya maupun karena kurangnya pemicu bagi mahasiswa kedokteran, mahasiswa dapat mengalami kecacatan dalam poin ini. Melalui wawancara dengan narasumber yang sama,  saya baru mengetahui bahwa biaya riset di fakultas kami memang  acap kali tersendat di UI pusat. Memang, sebelumnya saya pernah mendengar keluhan dari beberapa mahasiswa dan pembimbing riset saya sendiri tentang biaya riset yang tak kunjung cair. Padahal,masih lekat diingatan saya, sejak saya resmi menjadi mahasiswa baru di kampus ini, UI sudah dicanangkan sebagai research universiity. Sungguh ironis, para peneliti di research university ini justru terhambat dalam berkarya karena tersendatnya penyaluran dana. Beruntung beberapa riset tetap dilaksanakan walau biaya harus ditanggung oleh peneliti sendiri. Akan tetapi, tentu tidak semua peneliti baik mahasiswa maupun dosen yang mau dan mampu menyediakan dana untuk riset yang dilakukannya, apalagi jika riset tersebut membutuhkan alat-alat yang canggih dan biaya yang mahal. Para mahasiswa yang ingin melakukan penelitian pun menjadi enggan memilih penelitian percobaan yang umumnya menelan banyak biaya, Alhasil, sebagian besar penelitian mahasiswa saat ini hanyalah studi epidemiologi dengan metode potong lintang. Fenomena sempitnya jenis penelitian ini, tentu tidak dapat mendukung kebutuhan perkembangan ilmu pengetahuan.  .
Sarana pembelajaran juga merupakan salah satu hal yang terasa kurang di fakultas kedokteran maupun kedokteran gigi. Jujur saja, ketika melihat perpustakan UI dibangun dengan begitu megahnya, kami di salemba masih bersama tumpukan buku yang sebagian besar out of date. Padahal, untuk sampai ke depok dari salemba kami membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sebenarnya bukan hanya perpustakaan, tetapi juga perangkat laboratorium yang rasanya sudah usang dan mulai berkurang karena ada beberapa yang rusak. Sangat miris apabila di bagian lain dari UI, bahkan direncanakan akan dibuat taman herbal, dan semacamnya padahal fasilitas pendidikan di bagian yang lain, yaitu di salemba, masih sangat perlu diperbaiki. Dengan biaya kuliah yang sama, kami merasa di-anaktiri-kan ketika melihat segala fasilitas yang terus dibangun di depok, sedangkan pembenahan fasilitas di salemba terus terbengkalai.
Kami sangat berharap. kualitas pendidikan dan keilmiahan menjadi fokus yang penting pada kepemimpinan rektor selanjutnya. Sebab mahasiswa adalah kaum intelektual dan kami harap nilai-nilai intelektualitas itu juga dimiliki rektor, itu juga yang dibawa rektor, dan itu juga yang dibenahi rektor, Fasilitas pendidikan serta kesejahteraan pengajar wajib dibenahi sesegera mungkin. Segala kebijakan rektor harus menjadi cermin intelektualitas termasuk mendukung upaya membudayakan penelitian di kalangan kaum intelektual UI. Â Pada kepemimpinan rektor selanjutnya, kami merindukan perubahan yang baik untuk UI secara keseluruhan, tidak parsial, tidak mengesampingkan kampus Salemba.
Poin-poin yang saya paparkan dalam tulisan ini hanyalah beberapa hal yang saya rasakan sebagai mahasiswa yang berhegemoni di salemba, khususnya di FKUI. Saya ingin tulisan ini menjadi sepotong surat kecil yang dapat dibaca dan dipertimbangkan oleh calon-calon pemimpin kami (calon Rektor UI) untuk membawa perubahan yang lebih baik dan menyeluruh.